Setelah di hianati oleh rekan yang sangat dipercaya nya. Katrina mati mengenaskan ditembak oleh rekan sekaligus orang yang ia cintai. Namun ia mendapatkan kesempatan kedua, dimana ia bertransmigrasi dalam raga seorang Duchess yang gila cinta dan haus akan perhatian sang Duke membuatnya terpaksa hidup di dalam raga tipe wanita yang sangat ia benci.
Author mencoba membuat cerita bertema Transmigrasi seperti ini. Author harap para readers menyukainya. Terima kasih dan selamat membaca
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Imelda Savitri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Desa Ducato
...--------------------------------...
Andreas mengangguk membenarkan ucapan Katrina. Katrina tampak terdiam sejenak, dirinya tengah berpikir. Apakah ia harus merubah rencananya menjadi menikah dengan Archduke?
Dengan cepat ia tiba-tiba menggeleng. "Tidak boleh! Jangan sampai aku terjerat oleh pernikahan lagi!" Batinnya menolak dengan tegas.
Dia tidak boleh terjerat pada hubungan ikatan pernikahan lagi, cukup sekali Luxio mengalami pernikahan yang gagal, Katrina takut pernikahan yang ke-dua juga akan berakhir sama dengan Luxio.
Lagipula ia tidak mau menjalin hubungan dengan siapapun selama sisa hidupnya. Cukup sekali ia di khianati oleh orang yang sempat membuatnya melabuhkan perasaan nya pada orang tersebut.
Baginya, cinta itu bodoh, cinta itu menyakitkan bila tidak terbalas, serta cinta itu malapetaka! Gara-gara cinta, Katrina gagal dalam misinya Gara-gara cinta, ia tewas di bunuh oleh cintanya. Gara-gara cinta, Luxio gagal menjadi seorang ibu, dan gara-gara cinta juga lah yang membuat Luxio tewas.
Cinta membutakan mata serta logika dari seseorang, membuatnya terkadang sulit membedakan mana yang benar dan salah. Serta dengan bodohnya mampu memberikan seluruh dunia serta masa depannya hanya untuk cinta yang semu.
.
.
.
Beberapa saat kemudian mereka pun kembali melanjutkan perjalanan mereka. Kali ini tujuan mereka adalah sebuah desa kecil yang ada di pertengahan hutan Dow Hillside itu. Untungnya ada desa kecil di hutan yang lebat itu, jadi mereka bisa beristirahat di sebuah penginapan untuk malam ini, lagipula kini langit sudah mulai menunjukkan tanda-tanda akan berganti malam.
Mereka terus berjalan, hingga dari jarak kejauhan Katrina melihat beberapa atap rumah yang terbuat dari jerami. Mereka pun mempercepat pergerakan kuda mereka hingga mereka semakin dekat dengan wilayah permukiman tersebut, kini mereka sudah sampai tepat di depan gerbang desa tersebut.
Tidak ada palang nama yang terletak di atas gerbang tersebut, yang menunjukkan nama desa kecil itu. Tanpa merasakan kecurigaan, Katrina beserta rombongan nya pun berjalan masuk melewati gerbang tersebut.
Palang nama yang seharusnya berada, kini tergeletak di samping semak-semak yang ada di tepi gerbang besar itu. Dengan kata bertuliskan 'Desa Ducato'. Palang itu sudah tampak berdebu serta tampak karatan yang sudah memenuhi permukaan benda berbahan besi itu, seolah-olah menunjukkan jika palang tersebut telah berada di sana sudah sangat lama sekali. Beserta bekas cakaran dari kuku yang tajam menggores identitas nama desa tersebut.
Katrina beserta rombongan nya masuk lebih dalam ke dalam desa itu. Hari pun kini sudah gelap dan mereka tidak menemukan penerangan apapun di desa tersebut selain dari penerangan bulan dan obor yang mereka bawa.
