Pasti ada asap, makanya ada api. Tidak mungkin seseorang dengan tiba-tiba membenci jika tidak ada sebab.
Itu yang di alami Adara gadis 25 tahun yang mendapatkan kebencian dari William laki-laki berusia 30 tahun.
Hanya karena sakit hati. Pria yang dulu mencintainya yang sekarang berubah menjadi membencinya.
Pria yang dulu sangat melindunginya dan sekarang tidak peduli padanya.
Adara harus menerima nasibnya mendapatkan kebencian dari seorang yang pernah mencintainya.
Kehidupan Adara semakin hancur dikala mereka berdua terikat pernikahan yang dijalankan secara terpaksa. William semakin membencinya dan menjadikan pernikahan itu sebagai neraka sesungguhnya.
Mari kita lihat dalam novel terbaru saya.
Apakah 2 orang yang saling mencintai dan kemudian berubah menjadi benci. Lalu benci itu bisa kembali berubah?
Terus di ikuti dalam Novel ini. Jangan lupa like, koment dan subscribe.
Follo Ig saya.
ainunharahap12.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ainuncepenis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 2 Tawaran
Jam yang terus saja berputar dan Adara belum juga mendapatkan uang untuk biaya operasi Nando. Dia masih berada di pinggir jalan kota Jakarta yang dipenuhi dengan kendaraan yang melintas dan suara klakson yang cukup berisik.
Sejak tadi Adara terus saja mengingat perkataan Dokter bagaimana resiko jika adiknya tidak juga dioperasi.
"Aku tidak tahu harus berbuat apa lagi? pihak rumah sakit tidak memberikan kelonggaran untuk biaya operasi Nando yang tidak sedikit. Ya, Allah kenapa semua ini begitu berat. Apa yang harus hamba lakukan lagi. Apa hamba harus menonton keadaan Nando yang seperti ini?" lirihnya bertanya-tanya di dalam hati yang terus saja dipenuhi dengan rasa kesedihan, kecemasan yang bercampur aduk yang tidak bisa diungkapkan.
Situasi yang dia hadapi saat ini bukanlah main-main, ada nyawa yang harus diselamatkan, tetapi tidak ada cara untuk menyelamatkan nyawa itu.
Langkah Adara tiba-tiba saja terhenti ketika ada sesuatu yang melintas di pikirannya.
"Hotel!" gumam Adara seperti ada titik terang.
"Kenapa tidak aku mencobanya!" batinnya yang menemukan ide yang merasa ada secerca harapan.
Adara tidak menunggu lama, ia langsung saja berlari dengan kencang yang mungkin saja ada jalan untuk mendapatkan uang yang bisa digunakan untuk biaya operasi adiknya.
***
Hotel Himalaya.
Adara berdiri dengan kepala tertunduk di depan seorang pria berjas rapi yang berusia sekitar 50 tahun. Pria dengan perut yang sedikit membuncit itu menatapnya dengan ekspresi tak suka.
"Kamu bilang mau meminjam uang?" tanyanya dengan alis menungkik tajam.
"I-iya, Pak. Saya membutuhkan uang untuk biaya operasi adik saya.”
"Memang kamu butuh berapa?" tanya pria yang merupakan manager di hotel tersebut. Ia adalah atasan Adara.
Pertanyaan itu seakan memberikan kesempatan yang banyak untuk Adara yang bisa menyelamatkan nyawa adiknya.
"150 juta, Pak," jawab Adara, masih dengan kepala tertunduk segan.
"150 juta?!" pekik pria itu. “Hahaha!” Suara tawanya langsung membahana, membuat Adara bingung sekaligus merasa terhina.
"Hey, Adara! Apa saya tidak salah dengar? Kamu pikir uang segitu nilainya tidak banyak, ha?!” Pria itu menatapnya dengan tatapan merendahkan. “Kamu itu hanya karyawan yang kerjanya bersih-bersih alias cleaning service! Kamu mau ganti pakai apa uang sebanyak itu? Kamu kerja 10 tahun saja belum tentu bisa membayar hutang itu!"
Air mata jatuh membasahi pipi gadis itu. Bukannya mendapatkan bantuan, dia malah mendapatkan hinaan. Memang orang kecil sepertinya sangat terbiasa mendengar kata-kata yang merendahkan seperti itu dan apa yang dikatakan manajer itu adalah benar. Mana mungkin Adara bisa mengganti uang itu. Tetapi apa salahnya jika berusaha.
“Tapi, Pak, saya akan berusaha untuk mengembalikannya secepat mungkin!” ujar Adara masih berusaha untuk meyakinkan sang manager dan mengharap belas kasihan darinya.
"Hal itu sangat mustahil! Ck, kamu sudah membuang waktu saya!" ujar pria itu kesal, lalu berbalik dan langsung pergi sambil geleng-geleng kepala.
"Pak, tunggu!" Adara mencoba untuk menahan pria itu, tetapi tidak dipedulikan.
"Pak...." lirih Adara semakin hilang harapan untuk mendapatkan biaya untuk Nando yang pasti sekarang masih sekarat di rumah sakit.
