NovelToon NovelToon
Ketika Talak Telah Terucap

Ketika Talak Telah Terucap

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta Seiring Waktu
Popularitas:659.8k
Nilai: 4.8
Nama Author: Leny Fairuz

Pernikahan yang terjadi antara Ajeng dan Bisma karena perjodohan. Seperti mendapat durian runtuh, itulah kebahagiaan yang dirasakan Ajeng seumur hidup. Suami yang tampan, tajir dan memiliki jabatan di instansi pemerintahan membuatnya tidak menginginkan hal lain lagi.
Ternyata pernikahan yang terjadi tak seindah bayangan Ajeng sebelumnya. Bisma tak lain hanya seorang lelaki dingin tak berhati. Kelahiran putri kecil mereka tak membuat nurani Bisma tersentuh.
Kehadiran Deby rekan kerja beda departemen membuat perasaan Bisma tersentuh dan ingin merasakan jatuh cinta yang sesungguhnya, sehingga ia mengakhiri pernikahan yang belum genap tiga tahun.
Walau dengan hati terluka Ajeng menerima keputusan sepihak yang diambil Bisma. Di saat ia telah membuka hati, ternyata Bisma baru menyadari bahwa keluarga kecilnya lah yang ia butuhkan bukan yang lain.
Apakah Ajeng akan kembali rujuk dengan Bisma atau menerima lelaki baru dalam hidupnya...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Leny Fairuz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 4 Menangis Dalam Kesendirian

Tidak ada perubahan berarti dari sikap Bisma mengetahui bahwa Ajeng telah mengandung buah cinta mereka. Di mata mama dan Mayang, kelihatan bahwa ia suami sangat siaga. Ia cukup khawatir dengan kondisi Citra saat pingsan ketika mereka sedang sarapan bersama.

Tapi kembali lagi, tidak ada keinginan Bisma untuk mencari tau bagaimana menjaga mood bumil yang turun naik. Ia merutuk diri sendiri, karena sampai detik ini belum bisa menerima kehadiran Ajeng di sisinya.

Ia sudah berusaha mencoba, tapi perasaan tidak bisa dibohongi. Ia ingin merasakan getaran yang membuatnya merasakan rindu dan ingin selalu berada di sisinya dan membahagiakan pasangannya.

Bisma ingin merasakannya sekali saja. Tapi sudah memasuki lima bulan pernikahan, ia merasakan biasa saja. Karena sudah terbiasa mandiri, ia yakin kehadiran Ajeng tidak begitu berarti di hidupnya. Apalagi ia datang hanya di akhir pekan, itu pun jika ia tidak menginap di Bandung atau  Bogor.

Ia merasa berdosa karena membiarkan Ajeng menanggung semuanya seorang diri. Ia memang bukan imam yang baik. Karena itulah ia ingin melepas Ajeng untuk mencari kebahagiaannya sendiri.

Ia yakin, mama dan  Mayang akan menerima keputusannya. Pernikahan yang tidak ia inginkan membuatnya merasa terbelenggu untuk melakukan sesuatu yang bukan inginnya.

Sebelum terjadinya pernikahan, ia merasa bebas. Walau pun sebulan sekali ia pulang tak ada tuntutan dari mama. Tetapi begitu ijab qabul terjadi, ia memiliki kewajiban untuk selalu pulang di akhir pekan.

Bisma merasakan kosentrasinya akan pekerjaan menjadi terbagi. Ia sudah tidak fokus dalam bekerja, seperti dikejar waktu harus pulang di akhir pekan. Hingga tak terelakkan ia selalu membawa pekerjaan pulang ke rumah.

Ia sudah yakin Ajeng menerima keputusannya. Apalagi selama empat bulan bersama, sedikit pun tidak pernah ia mendengar keluhan Ajeng tentang sikapnya selama ini. Mama dan Mayang pun adem-adem saja. Ajeng memang perempuan yang baik, hanya saja dirinya belum merasakan feel, dari hubungan yang telah tercipta.

Kini Ajeng telah mengandung buah cinta yang tentu saja tidak pernah ia kehendaki sebelumnya. Ia tentu tidak bisa memaksakan kehendaknya begitu saja. Dalam Islam tidak boleh menceraikan wanita yang dalam keadaan hamil, apalagi ia sadar saat melakukannya.

Bisma memijit kepala yang tiba-tiba terasa sakit. Ia salah langkah. Ia lupa hubungan fisik  tanpa melibatkatkan yang terjadi antara dirinya dan Ajeng pasti berisiko. Walau pun di mata orang awan itu adalah normal. Tapi bagi dirinya ....

“Mas gak usah khawatir. Aku baik-baik saja,” suara Ajeng membuat Bisma mengalihkan tatapan pada wajah istrinya yang kini bangkit dari pembaringan.

Ada rasa berdosa pada sisi hati kecil Bisma dengan perbuatan yang ia lakukan. Tapi kembali keegoisan selalu membenarkan apa pun yang ia perbuat.

