Sinopsis
Seorang antagonis dalam sebuah cerita atau kehidupan seseorang pasti akan selalu ada. Sama halnya dengan kisah percintaan antara Elvis dan Loretta. Quella menjadi seorang antagonis bercerita itu atau bisa dikatakan selalu menjadi pengganggu di hubungan mereka.
Di satu sisi yang lain Quella ternyata sudah memiliki seorang suami yang dikenal sebagai CEO dari Parvez Company.
Tentu sangatlah terkesan aneh mengingat status Quella yang ternyata sudah memiliki seorang suami tapi masih mengejar laki-laki lain.
•••••
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lightfury799, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 25
Matahari sore menyinari mansion besar keluarga Parvez dengan cahaya keemasan yang hangat, namun tidak ada kehangatan dalam langkah Xaver saat ia memasuki mansion megah itu. Setiap langkahnya terasa berat, seolah setiap ubin marmer di lantai membawa beban yang tak terlihat.
Dengan tatapan yang kosong dan penuh tanya, Xaver memandangi setiap sudut ruangan yang mewah, mencari sosok yang begitu dia rindukan. "Ibu ada di mana?" tanyanya dengan suara yang serak kepada kepala pelayan yang sudah setia mengabdi puluhan tahun di keluarganya.
Kepala pelayan Willy, dengan postur tubuh yang sudah mulai bungkuk, menoleh dengan wajah yang penuh simpati. "Tuan muda, nyonya sedang di taman belakang. Beliau sering menghabiskan waktu di sana akhir-akhir ini," jawabnya lembut.
Xaver tidak menjawab. Ia hanya mengangguk pelan dan melanjutkan langkahnya menuju ke taman belakang mansion itu, hatinya dipenuhi kecemasan dan harapan yang bercampur aduk. Sejak dirinya menikah, hubungan dengan ibunya memang tidak sedekat dulu. Xaver melakukan itu, karena tidak ingin ibunya memiliki pemikiran yang buruk. Apalagi Xaver tau kondisi pernikahannya yang jauh dari kata baik dan harmonis.
Saat sampai di taman, Xaver melihat ibunya, Alina sedang duduk sendirian di bangku taman, ditemani buang-buang bermekaran yang cantik. Angin sore berhembus, menerbangkan beberapa helai rambutnya yang sudah memutih. Walaupun begitu ibunya tetaplah cantik.
Dengan napas yang tertahan, Xaver melangkah mendekat, terlihat ibunya yang sedang membaca buku. Merasa ada seseorang yang mendekat, Alina menoleh. Senyumnya langsung mengembang, saat putra kesayangannya datang menghampirinya.
"Masih ingat ibu ternyata," seru Alina yang dengan nada candaan, karena Xaver jarang sekali berkunjung. Kunjungan Xaver dan Quella ke mansion Parvez bisa dihitung jari.
Xaver tersenyum kecil. "Ibu tau aku sibuk, maaf baru berkunjung," ucapnya lemah, mengecup kening ibunya, dan kemudian duduk di samping ibunya.
"Ya... Ya... Ya...., alasan yang sama saja, dengan ayahmu jika saat terlambat pulang," Alina rasa-rasanya sudah bosan mendengar alasan itu setiap kali. "Oh.. dimana menantu ibu!?!?" Alina mengerutkan dahinya saat tidak melihat sosok Quella, biasanya Xaver akan datang bersama Quella.
"Istriku sedang bermain bersama temannya, mungkin..," ucap Xaver dengan nada ragu, karena sebenarnya dirinya tidak tau keberadaan istrinya saat ini dimana. Miris bukan, lagi pula Quella memang tidak pernah memberikan kabar apapun padanya.
Menutup bukunya perlahan, matanya yang tajam menangkap perubahan halus pada raut wajah Xaver. Alina tahu ada sesuatu yang mengganggu anaknya, meski Xaver berusaha menyembunyikannya di balik senyum yang dipaksakan. "Ada apa, Xaver?" tanyanya lembut sambil menatap penuh pertanyaan.
