Gus Zidan, anak pemilik pesantren, hidup dalam bayang-bayang harapan orang tuanya untuk menikah dengan Maya, wanita yang sudah dijodohkan sejak lama. Namun, hatinya mulai terpaut pada Zahra, seorang santriwati cantik dan pintar yang baru saja bergabung di pesantren. Meskipun Zidan merasa terikat oleh tradisi dan kewajiban, perasaan yang tumbuh untuk Zahra sulit dibendung. Di tengah situasi yang rumit, Zidan harus memilih antara mengikuti takdir yang sudah digariskan atau mengejar cinta yang datang dengan cara tak terduga.
Yuk ikuti cerita selanjutnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Musim_Salju, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31: Menapaki Langkah Baru
Seiring berjalannya waktu, bayi laki-laki mereka yang diberi nama Zafran Khalid semakin tumbuh sehat. Zidan dan Zahra, yang kini menjadi orang tua, semakin merasakan keindahan kehidupan baru mereka. Meski tak lepas dari tantangan, mereka saling mendukung satu sama lain dengan penuh cinta. Namun, kehidupan baru mereka juga membawa perubahan, bukan hanya bagi mereka berdua, tetapi juga bagi orang-orang di sekitar mereka.
Zahra kini semakin manja sejak menjadi ibu. Kehamilan dan kelahiran Zafran membuatnya merasa lebih lemah lembut, dan Zidan merasa senang melihat perubahannya. Zahra yang dulu selalu mandiri dan tangguh, kini menjadi sosok ibu yang penuh kasih, namun dengan kebiasaan baru yang membuat Zidan gemas.
“Mas, tolong ambilkan aku air putih, dong,” ujar Zahra suatu pagi, sambil berbaring di tempat tidur, memeluk Zafran yang tengah tertidur pulas di sampingnya.
Zidan yang sedang sibuk merapikan kamar segera menoleh dan tersenyum. “sebentar ya sayang.”
Zahra meliriknya dengan mata berbinar. “Cuma mas yang bisa memenuhi permintaanku.”
Zidan tersenyum lembut, ia memang selalu berusaha melakukan apapun untuk istrinya. “Ya sudah, sekarang istirahat ya, jangan terlalu banyak bergerak. Biar mas yang jagain Zafran jika nanti terjaga." Mereka memang begadang semalaman, dan berjaga bergantian. Namun Zidan masih sempat tertidur sebentar sebelum shubuh.
Zahra tersenyum puas saat Zidan memberikannya air putih dan memberikan perhatian lebih. “Terima kasih, Mas. Kamu memang suami terbaik.”
Zidan tertawa ringan. “Sudah, istirahat saja. Nanti kalau kamu lapar, bilang aja, Mas siap ambilkan apa saja.”
Sejak Zafran lahir, Zahra memang tampak lebih manja dan lebih mengandalkan Zidan untuk banyak hal, ya walaupun sejak kehamilan sudah manja, namun kali ini semakin manja kepada suaminya. Namun, Zidan merasa senang bisa menjadi bagian dari kehidupan baru mereka yang penuhi dengan kebahagiaan ini.
Pada suatu hari, setelah sarapan pagi bersama di rumah, Zidan mendapat telepon dari Ummi Halimah yang memberitahukan bahwa mereka akan mengadakan pertemuan keluarga besar di pesantren. Acara ini diadakan untuk memperkenalkan Zafran kepada keluarga besar dan para santri.
“Nak, Ummi ingin kamu mengajak Zahra dan Zafran ke pesantren hari ini. Ini adalah kesempatan untuk mengenalkan anak kalian kepada keluarga besar,” kata Ummi Halimah dengan suara penuh semangat di telepon.
Ya, apalagi pernikahan Zidan dan Zahra sempat mendapatkan banyak pertentangan dari keluarga Zidan, karena Zidan memutuskan sepihak perjodohan yang sudah di atur dan malah menikahi Zahra. Bahkan para santri di pondok juga banyak yang mencibir Zahra, mengatakan bahwa Zahra telah menggoda Zidan.
Zidan yang saat itu sedang merapikan baju Zafran yang baru dibelikan oleh neneknya Zafran, langsung tersenyum. “Insya Allah, Ummi. Kami akan datang, nanti kami siap-siap dulu.”
“Jangan lama-lama, ya. Semua sudah menunggu,” jawab Ummi Halimah, kemudian menutup telepon.
Ya, Zahra dan Zidan memang sudah kembali ke rumah mereka. Sesekali kedua orang tua Zahra dan Zidan datang untuk melihat keadaan anak, menantu dan cucu mereka.
Zidan menghadap Zahra yang tengah menyusui Zafran. “Sayang, kita harus ke pesantren siang ini. Ada acara keluarga besar. Kita akan mengenalkan Zafran pada semuanya.”
Zahra menatap Zidan dengan mata berbinar. “Oh, jadi Ummi dan Abi ingin memperkenalkan putra kita dengan keluarga besar di pesantren? Aku senang sekali, Mas!”
