⚠️Warning⚠️
Cerita mengandung beberapa adegan kekerasan
Viona Hazella Algara mendapatkan sebuah keajaiban yang tidak semua orang bisa dapatkan setelah kematiannya.
Dalam sisa waktu antara hidup dan mati Viona Hazella Algara berharap dia bisa di beri kesempatan untuk menembus semua kesalahan yang telah di perbuatnya.
Keluarga yang dicintainya hancur karena ulahnya sendiri. Viona bak di jadikan pion oleh seseorang yang ingin merebut harta kekayaan keluarganya. Dan baru menyadari saat semuanya sudah terjadi.
Tepat saat dia berada di ambang kematian, sebuah keajaiban terjadi dan dia terbawa kembali ke empat tahun yang lalu.
Kali ini, Viona tidak bisa dipermainkan lagi seperti di kehidupan sebelumnya dan dia akan membalas dendam dengan caranya sendiri.
Meskipun Viona memiliki cukup kelembutan dan kebaikan untuk keluarga dan teman-temannya, dia tidak memiliki belas kasihan untuk musuh-musuhnya. Siapa pun yang telah menyakitinya atau menipunya di kehidupa
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Violetta Gloretha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
19
"Gue harus keluar bentar." Raut wajah Leo berubah musam. Dia mendorong kursi yang didudukinya ke belakang dan langsung pergi begitu saja.
"Leo keliatannya lagi ngga enak badan." Kata Viona sembari menoleh ke arah Ziya. "Ziya, lo ngga mau periksa keadaan dia? Baik-baik aja atau ngga gitu?."
"Ah! K-kenapa harus gue?." Tanya Ziya dengan raut wajah gugup
"Karena kita kan semuanya di sini temen, ga ada salahnya kalau lu cek keadaan Leo." Kata Viona menegaskan."
Ziya menyadari bahwa dirinya mungkin terlalu banyak berpikir. Tidak mungkin, Viona bisa mengetahui ada sesuatu diantara dirinya dan Leo.
Ziya menghela napas lega. "Ngga apa-apa, jangan terlalu dipikirin. Leo baik-baik aja kok. Viona, gue lebih baik nemenin lo disini." Katanya dengan lembut. Lagipula, bagaimana mungkin dia bisa melewatkan momen ketika Viona akan mempermalukan diri sendiri?
"Ayo dong, Viona. Lo ngga akan mundur di menit-menit terakhir, kan?." Kata Billy sembari menggoyang dadu dan mengeluh, bertekad untuk tidak membiarkan Viona lolos setelah semua usaha yang dilakukan untuk membawa gadis sombong itu ke titik ini.
"Ya ngga lah, gue ngga akan mundur. Tapi, ngga adil kalau dua lawan satu." Jawab Viona diam-diam menyeringai jahat.
"Jadi, Lo mau apa?."
"Billy, gimana kalau kita tanding satu lawan satu. Jadi, Fero... lo keluar!." Kata Viona.
"Apa?!." Billy mengernyitkan dahinya.
'Apa gue ngga salah denger nih? Viona bener-bener mau nantangin gue? Lo pasti kalah lawan gue, Viona.' Batin Billy kemudian.
"Viona, lo jangan gila deh!." Seru Fero ikut terkejut. "Lo jangan main-main, cara lo main dadu ngga sebanding sama Billy yang udah pro!."
Sementara itu, Ziya merasa curiga. Sejak tadi, Viona sudah kalah berkali-kali, tetapi kenapa dia masih bersemangat dan dengan gila mengajukan permintaan seperti itu? Apakah dia yakin, dia bisa menang? Namun, Ziya sudah tumbuh bersama Viona selama bertahun-tahun dan belum pernah melihat Viona bermain lempar dadu sebelumnya.
"Viona, kenapa lo tiba-tiba minta satu lawan satu? Apa lo punya trik?." Tanya Ziya merasa penasaran.