"Terlalu sepi..." Batin Katrina mulai mengamati keadaan desa kecil itu.
Sesosok manusia pun tidak ia lihat sejak awal mereka datang. Katrina pikir, mungkin saja orang-orang telah pulang kerumah mereka karena hari yang sudah malam. Namun mengapa desa ini terasa sangat sunyi dan seolah tidak berpenghuni? Kemana semua penduduknya?
Dengan langkah berani, Katrina semakin masuk ke dalam halaman desa yang luas. Tepat di mana ia berhenti, ia menemukan sebuah tempat air mancur yang sudah retak dan tidak mengeluarkan air nya lagi. Katrina mendekati air mancur yang berjarak tidak jauh darinya.
Dilihatnya air yang tergenang di kubah bawah air mancur itu, sontak ia mengerutkan dahi nya ketika melihat warna air mancur yang sudah tidak bening dan bersih lagi, melainkan tampak kotor dan berwarna hitam pekat. Ia mendekatkan wajahnya lalu menciumnya bau air itu.
"Hmm!" Dengan cepat ia langsung berdiri, menjauhkan hidungnya dari air berwarna hitam itu. Bau nya busuk dan samar-samar Katrina mencium bau amis dari air itu.
Sementara Stero, ia juga mengamati sekeliling desa tersebut, dengan menenteng sebuah obor di tangannya. Dilihatnya jika rumah-rumah di desa ini bagaikan tidak terurus. Dinding nya yang sudah tampak usang, kemungkinan dimakan usia, serta beberapa semak-semak belukar yang merayap di sekeliling dinding beberapa rumah.
Dilihatnya dengan lebih teliti, pintu dari beberapa rumah tampak rusak bahkan ada yang sampai tidak memiliki pintu. Ia niatnya ingin mencari tahu lebih dalam, tapi ia merasa ragu, takut akan risiko yang mungkin saja muncul tiba-tiba, sebaiknya ia mencari tahu nanti saja setelah hari sudah pagi.
Kini mereka sudah berkumpul tepat di sebuah halaman yang luas, dekat sebuah pohon besar yang rindang. Rodi mulai membuat api unggun sebagai penerangan mereka malam ini. Sedangkan Adolft, mulai menyiapkan beberapa alat dan bahan untuk memasak, ia mungkin akan memasak sup kentang sederhana untuk malam malam ini.
Katrina tampak melamun menatap ke arah api unggun yang berkobar. "Kemana pergi nya semua orang di desa? Apa yang telah terjadi?" Batin nya bertanya-tanya.
"Nyonya, tampak nya desa ini tidak berpenghuni." Ucap Stero mulai membuka suara.
"Kau benar. Apa semua warga desa meninggalkan desa ini?" Katrina bertanya balik.
"Mungkin saja nyonya, tapi... saya melihat beberapa rumah tampak rusak seolah desa ini telah di serang." Jawab Stero dan menebak.
"Di serang oleh apa? Binatang buas?" Tanya Katrina sembari berpikir.
Ya, bisa saja desa ini di serang oleh binatang buas, sebab Informasi yang ia dapatkan dari Maria, jika hutan Dow Hillside ini cadalah hutan yang cukup berbahaya karena banyak di jumpai hewan buas yang kerap kali menyerang pengelana yang lewat.
"Jangan-jangan ini ulah... hantu?!" Celetuk Andreas dengan raut wajah pura-pura takut.
"Hahaha, hantu itu tidak ada Andreas." Balas Katrina sembari terkekeh.
"Nyonya, bagaimana dengan jiwa yang mati penasaran? Atau jiwa yang dipenuhi dengan kebencian?" Timpal Andreas mulai menerka-nerka, tiba-tiba saja punggungnya di geplak oleh Sarkan.
"Semua orang yang meninggal hanya akan kembali ke akhirat dan tidak akan pernah gentayangan, jikapun ada, itu adalah jiwa mu!" Balas Sarkan dengan nada ketus.
