Pernikahan mereka dan hubungan mereka hancur karena kesalahpahaman. Setelah mengetahui penyamaran masing-masing. Kesalahpahaman itu akhirnya terbongkar. Bagaimana cara Kalix mengobati luka menyakitkan di hati Callista dimasa lalu?
Jangan lupa baca cerita author tanpa diskip ya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Inka, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17
Hening
Saat terbangun dari pingsannya. Catherine hanya menemukan keheningan disana. Tak ada seorangpun yang duduk di sampingnya menunggunya dengan wajah cemas.
Ceklek
"Akhirnya Anda sudah sadar, Nona." seorang pria berusia 30 tahun menggunakan seragam polisi masuk ke dalam kamar rawat Catherine.
Saat melihat kedatangan pria itu, ingatan Catherine kembali ke dua jam yang lalu.
Catherine melepas infus yang menempel di punggung tangannya. Ia berniat turun dari ranjang, tapi petugas itu langsung menghentikan pergerakan Catherine.
"Pesan dokter Anda harus istirahat hingga infus Anda habis, Nona."
"Bagaimana keadaan Papa dan Mama saya? Saya harus memastikan kondisi mereka berdua." sahut Catherine dengan wajah khawatir.
"HB Anda masih rendah, Nona. Anda harus istirahat. Kami akan memanggil suami Anda untuk merawat Anda sementara waktu."
"Tidak perlu. Kami sudah mau bercerai. Jangan kaitkan masalahku dengan mantan suamiku." sahut Catherine dengan wajah datar.
Catherine langsung turun dari atas ranjang dan keluar dari kamar rawat yang ditempatinya tanpa menunggu tanggapan polisi itu.
Entah mengapa saat mendengar kata suami dari mulut petugas polisi itu. Hanya satu kata yang melingkupi hati Catherine yaitu hampa dan kebencian yang cukup dalam.
Catherine melangkah menuju ruangan ICU. Setibanya dia disana beberapa perawat mendorong satu brankar besi keluar dari ruangan ICU.
Seluruh tubuh ayahnya sudah ditutupi dengan kain putih. "Mengapa kalian mengeluarkan Papa saya dari ruangan ICU dan menutupi tubuhnya dengan kain putih seperti ini? Papa saya pasti kesulitan bernapas jika begini!"kata Catherine dengan emosi yang menggebu-gebu berniat membuka kain putih yang menutupi tubuh ayahnya.
"Jantung pasien berhenti berdetak sejak satu jam yang lalu Nona. Dokter sudah tidak bisa berbuat apa-apa menyelamatkan pasien." kata salah satu dari 4 petugas yang mendorong brankar ayahnya.
"Tidak! Papa ku tidak mungkin meninggal secepat ini!" teriak Catherine menghentikan para petugas itu.
Catherine dengan cepat melepas kain putih yang menutupi wajah ayahnya. Saat melihat wajah pucat itu. Catherine langsung membekap mulutnya menahan suara tangisannya.
"Papa..."
Hiks
Hiks
Hiks
"Pa! Jangan tinggalkan Catherine dan Mama!"
"Bangun, Pa!"
Catherine berusaha membangunkan ayahnya. Namun, jantung pria itu sudah berhenti berdetak. Wajahnya terlihat sudah berubah putih pucat.
"Nona..." lirih asisten ayah Catherine dengan suara serak.
"Paman! Papa tidak mungkin meninggalkan Catherine dan Mama. Aku pasti sedang bermimpi. Cepat cubit tanganku dan sadarkan aku dari mimpi ini, Paman."
Asisten ayah Catherine hanya bisa membisu mendengar penuturan Catherine.
Catherine tiba-tiba menjauh dari brankar dan berlari kearah tembok dan membentur-benturkan kepalanya ke dinding hingga membiru.
"Aku pasti sedang bermimpi! Aku yakin!"
Perawat dengan cepat menghentikan tindakan Catherine. Namun, wanita itu langsung memberontak dan terus melanjutkan tindakannya.
Para perawat dan asisten ayah Catherine mulai panik saat melihat darah segar mulai mengalir deras dari dahi Catherine.
Tiba-tiba sebuah tangan menempel di dahi Catherine."Berhenti bertingkah bodoh!" sindir suara bariton seorang pria berdiri di belakang Catherine.
Catherine mengigit bibirnya dan menatap pria itu dengan tajam. Ia tertawa sinis saat bersitatap dengan tatapan dingin pria itu.
"Apa kau sudah senang melihat keluarga ku hancur dan berantakan? Apa kau bahagia menyaksikan penderita ku? Apa aku harus memberikan mu satu piala Oscar sebagai apresiasi atas berhasilnya rencana balas dendam mu dan saudara kembar mu?"
"Selamat! Selamat Tuan muda Albertus! Anda berhasil membalaskan dendam Anda!"
Catherine bertepuk tangan menatap wajah dingin pria yang sebentar lagi akan menjadi mantan suaminya.
"Setelah mengambil hak asuh kedua anakku! Sekarang aku harus kehilangan Papaku! Bahkan Mama ku masih di rawat di rumah sakit!"
"Jangan khawatir dengan perceraian kita. Setelah papaku dimakamkan. Aku akan segera menandatangani surat perceraian kita."
Tiba-tiba seorang pria seusia mereka berlari dengan wajah panik kearah mereka. Lebih tepatnya kearah Catherine.
"Cal! Apa yang terjadi padamu! Aku dengar perusahaan ayahmu sedang dalam masalah. Apa kamu baik-baik saja?"
Catherine langsung memeluk pria itu dan berucap dengan lirih. "Papa ku sudah meninggal. Sementara Mama ku masih dirawat di rumah sakit."
"Aku tidak mau kehilangan mereka Morgan! Meskipun mereka mengabadikan ku beberapa tahun yang lalu. Namun, mereka tetaplah orang tua kandung ku."
Hiks
Hiks
Hiks
"Apa yang harus aku lakukan Morgan? Aku tidak tahu bagaimana cara menyampaikan kabar duka ini kepada Mama. Ia sedang dirawat karena terkena serangan jantung setelah menerima panggilan dari seseorang ."
Morgan membalas pelukan Catherine dan berusaha menenangkan hati dan pikiran Catherine.
"Tuan, kami harus memindahkan jasad Tuan Jonas ke kamar mayat. Sebaiknya luka Nona Jonas diobati terlebih dulu oleh rekan saya." ujar salah satu dari petugas medis yang mendorong brankar jasad ayah Catherine.
"Kalian bisa memindahkannya." kata Morgan dengan wajah datar.
"Lebih baik kita mengobati luka mu terlebih dahulu sebelum mengurus proses pemakaman Papa mu."
"Tapi--"
"Tidak ada tapi-tapian. Aku tidak mau lukamu menjadi infeksi!" sela Morgan menggenggam tangan Catherine menuju kamar rawat yang ditempati wanita itu sebelumnya.
Kalix menatap kepergian keduanya dengan raut wajah kecut.
"Cal?"
"Cih! Ternyata pria itu juga memiliki panggilan spesial untuknya." gerutu Kalix sepertinya tidak senang dengan kedekatan keduanya.