Viona berpura-pura terlihat kesal. "Dari tadi gue udah dapetin angka-angka kecil dari dadu-dadu ini. Jadi, gue yakin kalau gue akan menang kali ini. Gue ngga percaya keberuntungan Billy lebih baik dari gue. Gue akan bales dendam buat Leo!."
Ziya tidak bisa menahan diri untuk tertawa terbahak-bahak karena tahu ternyata Viona menganggap semua ini hanya karena keberuntungan. Viona dulu pernah melakukan beberapa hal bodoh untuk Leo. Tanpa berpikir panjang, Ziya memilih untuk menyemangatinya. "Semoga beruntung, Viona!."
"Oke deh, tapi minum aja nggk cukup lho, Billy. Gimana kalau kita tambahin keseruannya?." Tanya Viona, tersenyum sumringah sembari mengusap dagunya.
"Apa yang ada didalam pikiran lo?." Tanya Fero.
"Hm... yang kalah, selain harus minum, juga harus ngelepasin satu pakaiannya sampai yang kalah itu 6ug!l!." Kata Viona terkekeh kecil. "Gimana?."
Begitu mendengar perkataan Viona, Fero langsung menyemburkan minumannya.
Sementara Billy terlihat tercengang. "Lepasin baju sampe naked?."
Viona mengangguk kecil. "Lo takut ya?." Tanya nya mengejek.
"Gue? Takut? Hahaha! Gue setuju sama ide lo!." Kedua mata Billy berbinar.
Yang lainnya tidak bisa menahan diri untuk tidak bergembira mendengar permintaan aneh Viona.
Veyra segera mengeluarkan ponselnya. "Ayo siap-siap. Kita harus mengabadikan video pas Viona ngelepasin satu persatu bajunya. Kalau kita up di grup kampus atau di medsos, gue yakin banget Viona akan hancur!."
Ziya mengernyitkan dahinya, merasa ada yang janggal. "Emangnya Billy jago ngelempar dadu? Sejak kapan?." Tanyanya dengan suara pelan.
"Gue udah bilang, Viona pasti tamat kali ini." Kata Freya dengan puas. "Billy itu bener-bener jago main dadu. Dia juga belum pernah ketemu sama orang yang bisa ngelawan dia. Seakan, Billy itu bisa dapetin angka-angka berapa pun yang dia mau!." Seru Freya.
Mendengar hal ini, Ziya merasa lega. "Kali ini, Viona, lo akan membayar kebodohan lo!."
Ronde pertama pun di mulai dengan cepat dan Billy melemparkan tiga dadu mendapatkan angka satu, empat dan enam.
"Hah, dua dadu angka besar, Viona lo udah kalah!." Freya tak kuasa menahan tawa.
Sudut bibir Ziya pun ikut melengkung membentuk senyuman.
'Tiga kali, itu lemparan terkecil yang mungkin. Viona, ayo kita liat gimana lo bisa ngadepin gue!.'
"Wah, Billy. Lo hebat banget!." Seru Viona, tampak terkesan.
"Gimana? Kenapa lo ngga nyerah aja dan lepasin baju lo di sini dan sekarang?." Billy menyeringai, menyilangkan kakinya sembari menatap Viona dengan puas. "Mungkin, kalau lu mau nunjukin sikap baik lu ke gue, gue akan bolehin lu tetep pake pakaian dal4m!."
"Oh, itu ngga perlu. Kalau kita sepakat buat ngelepasin semuanya, kita harus tetep ngelakuin itu." Viona tersenyum tipis saat mengambil dadu setelah gilirannya.
Billy tiba-tiba merasa tidak nyaman setelah melihat senyuman Viona, tetapi dengan cepat menepis kekhawatiran tak beralasan dalam pikirannya. Dia tahu bahwa Viona berpura-pura tangguh.
