Dipinang adiknya, tapi dinikahi kakaknya. Loh!! Kok bisa? Terdengar konyol, tapi hal tersebut benar-benar terjadi pada Alisya Mahira. Gadis cantik berusia 22 tahun itu harus menelan pil pahit lantaran Abimanyu ~ calon suaminya jadi pengecut dan menghilang tepat di hari pernikahan.
Sebenarnya Alisya ikhlas, terlahir sebagai yatim piatu yang dibesarkan di panti asuhan tidak dapat membuatnya berharap lebih. Dia yang sadar siapa dirinya menyimpulkan jika Abimanyu memang hanya bercanda. Siapa sangka, di saat Alisya pasrah, Hudzaifah yang merupakan calon kakak iparnya justru menawarkan diri untuk menggantikan Abimanyu yang mendadak pergi.
*****
"Hanya sementara dan ini demi nama baikmu juga keluargaku. Setelah Abimanyu kembali, kamu bisa pergi jika mau, Alisya." ~ Hudzaifah Malik Abraham.
Follow ig : desh_puspita
******
Plagiat dan pencotek jauh-jauh!! Ingat Azab, terutama konten kreator YouTube yang gamodal (Maling naskah, dikasih suara lalu up seolah ini karyanya)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 02 - Seserius Ini?
"Apa?"
"Biar aku yang menggantikannya," ulang Hudzai untuk kedua kali.
Semua mata sontak tertuju padanya, termasuk mata sendu Alisya yang sejak tadi sudah tidak ada harapan di dalamnya.
"Hudzai kau bercanda?"
Setelah tadi hanya bisa melihat dan tidak bisa berbuat banyak, Sean selaku orangtua asuh dari Alisya kini angkat bicara. Dia mendekat dan sepertinya hendak menanyakan hal serius padanya.
"Aku serius, Om Sean."
"Serius?"
"Ehm, sejak dulu Om tahu aku tidak begitu suka bercanda, 'kan?"
Pria itu mengangguk, jujur saja ada kelegaan tatkala jalan keluar dari permasalahan ini sudah mulai terlihat. "Syukurlah ... tapi Om ingin tanya lebih dulu."
"Tanya? Tanya apa?"
"Apa kau tidak ingin nadzor lebih dulu?"
"Nadzor?"
"Iya, seperti yang kau tahu Alisya sama saja seperti putriku ... karena itu, aku tidak ingin ada kekecewaan yang nanti membuatnya kembali sakit lagi, minimal lihat wajahnya lebih dulu agar kau bisa meyakinkan diri untuk menikahinya, Hudzai," papar pria bermata teduh dengan rahang terpahat sempurna itu.
Bukan karena Sean tidak percaya, dia tahu Hudzai sangat berbeda. Pria itu bukan tipe seseorang yang suka menggoda seperti Abimanyu dan sejak dulu memang tidak pernah mengkhianati ucapannya.
Karena itu, Sean tidak ingin nantinya ada penyesalan yang membuat Alisya mungkin kembali terbuang dan lagi-lagi terluka. Walau sebenarnya menurut Sean mustahil Hudzai akan kecewa perihal cantiknya, tapi tetap saja selera manusia berbeda.
Penjelasan Om Sean tampaknya Hudzai pertimbangkan, terbukti dia sempat terdiam sembari menatap ke arah wanita dengan cadar yang menutupi wajah cantiknya itu.
"Tidak perlu ... aku siap menikahi Alisya, dan aku pastikan dia tidak akan sakit untuk kedua kalinya," tegas Hudzai tanpa melepaskan tatapan matanya dari manik sendu Alisya yang terlihat memerah.
Lagi, setelah tiga bulan lalu Alisya dibuat berkaca-kaca tatkala Abimanyu meminangnya, hari ini Hudzai sukses membuat hatinya porak-poranda.
Pengakuan Hudzai yang dengan tegas mengatakan bersedia untuk menggantikan Abimanyu sebagai suaminya jauh lebih mengejutkan menurut Alisya.
Bukan karena apa-apa, tapi sejauh yang dia ketahui Hudzai adalah pria tak tersentuh dan sulit didekati. Abimanyu saja sudah bagaikan mimpi, kini justru Hudzai yang menawarkan diri.
Jelas lebih jauh lagi, bahkan hendak menyebutnya dalam doa saja Alisya merasa tidak pantas, apalagi berharap lebih akan diperistri.
"Ehem baiklah!!"
Deheman Papa Zean mengalihkan tatapan Hudzai. Pandangan mereka yang tadi sempat terkunci seketika buyar, Alisya menundukkan pandangan, pun dengan Hudzai tentu saja.
"Jika memang Hudzai bersedia ... maka tidak ada yang berubah benar 'kan?"
"Hem, benar."
"Kebetulan penghulunya sudah menunggu ... ganti bajumu," titah Papa Zean yang benar-benar Hudzai ikuti.
Didampingi mama dan adik perempuannya, Hudzai diantar ke ruang ganti. Walau memang bukan pakaian pengantin yang asli, tapi setidaknya ada perbedaan mana keluarga besar dan juga mempelai pria.
