Gadis muda, bernama[Resa anggraini], yang haus kasih sayang dan perhatian,pertemuan dia dengan seseorang yang bernama [Hari ramadhan],berusia 32 tahun mempersatukan dua insan itu dalam sebuah ikatan di usianya yang masih 18 tahun.Konflik muncul ketika [Resa] berusaha menemukan kebahagiaan dan kasih sayang dalam pernikahan tersebut,berawal dari perkataan frontal gadis itu membawanya pada takdir yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ry, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Babb 25 Kebingungan dan keraguan
Nah, ini, ini orangnya! Abis dari mana sih. Di tungguin juga. Biasanya pan teteh yang duluan nyampe... Aku sampe lumutan tau gak? Nungguin teteh," kata Tina dengan muka kesalnya.
"Ish.." Desis Resa dengan mengangkat jari telunjuknya dan meletakkan di depan mulut Tina.
"Kamu itu yah. Kebiasaan," ucapnya lalu menyeret Tina agar mengikuti dirinya.
"Ada apa? Kalau bicara itu yang anggun gitu, teriak-teriak aja kaya Tarzan. Noh, gak liat kamu! Di perhatiin ibu negara," ucap Resa memperingati adiknya, dan menunjuk ke arah belakang Tina berada.
"Hehehe... Habisnya aku kesel nungguin teteh. Lama," jawab Tina cengengesan.
"Kamu tadi mau bicara apa, Tin?" tanya Resa setelah masuk ke dalam kamar mereka.
"Oh, itu loh, tadi aku bertemu Anita di plaza!" "Terus??"
FLASHBACK
Tina berjalan di lorong menuju mushola saat tiba waktu istirahat dengan tangan yang sibuk meng-scroll layar ponselnya. Hingga tanpa sengaja, dia menabrak bahu seseorang yang sedang berjalan kaki berlawanan arah.
"Aw... Ssh...." Ringis seseorang yang Tina tabrak sambil mengusap-usap bahunya yang terasa ngilu saat bertabrakan dengan Tina.
"Eh.. Maaf, maaf, aku gak sengaja," sesal Tina melirik orang yang mengadu kesakitan.
"Iyah, gak papa. Aku juga salah, ko, gak merhatiin jalan," jawabnya.
Tina terkejut saat mengetahui orang yang dia tabrak adalah temannya sewaktu di sekolah SMP.
"Eh, kamu! Anita!" tunjuk Tina.
Anita tersenyum. "Ah, iya, Tina. Kamu ngapain di sini? Lagi shopping, sama siapa? Sendirian?" tanya Anita penasaran melirik sekitar.
Tina tertawa. "Hahaha, aku shopping! Enggak, nit. Aku kerja di sini, di toko baju depan sana," tunjuk Tina memberitahu temannya.
Anita terkejut. "Oh, yah. Aku kira kamu lagi jalan!"
Tina mengajak Anita. "Mau mampir?"
Anita mengangguk, mengiyakan tawaran Tina. "Boleh," jawabnya antusias.
Tina mengajak Anita sholat bersama. "Bentar, bentar, aku sholat dulu, nanti lanjut ngobrolnya. Kamu udah sholat belum? Mau sholat bareng?"
Anita terkekeh mendengar perkataan Tina. Temannya yang satu ini kalau bicara selalu rame, gak ada remnya. Apa gak cape, yah, pikirnya.
"Aku lagi halangan, Tin. Kamu aja, aku tunggu di sana," jawab Anita menunjuk bangku yang berada di depan mushola.
"Oke, oke... Tunggu bentaran, yah. Lima menit, eh, nggak, 10 menit deh," sarkas Tina mengangkat tangannya sebelah, kemudian diangkat dua-duanya.
Setelah menunggu beberapa menit, akhirnya orang yang ditunggunya keluar dengan senyum cerianya menghampiri Anita yang sedang duduk manis di bangku yang tak jauh dari mushola.
"Ayo, nit!" ajak Tina sambil melangkah.
