Gendhis Az-Zahra Bimantoro harus menerima takdir kematian ayahnya, Haris Bimantoro dalam sebuah kecelakaan tragis namun ternyata itu adalah awal penderitaan dalam hidupnya karena neraka yang diciptakan oleh Khalisa Azilia dan Marina Markova. Sampai satu hari ada pria Brazil yang datang untuk melamarnya menjadi istri namun tentu jalan terjal harus Gendhis lalui untuk meraih bahagianya kembali. Bagaimana akhir kisahnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serena Muna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Uang dan Pengaruh
Kekuatan uang dan pengaruh memang menjadi tameng yang sangat kokoh bagi Marina dan Khalisa. Mereka berdua bisa melenggang bebas tanpa rasa takut sedikit pun tersentuh hukum. Gurita bisnis mendiang Haris Bimantoro, yang kini berada di bawah kendali mereka, memberikan mereka kekuasaan yang tak terbatas. Mereka bebas melakukan apa pun yang mereka inginkan, tanpa ada yang berani mengusik.
Marina dan Khalisa, dengan segala kekayaan dan pengaruh yang mereka miliki, mampu membeli hukum dan keadilan. Mereka bisa dengan mudah menyuap para penegak hukum yang korup, membuat mereka kebal terhadap segala tuntutan dan dakwaan. Tak ada yang bisa menyentuh mereka, tak ada yang bisa menghentikan mereka.
Gurita bisnis yang diwariskan oleh Haris Bimantoro, yang dulu dibangun dengan susah payah dan keringat, kini menjadi mesin uang bagi Marina dan Khalisa. Mereka berdua memanfaatkan perusahaan-perusahaan itu untuk memperkaya diri sendiri, tanpa mempedulikan nasib para karyawan dan orang-orang yang bergantung pada bisnis tersebut.
Marina dan Khalisa tidak lagi memiliki rasa belas kasihan. Mereka hanya memikirkan keuntungan dan kekuasaan. Mereka tidak segan-segan untuk menindas dan memanfaatkan orang lain demi kepentingan mereka sendiri. Mereka telah berubah menjadi sosok yang sangat kejam dan rakus.
Keluarga Bimantoro yang dulu dikenal sebagai keluarga yang baik dan dermawan, kini telah berubah menjadi keluarga yang penuh dengan intrik dan kejahatan. Marina dan Khalisa telah mencoreng nama baik keluarga tersebut dengan tindakan-tindakan mereka yang tercela.
Masyarakat yang dulu menghormati keluarga Bimantoro, kini mulai mencibir dan membenci mereka. Mereka tidak menyangka bahwa keluarga yang kaya raya itu ternyata menyimpan kejahatan yang begitu besar.
Namun, Marina dan Khalisa tidak peduli dengan apa yang dikatakan orang tentang mereka. Mereka hanya ingin menikmati kekayaan dan kekuasaan yang mereka miliki. Mereka tidak peduli dengan akibat dari perbuatan mereka.
Kekuasaan dan uang telah membutakan hati dan pikiran mereka. Mereka tidak lagi bisa membedakan antara yang benar dan yang salah. Mereka hanya tahu bagaimana caranya mendapatkan lebih banyak uang dan kekuasaan.
****
Renan duduk termenung di ranjang rumah sakit, pikirannya dipenuhi rasa bersalah dan khawatir. Ia sangat sedih karena kedua orang tuanya belum berhasil membawa Gendhis keluar dari neraka yang diciptakan oleh Khalisa dan Marina. Ia merasa tidak berdaya, tidak bisa melindungi gadis yang sangat berarti baginya itu.
"Gendhis, maafkan aku," gumam Renan, dengan suara yang lirih. "Aku janji akan segera menyelamatkanmu dari sana."
Renan sangat ingin segera membawa Gendhis pergi jauh dari rumah itu, memulai hidup baru yang lebih baik dan bahagia. Namun, ia tahu, Marina dan Khalisa bukanlah lawan yang mudah dikalahkan. Mereka adalah wanita-wanita licik dan kejam, yang tidak akan segan-segan menggunakan segala cara untuk mempertahankan kekuasaan mereka.
"Mereka seperti iblis betina," kata Renan, dengan nada yang marah. "Mereka tidak punya hati nurani. Mereka hanya memikirkan uang dan kekuasaan."
Renan teringat akan janjinya kepada mendiang Haris, ayah Gendhis. Ia berjanji akan menikahi dan melindungi Gendhis, namun sekarang ia justru tidak bisa berbuat apa-apa. Ia merasa telah mengkhianati kepercayaan Haris.
"Aku adalah laki-laki yang lemah," kata Renan, dengan nada yang putus asa. "Aku tidak bisa memenuhi janjiku. Aku telah gagal melindungi Gendhis."