"Ya Allah, dari mana lagi aku harus mendapatkan uang?" lirihnya sedih. Kedua bahunya turun. Ia benar-benar merasa putus asa.
Hanya menangis dan menangis yang yang bisa dia lakukan sekarang. Harapan satu-satunya sudah tidak ada.
"Adara!" tiba-tiba terdengar suara pria yang tidak asing di telinganya membuat Adara menoleh ke belakang.
"Raka!" ucap Adara yang mengenali pria itu dan pria bertubuh tegap itu menghampiri Adara.
Wajahnya terlihat bingung yang seperti ingin tahu kejelasan apa yang terjadi sebenarnya pada Adara. Ada rasa iba dari tatapan matanya, yang sedikit memahami kondisi gadis itu.
"Aku barusan mendengarkan kamu berbicara dengan Pak Bondan. Apa terjadi sesuatu?" tanya pria itu yang membuat Adara menggangguk pelan.
Sudah tidak ada semangat lagi untuknya. Harapan satu-satunya telah hilang.
"Ada apa sebenarnya?" tanya Raka dengan tatapan mata yang turut prihatin.
"Adikku sekarang harus operasi dan aku tidak tahu harus mendapatkan uang dari mana. Aku sudah mencoba untuk meminjam 150 juta dan Pak Bondan tidak percaya padaku," jelasnya secara singkat.
"Mungkin sangat wajar jika pak Bondan tidak percaya padaku, Uang yang aku butuhkan sangat banyak dan mana mungkin memberikan kepercayaan seperti itu kepadaku," ucapnya yang sadar diri.
"Aku bisa membantu kamu, tetapi aku tidak tahu kamu mau melakukan ini apa tidak dan mungkin tidak akan mendapatkan sepenuhnya uang 130 juta. Tetapi paling tidak bisa mendekati dan lagi pula bukankah operasi itu bisa di DP di awal dulu agar operasi berjalan," pria itu yang to the point yang memberikan bantuan.
"Apa yang bisa aku lakukan?" tanya Adara dengan perasaan yang tidak enak dan jantungnya berdebar dengan kencang.
Pria itu mendekatkan mulutnya ke telinga Adara yang berbicara berbisik pada adanya membuat adalah kaget.
"Itu tidak mungkin!" Adara langsung tidak yakin bisa melakukan tugas yang diberikan pria itu.
"Sangat mustahil Raka aku melakukan semua itu," ucapnya geleng-geleng.
"Aku tahu Adara. Kamu ini adalah pekerjaan yang berat. Tapi kamu tidak punya pilihan lain. Aku hanya bisa membantumu dengan ini. Itupun karena wanita yang seharusnya ditugaskan untuk hal itu tidak bisa hadir. Aku tidak tahu apa ini kesempatan untukmu atau justru ini suatu masalah bagimu," ucap Raka.
Dari wajahnya juga terlihat begitu tulus membantu Adara.
"Mungkin jika itu orang lain, aku masih bisa melakukannya. Tetapi dia! Apa dia mau menemuiku dan melihat ku?" tanya Adara.
Ternyata bukan pekerjaan yang membuat dia tidak yakin, tetapi yang bersangkutan dengan personal.
"Bukan hanya dia yang ada di sana, ada beberapa orang lain dan bukankah kamu tahu jika dia adalah orang yang sangat profesional. Dia tidak akan bisa melakukan apapun," ucap Raka.
Adara terdiam yang tidak bisa mengambil keputusan secepat itu. Tetapi wajah adiknya yang dipenuhi darah masih teringat di dalam pikirannya. Sudah berusaha meminjam uang dan tidak bisa dan sekarang ada pekerjaan yang bisa mendapatkan uang, seperti apa yang dikatakan Raka walau tidak full hasilnya, tetapi paling tidak adiknya bisa ditangani terlebih dahulu.
"Adara aku tidak punya waktu banyak. Jika kamu tidak mau, maka aku mencari orang lain," ucap Raka.
Adara masih terdiam yang belum memberikan keputusan.
"Baiklah! aku sangat memahami masalah yang kamu hadapi dengan William. Tetapi kita sebagai orang yang mengenal sejak dulu hanya berusaha untuk membantu kamu. Maaf, jika tawaran ku justru membuat kamu tersinggung, aku sama sekali tidak bermaksud. Aku berdoa semoga kamu bisa mendapatkan uang secepatnya agar adik kamu bisa di tangani," ucap Raka menepuk bahu Adara yang memberikan semangat dan tidak memaksakan wanita itu.
"Aku permisi dulu!" Raka yang langsung pamit dari hadapan Adara.
"Raka! Baiklah!" ucap Adara yang menghentikan langkah Raka.
Raka menautkan kedua alisnya yang mencoba memastikan perkataan Adara apakah menerima tawarannya apa tidak.
"Jika kamu bisa menjamin keselamatanku, aku akan melakukannya dan aku akan berusaha untuk profesional," ucap Adara dengan yakin yang memang tidak punya pilihan lain
"Baiklah! kalau begitu ikutlah denganku!" ajak Raka. Adara menganggukan kepala yang mengikuti pria itu.
Mungkin ini jalan satu-satunya bagi Adara mendapatkan uang.
Bersambung.