Vonis dokter tentang dirinya yang seorang penderita Azoospermia membuat Dean memutuskan untuk memiliki anak adopsi. Karena baginya, tak ada wanita yang ingin menikah dengan pria yang di anggap mandul sepertinya.
Namun, pertemuannya dengan Serra membuat perubahan baru dalam hidupnya. Serra, seorang wanita yang memilih Childfree dalam kehidupannya. Membuat kekasihnya memilih untuk menikah dengan wanita lain karena pilihannya itu.
Tak di sangka, Serra dan Dean justru jatuh hati pada seorang anak bernama Chio. Ia bocah berusia 3,5 tahun yang harus menetap di panti asuhan setelah mengalami kecelakaan bersama kedua orang tuanya. Naasnya, kedua orang tuanya tak dapat di selamatkan.
Satu tujuan dua masalah yang berbeda, sayangnya pilihan keduanya mengadopsi jatuh pada anak yang sama.
“Kita nikah aja deh, kamu childfree dan aku gak bisa ngasih kamu anak. Impas kan? Biar kita sama-sama dapat Chio.” ~Dean
“Ya sudah, ayo nikah!“ ~ Serra
Pernikahan yang saling menguntungkan? Yuk baca!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kenz....567, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mas suami
"Aaku ...." Dean bingung menjelaskan pada Serra, ia takut wanita itu marah padanya. Selama ini Dean selalu diam-diam memaatikan air apartemennya agar air seni Serra tertampung dan dia bisa mengetesnya dengan testpack. Dirinya masih berharap, jika ada keajaiban Serra dapat hamil. Sayangnya, sudah berulang kali ia coba tetap saja hasilnya mengecewakan.
"Dean, apa kamu sedang dalam kesulitan ekonomi? Restomu sepi yah? Jadi gak sanggup bayar air?"
"Eh?!" Dean pikir Serta akan mencurigainya. Di luar dugaan, wanita itu justru berpikir jika dirinya tak bisa membayar tagihan air.
"Serra ...,"
"Tak apa Dean, biar aku bayarkan. Berapa nomornya? Aku akan membantumu membayar air, apa unit ini juga masih sewa? Aku akan membayar sewanya, kamu tenang saja. Aku tak akan membuatmu susah,"
Serra berbalik, ia meraih ponselnya dan berniat membayar tagihan. Dean yang melihat itu segera meraih ponsel Serra. Tentunya, istrinya itu tak terima. Namun, tanpa ada kata yang keluar dari mulut Dean, tiba-tiba dia menarik Serra dalam pelukannya. Serra pun bingung dengan perlakuan Dean yang tiba-tiba ini.
"Biarkan seperti ini sebentar." Lirih Dean.
"Ada apa? Kenapa habis dari kamar mandi kamu seolah baru saja pulang dari bulan?" Heran Serra.
Dean baru melepas pelukannya setelah tenang, ia mengembalikan ponsel Serra. Tentunya wanita cantik itu bingung dengan sikap suaminya. "Terus air gimana?" Tanya Serra.
"AKu cek meteran dulu, kamu lanjut tidur aja." Dean memutuskan keluar kamar, meninggalkan Serra yang kebingungan di buatnya.
"Aneh banget sih, masa sering banget ma.ti air." Gumam Serra.
.
.
.
Dean membawa Chio ke Resto nya, sebab Serra sedang sibuk di toko kuenya. Pekerjaan Dean lebih santai dari Serra, karena ia tak harus turun tangan menghandle restonya. Berbeda dengan Serra yang masih sibuk mengatur karyawannya.
"Chio, Papi mau ngobrol sebentar sama Om. Chio diam di sini dulu yah, jangan kemana-mana." Pinta Dean pada putranya itu.
"Heum! Tapi kambing lapal, dali tadi belicik telus."
"Yasudah, minta Roti sama om yang ada di sana tuh." Unjuk Dean pada seorang pelayan yang sedang merapihkan meja.