"Dari mana kau tahu? Apa kau pernah pergi kesana?" Tanya balik Sarkan dengan nada remeh, Sarkan terdiam dengan raut wajah kalah. "Suatu saat ketika aku mati lebih dulu, aku akan terus bergentayangan di sekitar mu!" Ucap Sarkan dengan ketus, membuat Andreas tertawa dengan kencang.
"Makanan yang enak sudah siap, apa anda lapar tuan-tuan dan nyonya?" Celetuk Adolft yang datang dengan membawa dua mangkuk sup kentang buatannya, lalu memberikannya pada Katrina satu dan satunya lagi untuk nya. Sedangkan keempat ksatria mengambil sendiri.
Beberapa menit kemudian ketiga anak Katrina datang, sesekali mereka bergiliran menguap sembari mengucek mata setelah selesai tidur tadi, karena kelelahan, mereka pun tertidur di gerobak bersama Anna dan Amy. Setelah itu ikut bergabung untuk makan bersama.
Tak berapa lama, Anna datang dan mengambil semangkuk sup kentang, dan semangkuk satu nya lagi.
"Anna, di mana Amy?" Tanya Katrina, saat kejadian mimpi di penginapan kemarin, ia sempat berpikir untuk bertanya lebih banyak hal mengenai Luxio pada Amy.
"Nyonya... Amy sakit." Ungkap Anna dengan raut wajah khawatir. "Apa?!" Katrina reflek berdiri lalu berjalan ke arah gerobak untuk melihat Amy.
Di gerobak ia melihat tubuh Amy terbaring lemah dengan ditutupi selimut di atas tubuhnya. "Amy, kau baik-baik saja?" Tanya Katrina mulai naik ke atas gerobak demi bisa lebih dekat dengan wanita tua itu.
"Anda jangan khawatir nyonya, saya hanya kelelahan." Jawab Amy dengan terbata-bata, membuat Katrina merasa sedih melihat kondisi wanita tua itu.
"Apa di sini ada obat?" Batinnya, lalu keluar dari gerobak dan kembali ke tempat orang-orang nya berkumpul.
"Apa kita memiliki obat untuk menyembuhkan Amy?" Tanya Katrina.
"Tidak ada nyonya, obat hanya bisa kita dapatkan dari seorang tabib." Jawab Simon.
"Di mana kita bisa menemukan tabib? Apa salah satu dari kita ada seorang tabib?" Tanya Katrina, dan sontak semuanya menggelengkan kepala.
Katrina langsung memijit pangkal hidung nya. Mana mungkin ia bisa menemukan orang lain lagi di hutan yang jarang di lewati ini, terutama tabib. Itu mustahil!
Katrina berbalik lalu melangkah kaki menuju gerobak lagi untuk mengecek keadaan Amy. Ia benar-benar sangat mengkhawatirkan wanita tua itu. Ia melihat Amy sedang tidur di sertai deru nafas nya yang terdengar berat.
Dengan perlahan, tangan nya terulur menyentuh dahi Amy. "Panas, dia demam." Lalu beralih turun ke bawah, mengecek suhu nafas Amy ya g terasa panas waktu wanita tua itu menghembuskan nafas nya. "Ini...demam tinggi." Batinnya.
Kemudian ia kembali keluar, "Anna, tolong carikan aku sebuah kain kecil dan air." Titah Katrina yang langsung di tanggapi oleh Anna yang bergerak dengan cepat.
Setelah Anna memberikannya sebaskom air bersih beserta kain, sesuai permintaan Katrina. Katrina langsung berjalan mendekati api unggun. Ia hendak merebus sedikit air, ia akan membuat air hangat untuk mengompres dahi Amy, ia dulu juga pernah demam beberapa kali, dan cara ini ampuh sebagai pertolongan pertama ketika ia demam.
nuwun thor upnya
/Kiss//Kiss//Kiss//Kiss/