Zidan tersenyum, merasa bahagia melihat istrinya begitu bersemangat. “Iya, kita akan ke sana. Tapi kamu jangan terlalu lelah, ya. Setelah ini kita akan istirahat sebentar, baru berangkat.”
Zahra mengangguk sambil tersenyum lebar. “Pasti, Mas Gus. Aku sudah nggak sabar, kita bisa bersenang-senang bersama keluarga besar.” Zahra memang sangat suka dengan suasana pondok.
Setelah menyiapkan segala sesuatunya, mereka berangkat ke pesantren. Zahra membawa Zafran dengan hati-hati, sedangkan Zidan selalu menjaga istrinya dengan penuh perhatian. Perjalanan menuju pesantren terasa penuh kegembiraan. Zafran yang terlelap di pelukan ibunya tampak begitu damai, sementara Zahra duduk dengan anggun, mengenakan hijab besar yang menambah kecantikannya. Zidan yang duduk di sampingnya tidak bisa melepaskan pandangannya dari istrinya. Tak ada yang lebih membahagiakan baginya selain melihat Zahra dan Zafran dalam keadaan sehat dan bahagia.
Sesampainya di pesantren, suasana terasa ramai dengan kehadiran keluarga besar yang sudah menunggu. Para santri dan beberapa kerabat lain sudah berkumpul di ruang tamu besar pesantren. Zidan dan Zahra memasuki ruangan itu, dengan Zafran yang masih terlelap di pelukan Zahra.
“Alhamdulillah, selamat datang nak, Maa Syaa Allah cucu kakek tidur.” ucap Kiai Idris dengan senyum lebar saat melihat mereka masuk. “Akhirnya Zafran bisa hadir di tengah keluarga besar.”
Zahra tersenyum, merasa sangat bahagia. “Alhamdulillah, Abi. Ini adalah berkah yang luar biasa bagi kami." Semua ini memang dadakan dan jadi kejutan tersendiri untuk Zahra dan Zidan. Bahkan acara itu terlihat besar dan sekalian aqiqahan untuk putra mereka. Dan ummi Halimah serta Kiai Idris tak mengatakan apapun dengan kejutan tersebut.
Semua orang yang hadir langsung berkumpul untuk melihat Zafran, sambil memberikan doa-doa terbaik untuk bayi mereka. Momen itu terasa penuh dengan kebahagiaan. Zahra dan Zidan merasa sangat diberkati. Tidak hanya mereka yang bahagia, tetapi keluarga besar mereka juga begitu bersemangat menyambut kehadiran Zafran. Sepertinya keluarga besar Zidan dan warga pondok sudah bisa menerima kehadiran Zahra. Bagaimanapun jodoh seseorang sudah di atur oleh Allah SWT.
Setelah pertemuan itu, Zahra semakin merasa diterima oleh keluarga besar. Ada rasa kebanggaan dalam dirinya sebagai istri dan ibu yang dihormati oleh orang-orang yang sangat berarti dalam hidupnya. Namun, di sisi lain, Zidan juga merasa sangat bahagia melihat istri dan anaknya dikelilingi oleh orang-orang yang penuh kasih sayang.
Keesokan harinya, setelah acara selesai, mereka masih betah di pesantren. Zahra yang semakin dekat dengan keluarga besar Zidan merasa semakin betah berada di pesantren. “Gus, aku suka sekali di pesantren. Suasana di sini sangat nyaman dan menenangkan,” ucap Zahra sambil tersenyum melihat Zidan. Karena selama kehamilan, Zahra memang tak bisa menikmati waktu di pesantren sejak kehamilannya yang terlalu banyak mau.
Zidan memandangnya dengan penuh kasih. “Mas juga senang kamu nyaman di sini, Sayang. Kita akan sering datang ke pesantren untuk berkunjung.”
Zahra mengangguk sambil mengelus-elus punggung Zafran yang tertidur di pelukannya. “Aku juga ingin mengenalkan Zafran dengan suasana yang penuh berkah ini.”
Zidan mengeratkan pelukannya pada Zahra. “Kita akan jalani ini bersama, Insya Allah. Setiap langkah kita penuh dengan doa dan harapan.”
Zahra menatap Zidan dengan penuh cinta. "Aku bahagia, Gus. Terima kasih telah memberikan aku dan Zafran kehidupan yang indah ini."
Zidan tersenyum penuh cinta. “Aku yang berterima kasih, Sayang. Kamu membuat hidupku lebih berarti.”
Mereka duduk di ruang keluarga, menikmati momen kebersamaan dengan penuh rasa syukur. Ada ketenangan dalam hati Zidan dan Zahra, karena mereka tahu bahwa mereka sudah menemukan tempat mereka di dunia ini, sebagai pasangan suami istri yang saling mencintai dan mendukung, serta orang tua yang siap membesarkan anak mereka dengan penuh kasih sayang.
To Be Continued...
kirain kemarin" tu Kyai Mahfud ortu Ning Maya 🤭
ingat Maya, Adab lebih tinggi dari ilmu. sebagai putri kyai pemilik pondok ilmumu tidak diragukan lagi. tapi adabmu ??