NovelToon NovelToon
Rawon Kesukaan Mas Kai

Rawon Kesukaan Mas Kai

Status: sedang berlangsung
Genre:Cerai / Beda Usia / Keluarga / Karir / Cinta Murni / Angst
Popularitas:981
Nilai: 5
Nama Author: Bastiankers

Shana dan Kaivan, pasutri yang baru saja menikah lima bulan lalu. Sikap Kaivan yang terlalu perfeksionis kadang menyulitkan Shana yang serba nanti-nanti. Perbedaan sikap keduanya kadang menimbulkan konflik. Shana kadang berpikir untuk mengakhiri semuanya. Permasalahan di pekerjaan Kaivan, membuatnya selalu pulang di rumah dengan amarah, meluapkan segalanya pada Shana. Meski begitu, Kaivan sangat mencintai Shana, dia tidak akan membiarkan Shana pergi dari hidupnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bastiankers, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 24

Mungkin tidak ada salahnya dia berdamai dengan masa lalu. Mungkin juga tidak ada salahnya jika dia bisa masuk ke dalam sebuah keluarga yang dulu sempat membuatnya depresi. Semua itu tidak mudah bagi dia. Bagi Shana. 

Kaivan tidak pernah pulang untuk sekedar mengunjunginya lagi, dan itu membuat Shana sedikit merasa sendirian. Meski Kaivan berulang kali mengirimkan pesan, dia mengutarakan alasan kenapa dia tidak punya waktu selama ini. Jadi, Shana hanya bisa mengurung diri di rumah. Dia seperti mayat hidup selama seminggu ini. Berkali-kali dia yakinkan dirinya bahwa Kaivan hanya mengurusi pekerjaannya. Namun, tidak dipungkiri, terkadang Shana masih cemburu jika mengenang kejadian di waktu-waktu lampaunya.

Tentu saja dengan banyak pertimbangan, dan juga Shana yang merelakan waktunya beberapa hari ini hanya untuk sekedar berdiri di depan sebuah outlet toko bunga. Tidak, dia tidak memastikan bahwa di sana ramai atau tidak. Dia juga tidak memastikan apa di sana dia bisa mendapat ketenangan atau tidak. 

Dia hanya mengawasi seseorang, yang selama ini dia hindari. Di balik kacamata hitamnya, di depan sebuah kedai pinggir jalan, Shana sudah mengambil keputusan. 

Jadi, di pagi yang cerah ini, di tengah macetnya kota Jakarta. Shana berlabuh menuju Kemang, sebelumnya dia sudah menghubungi ibunya terlebih dahulu. Dan, ya, hanya butuh waktu sekitar satu jam untuk sampai ke sana. 

Shana turun dari jok penumpang, kepalanya mendongak, memerhatikan pada plang yang terletak di atas sana. Mawari.

Kakinya terayun melewati gerbang. Wah … pemandangan yang menakjubkan ternyata baru saja dia lihat. Banyak jejeran bunga sepanjang perjalanannya menuju sebuah gedung. Ada sebuah tenda bening yang digunakan untuk menjadi naungan beberapa bunga yang ditampilkan menuju pelataran. Lavender, Dahlia, Tulip, Mawar, dan Melati.

Tangan Shana terulur mendorong sebuah pintu kaca yang tertulis Buka. 

Dan, “Hai!!!”seruan itu terdengar dari ibunya yang baru saja melintas dengan memegang beberapa tangkai bunga Tulip. “Ibu kira kamu nggak jadi ke sini,”serunya sambil merengkuh anak perempuannya itu.

“Jadi lah, Bu. Aku sudah memikirkannya matang-matang,”jawab Shana mengikuti langkah ibunya. Mereka duduk di depan sebuah meja bundar besar. Dan, Shana duduk di salah satu stool.

Mata Shana berpendar, di setiap sudut ruangan luas itu ada beberapa pekerja yang sedang asik bercengkrama dengan tangan mereka yang bekerja. Saat mendapati Shana melihat mereka, mereka langsung mengangguk sopan dengan senyum tulus mereka.

Sepertinya … bukan hal yang buruk untuk memulainya lagi.

“Kamu sudah sarapan?”tanya Ibu setelah pekerjaannya selesai. 

“Belum.”

“Sarapan sama ibu, ya? Ibu juga belum sarapan.” Binar mata bahagia itu tidak bisa ditolak Shana. Baru kali ini dia melihat binar mata itu kembali menyorotnya. Ibu berbalik pada pekerja yang sedang asik bercengkrama. “Nana? Tolong ambilkan makanan di pantry. “

“Baik, Bu.”jawab salah satu pekerja di sana.

“Ibu … setiap hari ke sini?”tanya Shana saat Nana sudah menyajikan se-piring cake di depan mereka. Dia menggumamkan terimakasih pada Nana, sebelum kembali menatap ibu.