Sementara itu, Viona terlihat dengan santainya menggoyang gelas kecil berisi tiga dadu ditangan, lalu melemparkannya di atas meja. Melihat sikap Viona yang tidak profesional, membuat Billy semakin yakin bahwa Viona adalah seorang pemula.
"Coba liat!." Teriak Viona.
Mata semua orang langsung tertuju pada meja dan saat mereka melihat angka yang tertera pada ketiga dadu itu, ejekan yang terlihat di wajah mereka langsung menghilang. Ekspresi setiap orang seperti menelan telur, tidak bisa menutup mulut. Bagaimana ini bisa terjadi?!
"Wah, gue beruntung banget! Tiga dadu dan semuanya angka enam, aku punya satu poin!." Kata Viona dengan senyum polosnya. Dia kemudian menatap Billy. "Lo kalah, jadi lo mau minum dulu setelah itu lepas baju atau sebaliknya?."
"Ngga! Itu ngga mungkin!." Billy segera tersadar dari keterkejutannya dan mencondongkan tubuhnya ke arah Viona. "Gimana ini bisa terjadi? Lo itu masih pemula, Viona! Gimana lo bisa dapetin skor tersulit?."
Ziya juga terkejut dan mencondongkan tubuhnya ke arah Viona. "Viona, lo hebat banget! Siapa yang ngajarin lo ngelakuin ini?."
"Gue ngga belajar dari siapa pun kok. Ini semua cuma keberuntungan." Jawab Viona sembari memperlihatkan raut wajah bingungnya. "Bahkan gue sendiri juga kaget pas liat hasilnya."
Ziya dan yang lainnya justru bersikap skeptis dan ekspresi mereka tidak wajar. Billy menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan dirinya. Ini tidak benar. Viona pasti hanya beruntung. Tidak mungkin dirinya kalah.
"Hah, kalau lo mau gue lepas baju... oke, gue akan ngelakuin itu!." Billy menghabiskan minumannya lalu melepaskan kaosnya.
"Ayo kita mulai lagi!." Kata Billy dengan raut wajah penuh amarah. Dia mengerahkan seluruh tenaganya untuk mengocok dadu itu. Ketika dia melemparkannya, mereka semua dapat melihat bahwa Billy mendapatkan tiga poin.
Viona mengambil dadu, memasukkannya ke dalam gelas dan kemudian mengocoknya seperti sebelumnya, lalu melemparkannya dengan asal ke atas meja.
Secara naluriah, Billy menelan salivanya dengan susah payah. "Gue masih ngga percaya kalau lu masih bisa dapetin satu poin!."
Viona tidak mengatakan apa pun. Dia hanya perlahan memindahkan gelas dadu itu. Memasukan tiga susun dadu dengan rapi diatas satu sama lain.
"Viona, lo pasti curang ya kan?." Sebelum Billy sempat berbicara, Freya telah melompat dari tempat duduknya dan berteriak dengan marah.
Viona melirik kearah Freya. "Gue ngelempar dadu tepat didepan lo semua. Bisa ngga lo otak dulu sebelum ngomong?."
"Lo curang! Lo jelas-jelas jago main dadu, tapi lo pura-pura ngga bisa main, kan?." Freya sudah tahu bahwa Viona tidak bisa begitu saja mengandalkan keberuntungan, dan yang lainnya semakin memahami perkataan Freya.
Raut wajah Billy menjadi pucat. Viona telah mempermainkannya! Dia sebelumnya ingin mengalahkan Viona dan memburu gadis itu malu karena kekalahannya! Tetapi bagaimana mungkin semuanya justru terbalik? Bagaimana Viona bisa tahu caranya memainkan benda ini?
"Oke, Viona. Sekarang semuanya udah tahu kalau lo jago. Billy juga udah nyerah. Jadi, lebih baik kita berhenti, jangan main ini lagi!." Ziya langsung turun tangan untuk membantu mengakhiri permainan. Saat itu, dia sebenarnya merasa bimbang. Ziya pikir bahwa dirinya sudah mengenal Viona dengan baik, tetapi kejadian hari ini berulang kali membuatnya terkejut.
