Yaya_ gadis ceria dengan sejuta rahasia.
Ia selalu mengejar Gavin di sekolah,
tapi Gavin sangat dingin padanya.
Semua orang di sekolah mengenalnya sebagai gadis tidak tahu malu yang terus mengemis-ngemis cinta pada Gavin. Namun mereka tidak tahu kalau sebenarnya itu hanya topengnya untuk menutupi segala kepahitan dalam hidupnya.
Ketika dokter Laska memvonisnya kanker otak, semuanya memburuk.
Apakah Yaya akan terus bertahan hidup dengan semua masalah yang ia hadapi?
Bagaimana kalau Gavin ternyata
menyukainya juga tapi terlambat mengatakannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3
Alis Yaya terangkat bingung. Kapan ia masuk kantor papanya? Orang dia juga baru sampai rumah.
Pandangannya berpindah ke seseorang yang berdiri disebelah papanya. Dia adalah Sara, kakak tirinya. Yaya tersenyum sinis, ia mengerti sekarang. Pasti cewek itu yang bikin ulah dan sengaja bawa-bawa namanya. Ia tahu sekali sifat buruk Sara karena sudah berkali-kali gadis itu memfitnahnya.
"Udah Ya, minta maaf aja sama papa."
Ucap Sara sok polos. Yaya mendengus keras.
"Ngapain gue minta maaf kalo lo yang bikin salah." balasnya ketus.
"Yaya jaga mulut kamu." sergah papanya.
"Tapi pa,.."
"Jangan nuduh orang lain kalau kamu yang salah."
Loh, bukannya kebalik ya? Yang salah itu kan Sara, kenapa malah jadi dia. Yaya menatap papanya kesal.
"Sebenarnya yang anak papa itu Yaya atau dia sih pa? Kenapa papa lebih percaya sama dia?" balasnya marah.
Papanya menghembuskan nafas kasar.
"Karena kamu memang tidak bisa dipercaya, mama kamu juga meninggal karena kecerobohan kamu kan?"
Gadis itu terdiam. Ini nih yang paling membuatnya kecewa. Ketika papanya mengait-ngaitkan masalah kecil dengan kematian mamanya. Tanpa aba-aba gadis itu berbalik mengunci pintu kamarnya dan melemparkan diri diatas tempat tidurnya.
"Yaya, tidak sopan kamu ya. Buka pintunya!" teriak papanya lagi dari luar dengan luapan emosi yang menyala-nyala tapi gadis itu diam saja tak mau dengar.
Dari dalam ia bisa dengar suara Sara yang menenangkan papanya. Beberapa menit kemudian tidak terdengar suara papanya lagi. Mereka mungkin sudah pergi. Gadis itu mendengus kesal.
Tanpa sadar airmatanya terjatuh di pipinya tapi cepat-cepat dihapusnya. Ia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk menjadi kuat. Tidak ada yang boleh melihat kelemahannya. Gadis itu memilih membenamkan dirinya ke bawah bantal sampai tertidur.
***
Besoknya Yaya tidak punya mood berangkat sekolah, meskipun ia tetap pergi. Gimana mau senang kalau dari pagi sudah disemprot papanya dengan kemarahan sih pria tua itu, jajannya bahkan hanya dikasih 50rb seminggu. Sangat tidak masuk akal, mana cukup uang segitu buat seminggu, orang miskin saja dikasih segitu pasti tidak akan cukup buat tiga hari.
Ia ingat dulu waktu masih ada mamanya, jaman-jaman dia SMP. Semua anggota keluarganya selalu manjain dia dan jajannya tidak pernah kurang. Sekarang, papanya mikir banget buat ngasih dia uang jajan. Sara doang yang dikasih. Segitu teganya papanya sama dia.
"Aarghh...."
Yaya menjerit pelan saat merasakan sesuatu yang dingin membasahi seragamnya dan menusuk sampai ke sekujur tubuhnya. Ketika ia mendongak kedepan, tatapannya bertemu dengan sepasang mata hitam pekat yang sedang menatapnya tajam, membuatnya merasa terintimidasi.
Cara berpakaian orang itu asal-asalan dan sekarang kemejanya pun basah karena jus gadis itu. Satu hal yang ada dibenak gadis itu, tatapan itu sungguh menakutkan.
"A..aku yang nabrak yah?" gumamnya menatap cowok itu dengan suara terbata sambil tersenyum kikuk. Cowok itu masih menatapnya tajam.