Xaver menghela napas, berusaha mencari kata-kata yang tepat. "Ibu, aku...," suaranya tergantung, penuh dengan kebimbangan. Dirinya merasa sulit sekali untuk jujur akan permasalahan dengan Quella. Xaver malu jika harus mengatakan kondisi sebenarnya.
Alina meraih tangan Xaver, memberikan dukungan tanpa perlu berkata lebih. Keheningan diantara mereka berdua seakan menjadi ruang bagi Xaver untuk mengumpulkan keberanian. Xaver sepertinya sudah tidak bisa untuk berbohong lagi, dirinya mulai berkata yang sebenarnya terjadi.
"Aku merasa terjebak, Bu, dengan semua yang terjadi di pernikahan ku. Mungkin memang aku salah dalam mengambil tindakan pertama untuk mendapatkan nya. Tapi apa tidak ada satupun kesempatan saja, untuk diriku ini," akhirnya Xaver memulai, matanya menghindar dari tatapan ibunya, yang begitu bersedih.
Alina mendengarkan dengan penuh perhatian, matanya tidak lepas dari wajah Xaver, mencoba membaca lebih dalam apa yang tersirat di balik kata-katanya. Alina sudah tau pasti hal ini akan terjadi, tapi mau bagaimana pun Xaver telah memutuskannya, dan harus berani untuk menanggung resikonya.
"Kamu tau Xaver, hubungan ayah dan ibu juga tidak sebaik yang kamu lihat. Awal pernikahan ibu memusuhi dan membencinya," Alina menceritakan awal pernikahannya dengan Zafran.
"Benarkah?!?" Xaver sedikit tidak percaya, setaunya ayah dan ibunya adalah pasangan yang sangat romantis. Apalagi ayahnya itu, bucin tingkat tinggi.
Menganggukan kepalanya, Alina mengatakan apa adanya. "Iya itu benar, ayah mu sangat terobsesi pada ibu. Itu yang membuat ibu menjadi membencinya, terlalu melarang bahkan membuat ibu dipecat pada pekerjaan yang ibu lakukan saat itu. Bahkan setelah satu Minggu pernikahan, ibu langsung melemparkan surat perceraian padanya, karena tidak tahan akan sifat ayahmu."
Alina ingin tertawa jika mengingat masa lalu begini. Xaver mendengar semua itu, tentu tidak menyangka hal itu terjadi.
"Dan apa yang terjadi?!?!" Xaver penasaran dengan alasan ibunya masih tetap bersama ayahnya. Jika memang ibunya membenci ayahnya saat itu, dan alasan apa yang membuat mereka tetap bersama.
Alina berpikir sejenak, kemudian meneruskan ceritanya. "Mungkin jika diceritakan semuanya akan terlalu panjang. Namun singkat cerita, jika ibu berhasil memberikan keturunan laki-laki untuk ayahmu maka ibu bisa bercerai dengan ayahmu."
Xaver dibuat semakin terkejut, raut wajah datarnya seketika sedikit berubah. Shock akan apa yang dikatakan ibunya.
"Terkejut...," Alina terkekeh kecil melihat raut wajah Xaver, yang berubah seketika. "Setelah itu, ibu dinyatakan hamil dikabarkan akan memiliki seorang bayi laki-laki," Alina tersenyum lebar, saat mengingat akan menjadi seorang ibu.
"Kamu pasti bertanya, mengapa ibu masih tetap bersama ayahmu? Alasannya saat masa kehamilan, ibu merasakan gejolak emosi yang begitu tinggi. Ibu tidak mau ber jauh-jauh dengan ayahmu, makan harus disuapi ayahmu, setiap apapun yang ingin ibu lakukan harus ada ayahmu yang mendampingi. Terakhir ibu ingat sekali, ibu tidak ingin ada satupun wanita yang bekerja bersama ayahmu. Dan kamu tau apa yang ayahmu lakukan, untuk memenuhi permintaan ibu?"