Chio mengangguk, "Ayo kambing kita minta makan cama Om."
"Kwek! Kwek!"
Setelah memastikan putranya anteng, Dean kembali berbicara dengan manager Resto nya. Keduanya membicarakan persoalan Resto dan mencari solusi dari masalah. Sementara Chio, dia masih menunggu roti yang sedang di ambil oleh olayan.
"Cabal yah kambing, loti nya lagi di cali." Ucap Chio sembari mengelus kepala bebeknya.
Tatapan Chio beralih menatap ke atah seorang pelayan yang membawa bebek bakar di piring besar. Melihat itu, mata Chio terlihat berbinar terang. Ia baru melihat hal itu. Namun, dia tidak tahu itu apa.
"Ini rotinya, cukup?" Tanya pelayan itu sembari menyerahkan piring yang berisikan roti.
"Kecilnya lotinya, nda ada yang becal?" Protes Chio.
Pelayan laki-laki itu terlihat bingung, "Sebesar apa?" Tanya nya.
"Cebecaaal ... itu!" Unjuk Chio pada bebek bakar yang tersaji di salah satu meja.
Melihat apa yang Chio tunjuk, pelayan itu tertawa kecil. "Adek, itu bebek bakar."
"BEBEK BAKAAAAL?!" Raut wajah Chio tampak syok, teriakannya membuat pelanggan lain menatap ke arahnya. Dean dapat mendengar teriakan Chio, karena khawatir ia pamit pada manager restonya untuk menghampiri putranya.
"Kenapa? Chio kenapa?" Dean melihat putranya terlihat panik.
"Papi ekhee kita pulang, kita pulaaaang! Tegana olang-olang makan temannya ci kambing hiks ... di bakaaal hiks ... tega nyaaa hiks ... nanti ci kambing di bakal buat makan hiks ... jangan hiks ...,"
"Eh bakar?"
"Tuan, maaf. Dek Chio melihat bebek bakar jadi dia berpikir jika peliharaannya akan di bakar juga." Terang pelayan itu.
Mendengar penjelasan pelayan itu, Dean baru mengerti. Ia segera menggendong putranya dan membawanya pergi. Dari pada Chio menangis di sana, lebih baik ia membawanya pergi dulu.
"Kenapa olang tega makan ci kambing hiks ... kaciaaan hiks ...,"
"Chio juga makan ayam, ayam kan sepupuan sama kambing." Ujar Dean meledek putranya.
"Cepupu? Dali mana? Nda milip, ci kambing mulutnya lebaaaal, kalau ayam yang Chio makan kecil ada bando nya juga."
"Hais, terserahlah."
Dean membawa Chio ke taman bermain, sudah lama anak itu tak bermain di luar. Biasanya Dean melepas Chio bermain bersama bebeknya, terkadang Chio juga bermain bersama teman yang seumurannya. Dean hanya tinggal mengamatinya dari kursi taman.
Pria tampan itu mengamati putranya bermain, tak sadar Dean tersenyum melihat tingkah Chio yang menggemaskan. Bebeknya terus berlari lincah, sementara Chio kesulitan berlari mengejarnya.
"KAMBIIIING! JANGAN BANYAK LALI! CHIO BELAT BAWA PELUUT! CITU KAN BAWA BIBIL, NDA BAWA PELUUT! CABAAAL LALINYAAA!" Teriak Chio kesal.
Dean tertawa kecil, "Chio ... Chio ... bebek di bilang kambing."
Cup!
Dean terkejut saat merasakan pipinya di k3cup oleh seseorang. Ia segera memegang pipinya dan berbalik. Dirinya berniat akan memarahi orang yang sudah lancang menc1umnya. Namun, saat melihat keberadaan istrinya, raut wajah Dean berubah tenang.
"Serra! Kau mengejutkanku!" Seru Dean dengan raut wajah syok.