"Ganti."
Satu kata yang keluar dari mulut cowok itu. Suaranya datar, penuh penekanan dan amat mengintimidasi.
Yaya menatap cowok itu bingung.
"Lo udah rusakin buku perpustakaan."
Cowok itu menunjuk sebuah buku cetak yang sudah tergeletak dilantai dengan keadaan basah dan robek. Yaya mengikuti arah pandang cowok itu dan sukses membuat bola matanya membulat besar.
Ia merutuki kecerobohannya. Aduh, gimana ia harus menggantinya, dia kan tidak punya uang sebanyak itu. Dilihat dari ketebalan buku itu, harganya pasti lebih dari 200 ribuan.
Pandangannya kembali berpindah ke cowok yang tingginya sebelas dua belas sama Gavin itu. Pokoknya dirinya hanya akan mencapai bahu kalau berdiri ditengah-tengah mereka.
"A.. aku nggak punya uang sebanyak itu, gimana dong?" ucapnya ke cowok itu takut-takut.
Cowok itu mendekat selangkah dan menatapnya intens, membuat Yaya menelan ludahnya.
"Bener aku nggak bohong deh. Suer."
Tambah Yaya lagi mengangkat dua jarinya yang menunjukkan huruf V tanda ia tidak berbohong.
Cowok itu mencibir.
"Gue nggak mau tahu, lo harus ganti kalo lo nggak mau gue rontokin semua gigi lo." ancam cowok itu berhasil membuat nyali Yaya ciut seketika.
Ekspresi cowok itu tampak tidak main-main, wajahnya terlihat sangar meski tampan. Kulitnya putih bersih dan tampak terurus di balik cara berpakaiannya yang awut-awutan, sangat jauh dari kata rapi. Ini pertama kalinya Yaya melihat cowok itu disekolah dan langsung tobat seketika bertemu dengan cowok semacam itu, sekalipun wajahnya ganteng banget.
Tobat deh tobaaat.
Gadis itu merutuki nasib sialnya.
"Heh, lo denger gue kan?" sentak cowok itu lagi mengagetkan Yaya dari lamunannya.
"I..iya.." sahut cewek itu takut-takut.
"Huh, dasar gembel." ucap cowok itu dengan nada merendahkan sebelum akhirnya berlalu dari depan Yaya.
Yaya menatap kepergian cowok menakutkan yang ia tidak tahu siapa namanya itu dengan wajah cemberut. Ia memang tidak punya uang, tapi bukan berarti dia gembel kan. Gadis itu tidak terima dikatain gembel. Papanya kan punya perusahaan besar. Katanya dalam hati lalu pergi dari situ. Untung tidak ada orang yang liat, kalau tidak dia akan dipermalukan banget pastinya, mengingat banyak banget orang disekolah ini yang tidak menyukainya.
Dikelas, pekerjaannya hanya melamun. Ancaman cowok yang ditabraknya tadi terus menerus terngiang-ngiang dalam benaknya. Pikirannya jadi kalut.
"Yaya. YAYA!"
Yaya refleks menatap kedepan kelas saat namanya dipanggil. Seisi kelas menatapnya jengah. Dia lagi, dia lagi. Pasti itu yang ada dalam pikiran mereka.
"Kamu bengong kenapa?" tanya bu Via guru matematika mereka.
Yaya kelabakan mencari alasan.
"Eh, nggak kenapa-napa bu." sahutnya sambil menyengir kuda.
"Kamu tuh ya bengong mulu kerjaannya kalo belajar. Berdiri didepan sekarang."
tegas bu Via lagi memberi hukuman.
Mau tidak mau Yaya berdiri dari bangkunya dan melangkah kedepan di samping papan tulis. Beberapa teman sekelasnya yang tidak suka padanya tersenyum puas.
Dari bangku belakang Gavin sesekali mengamati Yaya. Ia merasa tingkah gadis itu agak berbeda hari ini. Walau ia senang karena daritadi sih makhluk aneh itu tidak mengganggunya tapi ia cukup penasaran apa yang terjadi dengan gadis itu. Ekspresi wajahnya terlihat seperti sedang berpikir keras. Gavin jadi ingin tahu apa yang dipikirkan gadis itu sekarang.
"Kenapa lo? Nggak tega pacar lo dihukum?" ledek Bintang disebelahnya.
Gavin balik menatap cowok itu dongkol.
"Ngawur." balasnya lalu kembali fokus mencatat.