"Memecat semua orang," ucap Xaver langsung, yang pastinya hal itu juga akan Xaver lakukan.
"Yap itu benar, sepertinya kamu juga akan melakukan hal yang sama jika Quella yang memintanya," goda Alina dengan alisnya yang naik turun.
Tidak mendengarkan, Xaver langsung saja mengalihkan topik "Aneh, seperti sebaliknya malah ibu yang terobsesi pada ayah saja."
"Hah.. haha..," Alina langsung saja tertawa, karena perkataan Xaver benar adanya. "Mungkin jika diceritakan semuanya, kamu pasti tidak akan percaya. Singkatnya setelah kejadian ini dan itu, masa kehamilan terlewati dan lahirlah buah hati ibu yang sangat ibu cinta ini," Alina mencubit pipi Xaver dengan gemasnya.
"Ibu....," Xaver sangat tidak menyukai seseorang yang mencubit pipinya, sekalipun ibunya.
"Maaf..," Alina langsung saja menyudahi cubitan gemasnya itu, karena Xaver memang sedari kecil membenci perlakuan itu. "Kamu lahir, dan perasaan ibu menjadi sangat ragu. Ayahmu begitu perhatian pada ibu, sekalipun ibu melakukan perilaku yang tidak menyenangkan atau membuatnya marah. Tidak pernah sedetikpun sebuah ucapan perceraian yang keluar dari mulutnya, akan sikap ibu yang bisa dikatakan tidak menghargainya."
"Saat itu juga, kamu sangat begitu lengket dengan ayahmu, itu membuat ibu berpikir kembali, akan sangat jahat bila membuatmu jauh dengan ayahmu sendiri," Alina merasa dulu hampir saja melakukan sikap yang begitu egois sekali.
Xaver memegang tangan ibunya, tidak terpikir bahwa ibunya mengalami hal yang seperti itu. Pasti sangat berat, harus tinggal dengan seseorang yang kita tidak inginkan, hal itu membuat Xaver memikirkan kondisi Quella, yang harus dipaksa hidup bersama dengannya.
"Jangan menatap ibu seperti itu, lagi pula alasan utamanya karena uang ayahmu banyak," ucap Alina mencoba membuat suasana mereka tetap menyenangkan.
Xaver tersenyum tipis, akan candaan yang dikeluarkan ibunya. Dirinya termenung apakah pernikahan akan bisa membaik? Atau sebaliknya tidak ada jalan lagi.
"Dan kamu tau Xaver, mengapa ibu menceritakan ini semua? Cinta akan datang cepat atau lambat, sama halnya dengan Quella. Bisa dikatakan, sekeras apapun hati seseorang, pasti akan mencair saat waktunya," Alina mengatakan itu, agar Xaver tidak menyerah.
Xaver bungkam saat ibunya mengatakan hal itu, terlihat sangat jelas keraguan dimatanya. "Aku ragu..., Quella terlalu membenci ku, dan ibu tau kemarin malam saja kami habis bertengkar.....," Xaver menceritakan pertengkarannya, dan berhasil membuat raut wajah Alina terkejut bukan main.
Xaver bertanya, karena ibunya diam saja mendengarkan ceritanya. "Apa aku salah?"
Alina berpikir sejenak, tidak memperkirakan pertengkaran Xaver dan Quella cukup berat ternyata. "Tidak menurut ibu, itu langkah yang bagus," ucap Alina setelah berpikir, menurutnya Xaver dan Quella hanya perlu waktu berdua dan saling memahami satu sama lain.