"Eh, kita baru aja main dua ronde satu lawan satu, kok bisa berakhir secepat ini sih?." Viona lalu menoleh ke arah Billy dan tersenyum. "Bener kan, Billy?." Senyumnya sangat cerah, tetapi membuat Billy berkeringat dingin.
"Gue udah selesai, Viona! Apa ngga bisa gue nyerah sekarang aja?." Billy tidak perduli lagi dengan rasa malunya. Dia tidak akan pernah mau melepaskan pakaiannya hingga naked karena itu terlalu memalukan dari pada menyerah.
Tatapan mata Viona menunjukan sedikit rasa jijik saat dia perlahan mengumpulkan dadu-dadu itu. "Ya udah deh, karena lo nyerah. Permainan ini selesai."
Billy akhirnya dapat menghela napas leganya. Namun, kemudian dia melihat Viona beralih duduk di kursi sofa single dan dengan tenang kembali buka suara. "Ayo lepas semua baju lo!."
"A-apa?." Billy menatapnya dengan terkejut, mengira bahwa mungkin telinganya salah mendengar.
Sementara Viona tampak bingung. "Bukannya kita tadi sepakat kalau yang kalah harus lepasin semua bajunya? Karena lo kalah, lo harus lakuin itu dong!."
"Viona, apa lo udah ngga punya malu? Apa lo sanggup liat cowok tel4nj4ng didepan lo?!." Tanya Freya benar-benar marah.
"Apa yang harus ditakutin? Gue ngga alergi sosis dan juga ngga alergi dua buah kecil itu." Viona menyeringai, menunjukan seringainya yang sinis.
Billy langsung merasa malu sekaligus marah.
Sementara Ziya langsung menyadari bahwa situasi menjadi tak terkendali. Jadi, dia segera duduk disebelah Viona. "Udah Viona. Lupain aja semua itu! Ini itu malu-maluin tau! Gimana nanti kalau tuan Arga sampe tau kamu main-main kayak gini? Dia pasti bakalan marah besar sama kamu."
"Jangan khawatir, Ziya. Lo kan tadi juga ikut main. Dan, papa ngga akan tau selama lo ngga lapor ke dia." Viona tersenyum dan menyakinkan Ziya, menepuk-nepuk tangan Ziya sembari menunjukan tatapan polosnya. "Lo udah baik banget sama gue. Ngga mungkin kan lo mau pergi dan ngadu ke papa?." Tanya Viona..
Toh, jika Ziya mengadu pada Ayahnya. Dia juga akan ikut terseret dalam kemarahan ayahnya. Apalagi jika ayahnya itu tahu bahwa Ziya yang telah mengajak Viona pergi hari ini.
Ziya langsung menyadari sesuatu. "N-nggak! Gue ngga akan ngadu. Tapi--" Ziya terdiam.
"Bagus kalau lo udah tahu." Kata Viona pada Ziya, lalu beralih menatap Billy. "Kalau lo malu, lo bisa kok berbalik." Perintah Viona. Kilatan tatapan nakal terpancar di mata almondnya yang indah. "Billy, ayo cepetan! Masa iya harus gue sendiri yang ngelepasin baju lo?."
"Dasar lo! Cewek ngga tau malu!." Mata Billy menyala karena marah.
"Kenapa? Lo mau ingkar lagi kayak tadi? Billy, lo bahkan ngga pantes disebut cowok sejati!." Viona mencibir Billy dengan nada dinginnya.
"Coba lo bilang sekali lagi, dasar jal4ng!." Billy yang sudah dikuasai dengan amarahnya, kehilangan kesabarannya dan mengambil botol kosong dari meja, berniat membantingnya ke kepala Viona.