Kalista Aldara,gadis cuek yang senang bela diri sejak kecil.Tapi sejak ia ditolak oleh cinta pertamanya,ia berubah menjadi gadis dingin.Hingga suatu ketika, takdir mempertemukannya dengan laki-laki berandalan bernama Albara. "Gue akan lepasin Lo, asalkan Lo mau jadi pacar pura-pura gue."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jaena19, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
dua puluh lima
"Gue gak mau makan, Albara! Berapa kali sih gue harus bilang sama lo?" ujar Aldara dengan nada kesal yang menusuk. Aldara menatap nasi goreng di depannya, ia mengira Albara memintanya menemani ke penjual nasi goreng hanya untuk menemaninya makan. Pantas saja Albara berbisik ke penjual nasi goreng itu saat ia memesan makanannya.
"Dar, liat tangan lo udah sekecil ini." Albara mengangkat pergelangan tangan Aldara yang sudah memakai jaket sebagaimana mestinya, lalu melingkari pergelangan gadis itu hanya menggunakan jempol dan jari telunjuknya. Ia melakukan itu untuk menegaskan jika Aldara memang sekecil itu.
"Kalau lo gak makan, lo malah tambah kurus, Dar. Nanti kena angin dikit takutnya terbang. Lagian, lo ngapain diet segala? Mau ikut kontes kayak gitu? Gue yakin, dengan lo makan seperti biasa, gak akan ada yang merusak bentuk tubuh lo, kok."
Sementara itu, hati Aldara terasa dirobek-robek mendengar pernyataan tulus dari Albara. Sosok Albara yang selalu ada untuk mengingatkan dan menjaganya membuat hatinya semakin hancur karena tak mampu menuruti apa yang diinginkannya.
Aldara mencebik,tidakkah tau kalau dia berusaha keras menahan lapar supaya mendapatkan tubuh yang ramping.
"Emang lo mau tubuh lo sekurus apa sih? Lo itu udah cantik, banget malah. Jadi, gak usah deh menyiksa diri sendiri." ujar Albara dengan nada lembut.
"Gombal," celetuk Aldara dengan kesal, wajahnya menampakkan ekspresi curiga.
Albara menghela napas, "Wajah gue sebrengsek itu kah, sampai lo gak percaya? Meskipun gue nakal, tapi gue gak punya pengalaman mendekati cewek, apalagi berbohong dengan omongan gak jelas. Itu bukan gue banget."
"Bohong banget," Aldara mengejek.
Albara berdecak kecil sambil menyentil kening Aldara. "Gue jujur, Aldara. Gue gak pinter modus atau merayu cewek, ini aja pertama kali gue sedekat ini dengan cewek."
Aldara mendelik ke arah Albara, "Gue tahu ya, trik mendekati cowok jaman sekarang itu ya kayak lo, bersikap supaya gak terlihat seperti 'pick me boy'. Ketauan banget."
"Gak gitu, Dara," Albara menggeram kesal, matanya memancarkan ketulusan. "Sini, coba lihat mata gue. Gue jujur kok," ujarnya dengan nada penuh harap.
Dengan perlahan, Aldara membuka tudung jaket yang ia kenakan. Ia menatap Albara sesuai dengan perintah laki-laki itu. Penuh percaya diri, Albara memandangi gadis itu, namun lambat laun ia mulai merasa kikuk seiring dengan berjalannya waktu dan tatapan Aldara yang kini mengarah ke matanya.
"Mana? Katanya mau bilang," ucap Aldara, menunggu pujian yang dijanjikan.
"L-lo... cantik," sahut Albara dengan terbata, membuatnya kelihatan ragu-ragu.
"Biasanya yang ngomong terbata kayak gitu, bohong," balas Aldara dengan nada mengejek.
"Gak!" Albara menghela napasnya dan mengumpulkan keberaniannya. Kenapa, ya? Mengapa dia jadi gugup seperti ini?
"Yaudah, ayo bilang kalau gue cantik," tantang Aldara dengan percaya diri.
"Lo..." Albara masih saja terbata, membuat gadis itu semakin tidak sabaran.
"Ucapan lo ragu-ragu!" Aldara mencibir.
"Bentar dulu!" kesal, Albara menahan perasaannya. Ia menarik napas dalam-dalam. 'Sial, kenapa gue jadi gugup gini sih?' pikirnya.
Tak mau menunggu, Aldara berniat menatap ke arah lain, namun dengan sigap Albara menahan wajahnya agar tidak berpaling.
"Lo cantik, Aldara," ujarnya tegas, sambil menatap mata Aldara dalam-dalam, seolah ingin menyampaikan kejujurannya melalui tatapannya. Namun, tiga detik kemudian, wajahnya tiba-tiba berubah dan ia segera memalingkan pandangannya.
"Anjirlah!" umpatnya sambil menutup wajahnya di atas meja.