Alina berpikir apa yang harus dirinya lakukan untuk permasalahan dari Xaver. "Sepertinya ibu memiliki sebuah ide, untuk permasalahan mu ini," ungkap Alina kemudian membisikan sesuatu tempat di samping telinga Xaver.
Selesai mendengarkan apa yang direncanakan ibunya, Xaver mengambil jarak dengan raut wajahnya yang langsung suram. "Ibu itu rencana buruk," tolak Xaver dengan mentah-mentah.
Alina berdecak kesal, karena Xaver menolak rencana darinya. "Tapi Xaver percayalah itu rencana yang bagus, dengan kalian memiliki anak pasti hubungan kalian memiliki kemajuan," ungkap Alina yang merasa itu rencana yang terbaik darinya.
Menghembuskan napasnya pelan. "Ibu, Quella akan semakin membenci ku. Jika sampai hal itu terjadi, lagi pula aku tidak yakin. Tuan putri manja seperti Quella akan sanggup mengurus seorang bayi," Xaver rasanya akan gila jika sampai hal itu terjadi. Bersiap-siap sendiri saja Quella tidak mampu, apalagi harus memiliki seorang bayi.
"Ya sudah, itu salah satu saran dari ibu saja, kalo kamu penasaran coba saja," ungkap Alina dengan tatapan jahilnya.
Xaver pura-pura tidak mendengar saja, matanya melirik sekitar saat baru menyadari tidak ada ayahnya sedari dirinya datang. "Dimana ayah?" Xaver bertanya sebari mengalihkan topik pembicaraan, karena sepertinya ibunya bersiap memberikan rencana gila lainnya.
"Tidak tau, mungkin hilang," gerutu Alina, yang kesal, seharusnya Zafran sudah pulang sedari tadi. Namun entah bagaimana terlambat, dan itu membuat Alina kesal sendiri, bisa dikatakan Alina tidak menyukai jika Zafran terlambat pulang.
Xaver hanya diam karena telah membuat mood ibunya memburuk. Hingga kepala pelayan Willy datang memberikan sebuah informasi, yang berhasil membuat ibunya kembali senang.
"Maaf menganggu nyonya dan tuan muda. Tuan sebentar lagi akan datang," ucap Willy dengan sopan, sudah menjadi kebiasaan baginya untuk memberitahukan kedatangan tuan kepada nyonya.
Alina mendengar kabar itu, langsung berdiri. "Benarkah..," dengan rautnya yang bersemangat dan mulai berjalan mendahului Willy dan Xaver, untuk menyambut kedatangan suaminya itu.
Bahkan Alina begitu bersemangat, senyuman dari wajah terpancar. Kebahagiaan yang sederhana yaitu menyambut kedatangan suami tercintanya, setiap akan pulang ke rumah.
"Seperti biasa, jika ayah pulang ibu pasti selalu senang menyambut kedatangannya," gumam Xaver yang sudah tau akan kebiasaan ibunya.
Willy hanya tersenyum kecil, mendengar gumaman yang dilontarkan oleh tuan mudanya. Memang kebiasaan dari nyonya nya itu tidak pernah hilang, selalu saja bersemangat jika menyambut kedatangan tuannya.
°°°°°
Mobil melaju membelah jalan, Quella memandang lurus ke depan, jantungnya berdetak kencang, ketakutan bercampur rasa bersalah. Di sampingnya, Zafran, ayah mertuanya, memandang dengan tatapan yang tajam dan penuh kekecewaan.
Zafran tidak mengucapkan sepatah kata pun sejak mereka berdua masuk ke dalam mobil. Suasana yang tegang membuat Quella semakin gelisah. Quella tidak pernah berpikir bahwa kebersamaannya dengan Elvis dapat diketahui oleh Zafran, dan menyebabkan masalah besar untuknya.
Roy yang menyetir mobil ikut tegang, tidak pernah dirinya perkiraan bahwa hal itu bisa diketahui oleh tuannya secara langsung. Dirinya hanya berusaha secepat mungkin agar, mereka cepat tiba ditujuan.
