Bianca, adalah wanita berusia dua puluh empat tahun yang terpaksa menerima calon adik iparnya sebagai mempelai pria di pernikahannya demi menyelamatkan harga diri dan bayi dalam kandungannya.
Meski berasal dari keluarga kaya dan terpandang, rupanya tidak membuat Bianca beruntung dalam hal percintaan. Ia dihianati oleh kekasih dan sahabatnya.
Menikah dengan bocah laki-laki yang masih berusia sembilan belas tahun adalah hal yang cukup membuat hati Bianca ketar-ketir. Akankah pernikahan mereka berjalan dengan mulus? Atau Bianca memilih untuk melepas suami bocahnya demi masa depan mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vey Vii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kejahilan Tiada Akhir
Bianca mengedipkan mata dengan cepat sambil menatap Daniel, kedua bibirnya sedikit terbuka dengan ekspresi wajah yang terkejut, takjub dan sedikit kesal.
"Bagaimana bisa dia mendapatkan jawaban seperti itu. Sejak kapan dia pandai merayu? Ya Tuhan, apa dia sungguh-sungguh suamiku?" batin Bianca penuh dengan pertanyaan.
Sejak pertama kali mengenal Daniel, bocah itu selalu bersikap baik dan sopan pada Bianca. Namun saat ini, sikap Daniel yang usil, jahil, serta dengan sengaja menggodanya secara terang-terangan, membuat Bianca terkejut.
Bianca menatap Daniel cukup lama, membiarkan seluruh pikirannya berfokus pada bocah itu. Tidak pernah bermimpi, bahwa Bianca akan menikahi calon adik iparnya. Terlebih, usia Daniel masih muda dan dengan pemikiran dewasa yang tidak terduga.
"Apa kini kau juga mengagumiku? coba katakan sesuatu," pinta Daniel. Ia sadar sedang diperhatikan.
"Tidak, aku tidak ingin mengatakan apapun," jawab Bianca.
"Benarkah?" Daniel tersenyum. Ia bangkit dan berpindah ke kursi yang berada di samping Bianca.
"Pakai bajumu!" seru Bianca dengan tubuh sedikit menghindar.
"Tidak mau!" Daniel menggeleng cepat. Ia tidak bisa menahan rasa senangnya setiap kali Bianca menampakkan ekspresi kesal dan menggemaskan.
"Ini masih pagi, apa kau tidak merasa dingin?"
"Tidak, ada istriku yang akan menghangatkanku," jawab Daniel penuh senyum menggoda.
Bianca menelan ludah. Wanita itu ingin berkaca dan melihat wajahnya, jangan-jangan kini wajahnya sudah hangus terbakar rayuan maut suami brondongnya.
"Kau sudah selesai makan? Aku akan mandi," pamit Bianca. Ia sudah tidak tahan lagi merasakan keringat dingin yang meresap dari setiap pori-pori di kulitnya.
"Tanpa mandi pun kau sangat cantik," puji Daniel. Bocah itu mendekatkan hidungnya ke dekat leher Bianca, membuat wanita itu merasakan hangat napas yang seakan membakar tubuhnya.
"Hmm." Daniel mencium aroma tubuh Bianca dengan ekspresi wajah yang gemas sekaligus senyum yang menggoda.
"Ah, hentikan!" Bianca ingin berteriak dan segera lari dari hadapan Daniel. Namun entah mengapa, ia tidak bisa melakukannya. Wanita itu hanya sedikit menghindar dengan menarik tubuhnya.
"Bisakah kau menghentikan ini? Aku merasa gerah," keluh Bianca.
"Gerah?" ulang Daniel. "Baiklah, kau bisa mandi. Sepertinya aku akan terlambat jika mengikuti hatiku untuk terus menggodamu," lanjutnya.
Setiap kata yang keluar dari mulut Daniel, selalu terdengar manis, menggoda, menggelikan, sekaligus menjengkelkan. Bianca dibuat tidak berdaya oleh bocah itu.
Dengan melangkahkan kaki cepat, Bianca segera menuju kamarnya dan mandi. Ia harus bergegas karena waktu sudah hampir menunjukkan pukul delapan pagi, sementara ia juga berniat datang ke kantor untuk memeriksa beberapa pekerjaan yang lama telah ia telantarkan.
Setelah menyelesaikan berbagai ritual memanjakan diri, Bianca keluar dari dalam kamar mandi dengan hanya memakai handuk merah muda yang melilit menutupi bagian dada hingga pahanya. Wanita itu berjalan santai menuju ruang ganti, dan membiarkan ruangan itu terbuka begitu saja saat ia sibuk memilih pakaian.
Setelah berpakaian, Bianca keluar dari ruang ganti sambil membawa handuk. Wanita itu melotot terkejut mendapati Daniel sedang bersandar di atas tempat tidur sambil bermain ponsel.
"Se-sejak kapan kau di sini?" tanya Bianca terbata-bata.
"Sejak kau mandi, lalu keluar dari sana tanpa pakaian, hingga saat ini," jawab Daniel santai.
"A-apa? Kenapa aku tidak melihatmu?"
"Memangnya kenapa kau harus melihatku? Aku hanya sedang duduk di sini, apa aku mengganggu?" Daniel balik bertanya seperti tidak tahu apa maksud pertanyaan Bianca.
"Tidak, kau pasti berbohong. Kau baru masuk, kan?" Bianca berusaha mengelak, ia benar-benar tidak ingin percaya bahwa Daniel sudah melihatnya sampai sejauh itu.
Meski sesungguhnya Bianca bukan lagi wanita suci, namun entah mengapa ia merasa sangat malu di hadapan Daniel. Karena kenangan buruk bersama Darren, Bianca berpikir jika Daniel akan selalu kecewa padanya, kecewa karena Daniel hanya mendapatkan barang bekas kakaknya.
"Sungguh, aku punya bukti," jawab Daniel tersenyum senang. Ia membalik layar ponselnya ke arah Bianca dan memperlihatkan foto wanita itu saat tengah berjalan dari kamar mandi dengan hanya memakai handuk.
"Kau, jahil sekali!" seru Bianca. Ia melotot dan berlari ke arah Daniel, berusaha keras merebut ponsel itu dari tangan suaminya.
***