"Huft!! Untung saja aku punya dia, bayangkan jika tidak? Kita malu sekeluarga."
"Benar, Hudzai lagi-lagi menyelamatkan nyawa Om kali ini," celetuk Azka setelah sejak tadi juga hanya bisa diam dan menyaksikan omnya ngamuk persis tengah kesetanan.
"Benar, memang hanya dia yang normal!! Ini semua karena Ab_"
"Sudahlah, jangan diperpanjang ... ada baiknya kita tunggu saja di luar," pungkas pria itu kemudian berlalu dan diikuti oleh yang lainnya.
Setelah sempat sekacau itu, suasana kini sedikit lebih tenang, napas mereka sudah agak lega. Opa Mikhail yang tadi sudah seperti akan benar-benar tutup usia kini sedikit lebih baik.
Semua berkat Hudzai, pria pengalah yang sejak kecil dididik menjadi penyayang dan mengorbankan banyak hal untuk orang-orang di sekitar, terutama kedua adiknya.
Tidak hanya kali ini, tapi sejak dahulu Hudzai memang mengalah di berbagai sisi. Sejak kecil dia mengalah soal mainan, hingga dewasa juga kebahagiaan Abimanyu yang dia utamakan.
Selesai dengan studi-nya di New York Hudzai memilih menjadi seorang perintis dan mendirikan start-up atas namanya sendiri agar Abimanyu mewarisi perusahaan keluarganya.
Semua sudah Hudzai lakukan, dan kini dia lagi-lagi harus mengorbankan diri bahkan mungkin kebahagiaannya untuk menikahi pengantin yang ditinggal melarikan diri.
.
.
Kendati begitu, walau semua ini dia lakukan dengan terpaksa, Hudzai tidak terlihat keberatan sama sekali. Bahkan di depan penghulu, dia bersikap layaknya pengantin biasa.
Seolah benar-benar ingin dan menerima, bahkan senyum hangatnya masih terbit tatkala sang penghulu melemparkan candaan pada calon pengantin sebagai penghangat suasana.
Semua Hudzai lalui dengan sepenuh hati, bahkan prosesi ijab qabul juga begitu khidmat. Lantangnya suara Hudzai tatkala mengucapkan sighat qabul tidak hanya membuat Alisya terpesona, tapi keluarga besarnya juga demikian.
Tanpa terbata-bata dan dalam satu tarikan napas, Hudzai melafazdkannya hingga membuat air mata Alisya menetes detik itu juga.
"Alhamdulillah, bagaimana para saksi ... sah?"
"Sah!!"
Abimanyu yang dia harapkan akan mengucapkan kata-kata itu nyatanya tega pergi tanpa alasan dan kini digantikan oleh pria dengan semua kesempurnaan dalam hidup hingga membuat Alisya merasa kian tidak pantas untuknya.
Tak heran, pasca saksi berkata sah dan Hudzai dipersilahkan menghampirinya, Alisya menunduk dalam dan tidak lagi mendengar apa-apa. Mungkin dia akan terkesan persis wanita yang kurang bersyukur, tapi saat ini dia merasa bersalah dan tidak pantas saja untuk suaminya.
"Alisya ... hei, Nak."
"Heuh?" Alisya menoleh, suara lembut Umi Zalina sejenak menyadarkannya hingga wanita itu mengerjap pelan.
"Dengerin Pak Kiyai bilang apa?"
Alisya menggeleng, karena dia memang tidak mendengar sama sekali ucapan pria di hadapannya itu.
"Astaghfirullah, cium suamimu," titah Umi Zalina sontak membuat mata Alisya membulat sempurna.
"Ci-cium, Umi?"
"Iya, sana cepat."
"Tapi masa cium di sin_"
"Tangannya," ralat Umi Zalina cepat disertai tepukan di pundak Alisya lantaran sadar jika memang salah bicara.
"Oh, salim?"
"Nah iya, tadi mau ngomong itu salah lagi," sahut Umi Zalina malu sendiri.
Tidak sendirian, Alisya juga malu sebenarnya. Bukan malu perkara salah mengartikan ucapan Umi Zalina, tapi tatapan beberapa orang di sekitarnya.
Perlahan, Alisya mengulurkan tangannya yang terasa dingin sampai mungkin basah saking gugupnya. Tatapan lekat Hudzai memiliki pesona tersendiri hingga degub jantungnya tidak aman sama sekali.
Selesai cium punggung tangan, Alisya pikir sudah selesai dan jantungnya bisa sedikit lebih tenang. Siapa sangka, yang tadi baru permulaan karena kini Hudzai kian mengikis jarak dan menyentuh ubun-ubunnya dengan telapak tangan.
“Allahumma inni as aluka khairahaa wa khaira maa jabaltahaa 'alaihi, wa a'udzubika min syarrihaa wa syarri maa jabaltahaa 'alaihi.”
Tanpa diperintahkan, dan bahkan tidak menunggu diarahkan, Hudzai melakukan sesuatu yang membuat Alisya berdesir dari ujung rambut hingga ujung kakinya. "Ya Tuhan apa yang terjadi? Kenapa dia justru seserius ini?"
.
.
- To Be Continued -