Quella menggigit bibir bawahnya, berusaha keras mencari kata-kata yang tepat untuk memulai percakapan atau setidaknya memberikan penjelasan. Namun, setiap kali ia hendak berbicara, kata-kata itu terasa berat untuk diucapkan.
Zafran akhirnya memecah keheningan dengan suara yang datar namun menohok, "Quella, aku tidak menyangka kamu bisa melakukan ini terhadap Xaver. Anakku itu telah menutupi semua kelakuanmu selama ini, berusaha melindungimu, tapi kamu..."
Kata-kata Zafran terputus, terasa ada kekecewaan yang mendalam. Quella menelan ludah, merasa seluruh beban dunia kini ada di pundaknya. Ia merasakan mata Zafran yang terus menatapnya, seakan mencoba membaca apa yang ada di dalam pikirannya.
Dengan suara yang bergetar, Quella mencoba menjelaskan, "Ayah, aku... Aku tidak bermaksud. Itu hanya..."
"Tidak bermaksud?" Zafran memotong, suaranya meninggi sedikit. Menyadari bahwa bentakannya membuat Quella ketakutan, Zafran mengembuskan napas perlahan, agar emosinya bisa mereda.
"Walaupun itu benar atau tidaknya, sangatlah tidak pantas, seorang wanita yang sudah memiliki status dekat dengan laki-laki lain," Zafran menurunkan nada suaranya, agar tidak terlalu membuat Quella ketakutan.
Quella menggenggam ujung dressnya kuat, dirinya tidak menyukai jika sangat dipojokan seperti ini. Apalagi ayah mertuanya berkata seolah-olah, Xaver tidak mempunyai kesalahan. Hal ini tidak akan pernah terjadi di kehidupannya, jika Xaver tidak menjebaknya dengan permainan licik itu.
Zafran mengembuskan napas pelan, menyadari bahwa dirinya terlalu larut dalam emosinya. Tangannya terulur mengelus rambut Quella pelan. "Dengar yang ayah katakan oke, ayah tau Xaver bersalah saat pertama mendapatkan mu. Tapi setidaknya hargai dia, ayah tidak memaksa mu, untuk memaafkan perbuatannya, setidaknya hargai dan dengarkan," ucap Zafran begitu lembut, berharap dengan besar Quella mendengarkannya.
Quella terdiam akan perlakuan, menatap kedua mata ayah mertuanya yang teduh dan begitu lembut. Hal ini yang membuat Quella selalu tertegun, kedua orangtuanya Xaver begitu membuatnya mengingatnya kembali kepada kedua orangtuanya yang sudah lama tiada.
Enggan menjawab, sebaliknya Quella melihat kearah lain. Zafran sama sekali tidak tersinggung, dirinya hanya tersenyum kecil. "Maafkan ayah, ayah hanya tidak mau sesuatu yang buruk menimpamu," ucap Zafran, dirinya hanya ingin melindungi Quella, dari orang-orang yang berkeinginan untuk menjatuhkan Parvez Company.
Quella hanya menutup mulutnya, enggan untuk menjawab ucapan ayah mertuanya.
"Kita sudah tiba tuan," ucap Roy, menghentikan Zafran yang akan berbicara kembali pada Quella.
Mata Quella membulat sempurna, saat dirinya baru menyadari dimana mereka tiba. Pintu mobil terbuka, Zafran melirik Quella ya g ternyata diam saja.
"Ada sesuatu yang menganggu menantu?" Zafran bertanya sebari mengulurkan tangannya untuk membantu Quella keluar.
Menggelengkan kepalanya cepat. "Tidak ayah," seru Quella sambil tersenyum tipis, sambil melihat dengan enggan menatap seseorang yang berdiri di sana, menatapnya dengan begitu intens sekali.
•••••
TBC
JANGAN LUPA FOLLOW