Tawa Aldara meledak keras, tak kuasa menahan hiburan saat melihat telinga laki-laki itu memerah. Ada lucunya juga menggoda laki-laki ini; seakan di balik sangar penampilannya, ia sebenarnya lemah dan tak berdaya dalam menghadapi seorang perempuan.
"Tadi gue belum yakin kalau lo jujur, Bar. Sini, tatap mata gue lagi," goda Aldara dengan senyuman jahil di wajahnya.
"Diem! Kenapa sih, lo malah ngerjain gue?" tukasnya, lirih dan malu.
"Gue jelek banget ya, sampai lo nggak mau lihat gue lagi?" ujar Aldara, berpura-pura sedih dan menekuk wajahnya. Namun, tangisan itu justru memancing senyum kian lebar dari bibirnya.
"Aldara, diem!" bentak Albara, rahangnya mengetat, seraya menyembunyikan wajahnya yang semakin memerah.
Aldara tetap tertawa terbahak-bahak, hingga sudut-sudut matanya mengeluarkan air mata.
"Lo lucu banget, deh," ujar Aldara sambil mengacak rambut Bara yang masih setia menutupi wajahnya diatas meja. Tawa yang tulus keluar dari mulut Aldara, melepaskan sedikit beban yang ada di hatinya. Setidaknya, laki-laki di depannya berhasil membuat perasaannya sedikit lebih baik.
Setelah tawanya perlahan mereda, Aldara mengambil sendok dan menyuapkan nasi goreng yang ada di depannya. Karena berhasil membuatnya tertawa, Aldara tidak ingin menyia-nyiakan apa yang telah dilakukan Bara. Biarlah ini menjadi ucapan terima kasih karena telah menghiburnya dalam kesusahan.
Albara merasa jantungnya berpacu lebih cepat, terlebih saat tangan Aldara menyentuh kepalanya dengan lembut. Dalam keadaan seperti ini, ia merasakan sesuatu yang bergejolak dalam dirinya.
"Kakak gue gak setuju kalau gue ikut acara itu," ucap Aldara di sela-sela makan mereka. Meski ia tahu bahwa suasana saat ini sedikit tidak tepat untuk mengungkapkannya, tapi ia yakin bahwa Bara akan menjadi pendengar yang baik untuknya.
Di sisi lain, Albara mengangkat wajahnya dan menatap gadis di depannya. Matanya tak bisa lepas dari sosok Aldara yang sedang menikmati nasi goreng pesanannya. Meskipun tak tergolong wanita anggun, namun entah mengapa Aldara sanggup menyantap nasi goreng pinggir jalan dengan cara yang begitu anggun dan elegan. Albara tersadar dan menggelengkan kepalanya, mengusir pikiran tentang gadis itu.
"Mungkin kakak lo melarang hal itu demi kebaikanmu juga," ujar Albara.
"Diet gue," sahut Aldara singkat.
"Kalau itu memang masalahnya, gue juga punya kakak perempuan, jadi gue tahu gimana perasaan kakak lo. Seperti yang selalu gue bilang, cara diet lo itu secara tidak langsung menyakiti diri Lo sendiri."
Aldara menunduk, ia sedikit mengacak-acak nasi goreng di piringnya. "Jadi, gue yang salah ya?"
"Ikut acara itu dan jadi model enggak ada yang salah. Tapi, cara lo mempersiapkan diri untuk acara itu dengan diet ekstrim, mungkin itulah yang membuat kakak Lo tidak setuju. Coba deh ubah caranya, mungkin hal itu bisa membuat kakak Lo setuju nantinya," saran Albara dengan nada lembut, berusaha menghibur Aldara.
Aldara mengigit bibir bawahnya.
"Gue tau,kalau gue orang baru yang masuk dalam kehidupan Lo,kita Deket juga bukan berawal dari hal baik.Tapi setelah kenal Lo gue tau kalau Lo punya kepercayaan diri yang tinggi."
"Percaya diri?"
"Ya,selama ini Lo selalu percaya diri bicara sama gue yang punya titel buruk.Percaya diri yang Lo punya juga harus Lo terapin dalam fisik,Lo itu sempurna Aldara."
Aldara menatap laki-laki itu.Tapi itu hal yang berbeda,jelas dia percaya diri dihadapan laki-laki itu karena ia tau kemampuannya lebih dari laki-laki itu.
"Selama ini Lo diet hanya dari apa yang masuk kedalam tubuh Lo kan? Kenapa gak coba secara fisik,kayak olahraga gitu."
Aldara menghela napas,di rumah ia juga sering melakukan hal berbau fisik dengan kakaknya.Tapi hak itu justru memperlihatkan kemampuannya yang selalu ia sembunyikan selama ini.
"Kebetukan Tante gue punya pilates,Lo mau gabung?"
Aldara menggeleng."Gue terlalu lemah,buat lakuin hal itu."
"Lo lemah karena asupan makanan Lo kurang,setelah Lo perbaiki pola makan Lo,gue yakin Lo gak akan selemah itu."
"Gue gak mau."
Albara menghela napas."Yaudah,sekarang abisin dulu makanan Lo."