"Sekarang, di sibuk sama kegiatan apa, nit? Kamu jadi masuk SMK apa gimana?" "Ya, Tin, aku lanjut sekolah. Kebetulan hari Minggu, kan, libur, nih, jadi bisa healing, lah, refreshing dulu, biar gak mumet sama pelajaran sekolah. Eh, ngomong-ngomong, gimana kabar kaka kamu? Hebat, loh, dia bisa merubah A Ibrahim ke arah yang lebih baik lagi," kata Anita.
"Maksud kamu, siapa, nit?" tanya Tina.
"Ya, kaka kamu, Teh Resa! Padahal, ni, yah, tadinya, kan, A Ibra itu terkenal badung-nya, semenjak jadi pacar Teh Resa, dia berubah drastis jadi anak alim, gitu. Aku salut sama kegigihan Teh Resa, patut diacungi jempol," jelas Anita antusias sambil mengacungkan kedua jempol tangannya.
Sedangkan Tina hanya bengong dengan keterkejutannya, seketika pikirannya nge-blank, tiba-tiba berpikir keras, seingatnya, kakaknya gak pernah bahas Ibrahim, tapi ko, temannya bisa bilang gitu.
"Apa iya, yah, aku ko gak tau?" jawab Tina dengan pikiran yang masih menerka-nerka kebingungan.
Anita terkekeh melihat reaksi Tina. "Iyah, bener, Tin! Aku lihat sendiri, ko, A Ibra jadi anak yang rajin sholat, rajin mengaji, dan rajin berpuasa, gitu. Aku salut, loh, Teh Resa bisa merubahnya jadi anak yang baik," kata Anita.
Tina masih terlihat bingung, tapi dia tidak ingin menanyakan lebih lanjut tentang hal itu.
"Kamu kenapa, Tin? Kaya yang bingung, gitu," tanya Anita merasa heran dengan tingkah temannya.
"Hah, apa? Gimana?" jawab Tina.
"Tuh, kan, kamu, mah. Denger gak, sih, apa yang baruan aku obrolin?" tanya Anita.
"Hehehe, maaf, aku hanya kaget aja, soalnya, setahu aku, Teh Resa gak pernah bahas A Ibra sama aku, loh, nit. Nanti, deh, habis pulang kerja, di tanyain langsung sama orangnya, biar tau pasti. Ceritanya, gimana?" jawab Tina sambil cengengesan.
"Heleh... Kamu, mah, kebiasaan.tapi maaf nih,aku gak jadi mampir soalnya di tunggu seseorang,Aku mau lanjut jalan, udah ada yang nungguin di depan! Bilangin makasih sama kaka kamu, udah bikin ponakan aku berubah, bay. Aku pergi dulu, sampai ketemu di kemudian hari," ucap Anita yang berjalan terburu-buru sambil melambaikan tangannya.
***
"Begitu cerita nya, Teh," jelas Tina sambil mengamati ekspresi wajah kakaknya yang diam terpaku dengan sorot mata tajamnya. Tak lama kemudian, Resa berkata, "Terus?"
Dengan ekspresi kesal, Tina menatap kakaknya. "Ck, yang bener aja, Teh. Masa cuma bilang gitu... Jelasin ke, aku pan kepo maksimal. Masa orang lain tau, aku enggak!"
Resa tersenyum. "Mmmm, yah, mau cerita apa atuh, Tin? Teteh juga malah kaget sama cerita kamu."
Tina penasaran. "Lah, lah. Kaget gimana? Terus, yang si Anita ceritain sama aku tadi itu gimana klarifikasi nya, Teh?"
Resa menjelaskan. "Ya, gak tau lah. Mana mungkin teteh pacaran sama si Ibra. Semenjak kelulusan dulu, teteh gak pernah ketemu dia lagi... Kalau dia berubah ke arah yang lebih baik lagi, sih, itu malah lebih bagus. Secara, nih, dulu, dia kan anaknya urakan, pake ngeselin banget lagi."