“Tidak Jeng. Kita akan melalui ini bersama,” ujar Bisma di keheningan malam setelah memikirkannya secara seksama.

Ajeng merasa ucapan Bisma tidak tulus. Ia terlalu  sering berhadapan dengan nasabah, jadi bisa membedakan mana yang serius dan yang main-main. Dalam pekatnya tatapan suaminya ia melihat bahwa ucapannya sebatas  tanggung jawab tanpa rasa sayang di dalamnya.

Ia membalik badan membelakangi Bisma dengan air mata yang langsung tercurah seperti bah. Tiada tempat untuk ia berbagi kedukaan saat ini. Ia terluka. Berita kehamilannya sangat membahagiakan bagi mertua dan kakak iparnya. Tapi disaat bersamaan ia tidak melihatnya pada raut wajah suaminya.

“Ya Allah... kuatkan hamba-Mu menjalani semua ini .... “ lirih Ajeng dalam do’a   yang ia selipkan untuk menguatkan mental dalam menjalani hari-hari ke depan.

Pagi itu seperti biasa Ajeng melayani nasabah tanpa banyak drama dalam kehamilannya. Hari Senin yang bagi sebagian orang tidak menyenangkan, tetapi sangat berarti bagi Ajeng.

Ia lebih nyaman dalam lingkungan kerja. Semua rekan mendukung dan saling menghibur satu sama lain.  Tiada kesedihan yang ia rasa jika berada di lingkungan kerja.

Tetapi begitu kembali ke rumah, hanya kesepian yang melanda. Tiada kehangatan apalagi pelukan mesra dari seorang yang bergelar suami. Hanya di tikar sembahyanglah tempat ternyaman bagi Ajeng untuk menumpahkan segala kegundahan yang ia rasa.

Saat usia kehamilan tujuh bulan pun, Bisma tidak bisa hadir. Acara pengajian meriah di gelar Nurita di kediamannya. Ia sangat bersyukur atas kehamilan menantunya.  Mayang pun antusias menyambut kedatangan tamu yang sebagian adalah keluarga besar mereka.

Ajeng merasa senang karena ayahnya dan Dimas serta lek Sumi adik perempuan satu-satunya sang ayah mau ikut berkunjung. Walau pun kebahagiannya kurang sempurna, tapi Ajeng bersyukur di kelilingi orang-orang yang menyayanginya.

“Bojomu ndi?” pak Samiran bertanya pelan sambil  memandang putrinya lekat karena tidak melihat keberadaan Bisma sejak kedatangannya dua jam yang lalu.

“Sih ono gawean di Jakarta pak,” Ajeng berkata lirih.

Ia berusaha menyembunyikan kesedihan. Ia tak ingin di usia sepuh bapaknya masih kepikiran hal-hal berat. Apalagi penyakit asma yang sudah lama ia idap, membuat fisiknya tampak lemah di usianya yang sudah menginjak 70 tahun.

Ajeng hanya ingin membahagiakan bapaknya. Sudah terlalu lama keluarga mereka merasakan sulitnya kehidupan sebagai petani yang memiliki lahan pas-pasan. Kini dirinya sudah bekerja, dan materi yang didapat dari suaminya juga melimpah ruah. Saatnya ia memberikan kebahagiaan pada bapak dan lek Sumi yang selalu mendukungnya sejak awal.

“Apa mas mu gak bisa pulang barang sebentar?” bisik lek Sumi ketika mereka sedang duduk bersama di hadapan ust. Fajrin yang akan memberikan tausiyah sekaligus doa selamat untuk dirinya dan janin yang kini semakin bertumbuh di dalam rahimnya.

“Mas Bisma sedang diklat di Yogya,” Ajeng berkata dengan wajah sedih, “Mungkin tiga hari lagi baru kembali.  Tugasnya juga dadakan ....”

“Yo weslah. Semoga kamu dan calon bayimu selalu sehat dalam lindungan Allah .... “ ujar lek Sumi sambil mengusap tangan Ajeng.

“Lihatlah sayang .... banyak yang sayang sama ade dan bunda,” lirih Ajeng dalam hati berusaha menguatkan hatinya sambil membelai perutnya yang semakin besar.

Malam setelah acara syukuran tujuh bulanan, Ajeng beserta bapak, Dimas dan lek Sumi kembali ke rumahnya. Saat ini ia merasakan kebahagiaan karena berkumpul bersama dengan bapak dan keluarganya dari kampung.

“Pak, aku sudah mendaftarkan bapak dan lek Sumi umroh bulan depan,” ujar Ajeng sambil menyerahkan berkas lengkap ke tangan kedua orang tua yang sangat ia kasihi.

“Lho nduk, apa tidak berlebihan?” lek Sumi menatapnya terharu dengan sorot berkaca-kaca.

“Tidak lek. Selama ini lek Sumi udah merawat bapak. Semua ini tidak seberapa dengan bantuan yang telah lek Sumi berikan pada bapak  dan Dimas.”