"Oh Mas suami kaget yah," Serra justru tertawa meleedek Dean.
"Tentu saja! Kenapa kamu bisa ada disini?" Heran Dean.
Serra tak menjawabnya, ia justru merangkul lengan Dean dan duduk di sebelah pria itu. Tatapan keduanya kembali menatap ke arah Chio yang belum melihat keberadaan Serra. Ia terlalu fokus mengejar bebeknya yang berniat bermain petak umpet dengannya.
"Cuman menebaknya aja, eh ternyata benar."
"Oh ceritanya tahu isi pikiranku yah? Gak coba masuk ke hatiku aja?" Ledek Dean sembari menc0leek dagu Serra.
"Lah, emang dari kemarin belum masuk?" Tanya Serra sembari mendongak menatap wajah pria tampan itu.
"Heum ...." Dean terlihat seperti orang berpikir. Serra melepaskan rangkulannya dari tangan Dean.
"Kayaknya gak cuman di dalam hati, tapi udah nembus sampai ke jantungku."
"Deaaaan! Kenapa kamu jadi pintar menggombal sekarang siiih!" Rengek Serra, ia berpikir jika Dean serius dengan ucapan pertamanya tadi.
Dean tertawa, ia merangkul Serra dan meng3cup pelipis wanita itu. "Tidak ada alasan untuk tidak menempatkanmu di hatiku. Kalau kamu? Apa kamu sudah membuang si cecep itu dari dalam hatimu?"
"Udah belum yah?"
"Serr ... serius loh aku!" Kesal Dean.
Serra terkekeh kecil, ia meraih wajah pria itu dan meng3cup cepat pipinya. "Sudah sayang,"
"Sayang?" Dean rasanya ingin terbang mendengar Serra memanggil sayang padanya untuk pertama kalinya. Ia merasa ada ribuan kupu-kupu yang menari di perutnya.
"Coba panggil lagi." Pinta Dean sembari mendekatkan telinganya di bibir Serra.
"Sa ... CHIO!"
Serra terkejut melihat Chio yang di dorong oleh anak lainnya. Ia segera beranjak pergi menghampiri Chio, meninggalkan Dean yang menghela nafas pasrah. Namun, rasa pasrah Dean hilang tergantikan dengan raut wajah syoknya saat melihat Serra mendorong anak yang sudah mendorong putra mereka.
"Aduh, jangan Serra! Bukan tandinganmu ituuu!" Dean berlari menghampiri Serra, ia lekas membawa pergi Serra dan Chio dari sana takut orang tua anak itu datang. Memang anak itu tak menangis saat Serra mendorongnya, dia hanya beranjak berdiri dan berlari. Mungkin, mencari orang tuanya. Khawatir akan terjadi keributan, Dean memilih membawa Serra menjauh.
"Apaan sih! Aku gak terima anakku di dorong sama dia!"
"Iya aku ngertii, tapi jangan ribut disini."
Tiba-tiba langkah keduanya terhenti saat di hampiri oleh dua orang berpakaian hitam. Tanpa bertanya, Dean tahu keduanya siapa. Siapa lagi, kalau bukan orang suruhan papanya. Entah kali ini datang menghampirinya untuk apa.
"Ada apa?"
"Kami hanya memberi ini Tuan. Tuan besar berharap, anda dan Nona dapat datang ke acara gender reveal calon anak Tuan Eric dan Nona Tara."
Dean meraih undangan itu, ia menatapnya sejenak dengan perasaan yang tak biasa. "Apa suatu saat nanti aku akan merasakan hal ini?" Batin Dean.
Berbeda dengan Serra yang justru menarik satu sudut bibirnya, "Sepertinya akan seru jika Tuan besar sombong itu tahu jika cucu pertamanya sudah di buat sebelum pernikahan." Batin Serra.
___
Triple yah kawaaaaan🤓
semoga setelah ini Serra, soalnya kan ini masa subur"nya Serra yaak.