“Nggak juga. Kadang seminggu sekali. Kadang sebulan sekali. Sesuka hati ibu aja,”ujarnya. Tangannya menggenggam tangan Shana yang berada di atas meja, “Ibu datang ke sini, sepagi ini, karena tahu kamu mau ke sini. Ibu bahagia.”

Shana tersenyum. Meski rasanya masih kaku, tapi dia tidak mungkin menyakiti wanita yang sudah melahirkannya itu. Mereka pun mulai menikmati sarapan mereka. Sesekali mengobrol. Mengupas cerita di masa lalu. Di masa-masa mereka sedang berbahagia sebelum ada masalah. Dan setelahnya, ibunya memutuskan untuk melanjutkan pekerjaannya di kantor. Meninggalkan Shana yang sudah dikenali oleh para pekerja di sana.

Shana mulai bisa mengobrol dengan orang lain lagi. Ternyata, tidak seburuk yang dia pikirkan. Dia senang bercengkrama dengan perempuan-perempuan itu. Mereka sepantaran dengannya. Sesekali bergurau. Sesekali juga Shana turun langsung melayani beberapa pengunjung.

Dia menghabiskan waktunya sampai malam. Sebenarnya dia bisa saja pulang pukul tujuh, karena ayah tirinya akan sampai di sana biasanya sekitar pukul sepuluh malam, kata pekerja di sana. Jadi, Shana hanya bisa terduduk di salah satu stool sambil memerhatikan para pekerja membersihkan ruangan. 

Ponselnya bergetar. Dengan cepat, Shana merogoh sakunya. Senyumnya mengembang saat melihat nama Kaivan di sana. Wah … ternyata benar, kesibukan bisa menghilangkan kejenuhan yang tercipta oleh pikirannya sendiri. Sehingga hari ini, dia tidak begitu terlalu memikirkan hidupnya yang monoton. Segera dia usap panel hijau, lalu, “Halo?”

“Sayang … kamu di rumah, kan? Aku sudah di Jakarta. Sedikit lagi sampai ke rumah. Mau titip apa?”

Shana terkekeh, dia lupa untuk mengabari Kaivan bahwa hari ini dia sudah bekerja di outlet Mawari. “Aku … aku nggak di rumah, Mas. Aku di outlet Mawari. Outlet yang ibuku tawari hari itu.”

“Wah … senang sekali kedengarannya. Ya udah, aku ke sana sekarang, ya? Habis itu kita nge-date.”

Senyum Shana masih mengembang bahkan ketika panggilan diputuskan sepihak. Shana berjalan ke arah lemari tempat tasnya digantung. Lalu, melirik pada Nana. “Na, aku pulang duluan, ya?”

Nana mengerjab pelan, lalu keningnya mengernyit, “Nggak tunggu papa datang, Mbak?” Oh, tentu saja tidak. 

Shana tersenyum, tidak mungkin menjelaskan semuanya pada Nana. Jadi, “Nggak. Nanti kamu aja yang sampein. Oke?”

“Oh, oke. Hati-hati, ya, Mbak!”

Dan setelahnya, Shana keluar dengan menjinjing tas kecilnya. Nafasnya mulai berhembus lega. Memandangi setiap langkahnya yang pastinya akan bahagia karena ditemani beberapa tanaman indah sepanjang perjalanan pulang. Kebahagiaan yang bisa dia hirup lagi dengan nafas lega. 

Senyum Shana mengembang saat melihat sosok lelaki yang tadi menelponnya. Sedang berdiri menunggunya di sisi mobil. Senyum manis dari wajah lelah itu begitu menawan. Sampai-sampai Shana terkadang tidak rela jika membiarkannya pergi ke Bogor lagi.

“Hai! Baru sampai?” Shana mendekat dan Kaivan segera merengkuhnya. Embusan nafas lelah dari lelaki itu selalu menjadi candunya. 

“Iya, aku baru sampai. Jadi, mau jalan sekarang atau mau pulang dulu?” Kaivan membuka pintu mobil di samping jok kemudi. Membiarkan perempuan itu masuk, lalu dia memutari mobil untuk masuk ke jok pengemudi. 

“Emm … gimana kalau nge-date dulu?” Shana menyerong duduknya agar bisa menatap Kaivan. Kaivan tersenyum manis. Sangat manis. Sampai tangan Shana terulur, mengusap sisi wajah yang terlihat lelah itu. Dia menggumam, “Aku rindu tau, Mas.”

Kaivan menangkap tangan Shana, dia mencium tangan itu lembut. Dia lantas berbicara dengan suara pelan, “I really miss you too.”

Sebelum menyalakan mesin mobilnya, Kaivan mendaratkan satu ciuman. Ya, hanya satu. Satu di kening, satu di pipi, dan satu di bibir. “Yuk! Kita nge-date!”

1
kanaikocho
Alur yang brilian
Bastiankers
terima kasih sudah berkunjung
Kiran Kiran
Wow, aku gak bisa berhenti baca sampai akhir !
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!