Tina menyela. "Fiks! Berarti yang di ceritain sama Anita itu benar, dong?"
Resa mendesis merasa jengah dengan tingkah adiknya. "Ish, kamu mah, Tin, suka menyimpulkan sendiri. Orang teteh belum selesai bicara juga."
Tina hanya cengengesan dengan tampak wajah tak berdosa. "Hehehe... Terus, gimana? Lanjutin, ngapa? Jangan setengah-setengah. Kalau mau cerita, itu yang jelas, biar gak salah paham, akunya."
Resa tersenyum. "Heuleuh, kamu mah, Tin, bisa ae balikin keadaan."
Tina meminta Resa melanjutkan ceritanya. Resa melanjutkan dengan suara pelan karena takut di dengar oleh ibu tirinya yang sedang duduk manis menyaksikan sinetron ikan terbang.
Jadi, gini ceritanya, Tin. Waktu habis kelulusan itu, tiba-tiba teteh di ajak Devi sama Wati ke belakang gedung sekolah. Setelah nyampe, ternyata udah ada Ibrahim yang nungguin di sana. Teteh kira, yah, cuma kebetulan aja, tau-taunya emang udah di rencana biar bisa ketemu. Dan terjadilah, dia nyatain perasaannya sama teteh, tapi karena rasa terkejut itu, teteh hanya diam melongo, kemudian berlari meninggalkan tempat itu tanpa memberi kepastian sama dia.
Dan ke keesokan harinya, Devi nanya lagi, terus ngasih saran agar nerima dia. Toh, sebentar lagi, kan, kelulusan, kalau pun pacaran juga pasti gak akan bisa ketemu karena terhalang jarak dan waktu, apa lagi kita kan jarang di izinin pergi keluar jauh-jauh, kan. Terus, Devi bilang, biar aku sama Wati aja yang urus, kalau teteh gak mau nemuin Ibrahim lagi. Ya, udah, di biarin aja. Teteh pikir udah aja berlalu, gitu. Gak tau gimana cerita kelanjutannya karena Wati juga gak ada bilang apa-apa lagi sama teteh.
"Wah, bahaya ini, mah! Misalnya, nih, yah! Kalau yang di bilang Anita bener, pasti ini mah akal-akalan si Wati atau Devi yang pura-pura jadi teteh gitu," tebak Tina sambil menangkup tangannya di bawah dagu.
"Masa sih mereka nekat begitu, Tin? Apa nggak cape berperan dua orang? Sedangkan yang teteh tau dulu, mereka udah pada punya pacar, loh," kata Resa dengan ekspresi bingung.
"Yah, bisa aja, atuh, Teh! Secara nih, ya, dia pan hobinya nge rusuhi kita-kita. Apa lagi, aku perhatikan kerjaannya sibuk sama HP mulu, gak ada berhentinya, tuh, ponsel berdering. Sampai pegel sendiri, aku liatnya juga," kata Tina dengan nada kesal.
Resa hanya diam dengan ekspresi bingungnya, menerka-nerka yang telah terjadi belakangan ini. Malah menambah mumet pikirannya.
Sedangkan Tina sudah tantrum, tak bisa diam, guling sana sini, mengekspresikan kekesalan yang tak tau harus ia lampiaskan pada siapa. "Gak habis pikir, sih! Mereka kok bisa berani begitu, sih! aku gak percaya, sih!" Tina terus mengeluh dengan nada kesal.
Setelah magrib tiba, Resa bersiap-siap untuk mengikuti pengajian rutinan bersama Ibu-ibu. Namun, baru sampai di halaman, langkahnya terhenti karena kedatangan seseorang yang telah memarkirkan motor di depannya.
"Loh, Om, ko, kesini? Ngapain?" tunjuk Resa kaget dan mengedarkan pandangannya, takut ada orang yang melihat kedatangan pria yang berpenampilan cool dengan jaket kulit yang melapisi tubuh atletisnya.