“Alhamdulillah ya Allah nduk. Semoga kamu dan bayimu sehat. Dilancarkan lahiran serta rezeki mu selalu melimpah.”

Rasa haru memenuhi hati Ajeng mendapat pelukan dari lek Sumi yang sudah ia anggap seperti ibunya sendiri. Begitu tulus menyayangi dirinya dan Dimas dan selalu mengurus semua keperluan  bapak selama Ajeng  kerja di Malang.

Memang ia tidak kekurangan kasih sayang dari mertua dan iparnya. Tapi ketulusan darisaudara terdekatnya membuat ia bersemangat dalam menjalani hidup.

Sebelum merebahkan diri di pembaringan, Ajeng memeriksa kembali ponselnya untuk melihat pesan yang masuk. Matanya menatap nanar pesan yang dikirim Bisma barusan.

“Maaf aku tidak bisa meninggalkan tugas. Mungkin Sabtu lusa aku tidak bisa pulang ke Malang. Angga minta aku langsung ke Bandung.”

Ajeng menyimpan kembali ponselnya dengan perasaan sedih. Suami sebagai tempat bermanja, apalagi disaat  baru melahirkan keturunannya. Ia sangat membutuhkan dukungan suaminya. Tapi ibarat pungguk merindukan bulan, Bisma semakin jauh dari jangkauan.

Mama mertua dan supir pribadi lah yang selalu menemani saat ia harus kontrol bulanan, untuk mengetahui tumbuh kembang janin dalam rahimnya. Ia tidak berharap banyak pada Bisma.

Saat-saat menjelang persalinan pun tiada kehadiran Bisma. Ia lebih mengutamakan pekerjaan ketimbang istri dan calon buah hatinya yang bakal lahir ke dunia.

Kini Ajeng sadar. Memang betul ujian pernikahan itu banyak. Ia mendapat mertua dan ipar yang kelewat baik, materi yang berlimpah, tapi suami yang seharusnya menjadi orang terdekat  malah  tak pernah peduli dan menganggapnya tak ada.

“Yang sabar ya, mama yakin suatu saat Bisma akan berubah.... “ ucapan Nurita hanya Ajeng balas dengan senyum dan anggukan.

Ia sudah pasrah dengan yang terjadi. Ternyata sampai detik ini tidak ada keinginan Bisma untuk mutasi ke Malang. Ia tetap asyik dengan dunianya. Dan Ajeng sangat maklum.

“Nanti kalau anakmu lahir, biar bawa pengasuh di rumah mama aja. Kasian kalau sendirian di rumah.”

“Ya ma,” Ajeng mengangguk menyetujui saran mertuanya.

Ia yakin Bisma tidak akan setuju jika ada orang lain, walau pun seorang babby sitter yang tinggal bersama mereka. Terpaksa ia menuruti keinginan mertua.

1
NJennah
kpn up lgi thoorrrr😭😭
Anisah Nisa
Karya ini sangat bagus dan menginspirasi, bagaimaa seorang perempuan mempertahankan marwahnya sebagai seorang ibu, berdiri diatas kaki sendiri, penuh kesabaran dan ketabahan menghadapi setiap ujian hidup, dan seorang lelaki yang tak punya pendirian, diberikan kesadaran dan hidayah untuk mempwebaiki diri, penyesalan yang tak berkesudahan , merasa kehilangan setelah berpisah, dari cerita ini dapat kita ambil kesimpulan, berpikirlah dulu sebelum berbuat agar kelak hidup kita tidak terbebani dengan sebuah penyesalan dan rasa bersalah, lanjut thor semangat 💪💪
Ika Atikotul Maola
ceritanya menarik, beda dr yg lain. sayangnya sering terjeda.
Dian Wikyani
ka ,ini mana lanjutan y ,, penasaran udah lama bgt ,,blm di up ,,semoga outhor y sehat2 ya,jd bisa segera update lGi
Fitra Susanti
sudah tmat y thor???
Silvia
ini dah gak up lg
Ade Hendaya
lama menunggu waktu yang pas untuk de ajeng menentukan pilihan hati
ir
Luar biasa
Heni Purwaningsih
authornya kemana ya ,kok g update2 lagi
Queeny Geulitz Syahputri
alhamdulillah.. semoga semua di lancarkan.
Queeny Geulitz Syahputri
up
Sera
tumben up nya lama thor...

sehat2 othor...
Maudy
mantap
Tri Rahmawati
lanjut thor...ditunggu
Sopiaa
dewi tidak tau malu
Sopiaa
mangkanya bisma nyesalkan sdh buang berlian eeee malah mungut batu kali
Yati Susilawati
ayo dong up😘
Sopiaa
bisma bisma bisma
Satria Putri
seorang istri akan terlihat cantik & menarik d mata laki2 lain.
Ai Oncom
kok blm up ya..?
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!