Renan kemudian memejamkan matanya dan berdoa. Ia memohon kepada Tuhan untuk memberikan kekuatan dan petunjuk. Ia berharap, Tuhan akan membantunya untuk menyelamatkan Gendhis dari cengkeraman Marina dan Khalisa.
"Ya Tuhan, tolonglah aku," doa Renan, dengan suara yang lirih. "Berikan aku kekuatan untuk melawan mereka. Selamatkanlah Gendhis dari neraka itu."
Renan tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Ia merasa sangat bingung dan putus asa. Namun, ia tidak mau menyerah. Ia akan terus mencari cara untuk menyelamatkan Gendhis, meskipun ia tahu itu tidak akan mudah.
"Aku tidak akan menyerah," kata Renan, dengan nada yang penuh tekad. "Aku akan terus berjuang sampai aku berhasil membawa Gendhis keluar dari sana."
****
Marina dan Khalisa, dua wanita yang haus akan kekuasaan dan harta, kini menjelma menjadi sosok yang angkuh dan kejam. Mereka tidak lagi menghormati siapapun, bahkan sesama orang kaya sekalipun. Apalagi terhadap mereka yang dianggap miskin, mereka memperlakukan mereka dengan sangat merendahkan, seolah-olah derajat mereka jauh di bawah mereka.
"Mereka itu hanya sampah masyarakat," kata Marina, dengan nada yang sinis. "Tidak pantas untuk kita hormati."
"Betul sekali," timpal Khalisa. "Mereka hanya akan menghabiskan uang kita saja."
Marina dan Khalisa tidak lagi peduli dengan perasaan orang lain. Mereka hanya memikirkan diri mereka sendiri dan keluarga mereka. Mereka ingin hidup mewah dan bergelimang harta, tanpa mempedulikan orang-orang yang ada di sekitar mereka.
Di perkebunan dan peternakan di Bandung dan Sukabumi, Marina mulai berani bertindak sewenang-wenang kepada para pekerja. Ia tidak lagi menghormati hak-hak mereka sebagai pekerja. Ia seringkali memarahi mereka dengan kata-kata kasar dan merendahkan.
"Kalian semua ini memang tidak berguna! Hanya bisa membuat masalah saja!" bentak Marina, kepada para pekerja.
"Jika kalian tidak bekerja dengan benar, saya tidak akan segan-segan untuk memecat kalian!" ancamnya.
Para pekerja hanya bisa menunduk dan pasrah menerima perlakuan kasar dari Marina. Mereka tidak berani melawan karena takut kehilangan pekerjaan.
Sementara itu, di perusahaan, Khalisa juga tidak kalah kejamnya. Ia berani memainkan direksi perusahaan untuk membuat semua keputusan Prasojo berjalan mulus. Ia menggunakan kekuasaannya untuk menekan para direktur yang tidak sependapat dengannya.
"Kalian semua harus menuruti apa yang saya katakan! Jika tidak, kalian akan menyesal!" ancam Khalisa, kepada para direktur.
"Kami tidak akan mentolerir siapapun yang berani melawan kami," timpal Marina.
Para direktur yang ketakutan, hanya bisa pasrah dan menuruti semua perintah Khalisa. Mereka tidak ingin kehilangan jabatan dan kekuasaan mereka.
Stefanny, yang kini mengendalikan media, juga ikut andil dalam memperkuat kekuasaan keluarga mereka. Ia menggunakan media untuk memframing mereka sebagai keluarga yang baik dan dermawan. Ia membuat berita-berita yang positif tentang keluarga mereka, sehingga masyarakat tidak curiga dengan kejahatan yang mereka lakukan.
"Keluarga kami adalah keluarga yang sangat peduli dengan sesama," kata Stefanny, dalam salah satu berita yang ia buat. "Kami selalu berusaha untuk membantu orang-orang yang membutuhkan."
Berita-berita yang dibuat oleh Stefanny, tentu saja tidak sesuai dengan kenyataan. Masyarakat yang tidak tahu apa-apa, hanya bisa percaya dengan apa yang mereka lihat dan dengar dari media.
****
Stefanny memang lihai dalam membungkus bangkai busuk keluarga itu. Setiap kali ada kasus yang mencuat, ia selalu berhasil mengalihkannya dengan kasus viral lain yang lebih menarik perhatian publik. Media yang ia kendalikan dengan cekatan memutarbalikkan fakta, menciptakan opini publik yang menguntungkan bagi keluarga mereka. Alhasil, Marina dan Khalisa merasa semakin sombong dan angkuh, karena mereka merasa tidak tersentuh oleh hukum.
"Lihatlah mereka, para domba-domba itu. Mereka begitu mudahnya teralihkan," seringkali ucap Stefanny, sambil tertawa puas.
"Tentu saja, aku sudah mengendalikan media. Apa yang tidak bisa kulakukan?" sahutnya, dengan nada angkuh.