NovelToon NovelToon
Melukis Cinta Bukan Mengukir Benci

Melukis Cinta Bukan Mengukir Benci

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Pengantin Pengganti / Cinta Paksa / Beda Usia / Cinta Seiring Waktu / Romansa
Popularitas:5.5k
Nilai: 5
Nama Author: Rieyukha

Memiliki kehidupan yang nyaris sempurna, Marsha memiliki segudang prestasi, ia juga terampil dalam seni lukis dan percintaan yang bahagia bersama Reno─sepupunya sendiri. Mereka telah membangun rencana masa depan yang apik, namun siapa yang akan menyangka takdir tidak selalu mengikuti semua rencana.
Marsha tiba-tiba harus menggantikan Maya─kakaknya yang kabur karena menolak menikahi Alan─pria pilihan orang tuanya berdasarkan perjanjian bisnis. Masa depan perusahaan orang tuanya yang diambang kebangkrutan sebagai konsekuensinya.
Bagai simalakama, terpaksa Marsha menyetujuinya. Statusnya sebagai pelajar tidak menunda pernikahan sesuai rencana diawal. Alan adalah pria dewasa dengan usia yang terpaut jauh dengannya ditambah lagi ia juga seorang guru di sekolahnya membuat kehidupannya semakin rumit.
Menjalani hari-hari penuh pertengkaran membuat Marsha lelah. Haruskah ia berhenti mengukir benci pada Alan? Atau tetap melukis cinta pada Reno yang ia sendiri tidak tahu dimana ujung kepastiannya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rieyukha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BERBAGI RANJANG

Weekend ini Marsha dan Alan pindah kerumah baru mereka, di Villa Bella. Beberapa ART dari rumah utama Marsha dan juga Alan membantu untuk membawa barang-barang pribadi mereka, tidak banyak tapi cukup menguras tenaga jika dilakukan hanya berdua.

Awalnya Nadia ingin ikut menemani dan membantu tapi ternyata berbarengan dengan jadwal check up Harris yang tertunda karena sering keluar kota.

"Nggak usah lah, Ma. Jarang-jarang Dokter Rido weekend bisa praktek, lagian Papa udah lewat dua hari check up, jangan di undur lagi." Marsha memaksa menolak Nadia ikut dengannya.

"Besok aja Ma, barengan dengan Mami," Marsha melirik Alan dengan enggan, "Mami Mas Alan." sambungnya pelan karena terdengar aneh di telinganya memanggil Alan dengan panggilan 'Mas' untuk pertama kalinya.

Alan hanya diam mendengarnya, ia tidak menunjukkan reaksi apapun walau ia tahu itu pertama kalinya ia dipanggil Mas oleh Marsha.

"Iya Ma, Mami dan Papi besok berkunjung ke rumah, lebih baik Mama utamakan check up Papa dulu." Alan menimpali yang di sambut anggukan setuju Harris.

Sepanjang jalan menuju rumah baru di Villa Bella, jantungnya berdebar kencang cemas kalau-kalau ia tidak sengaja melihat Reno. Ia melirik Alan sekilas, ada rasa tidak nyaman ketika ia sadar ada sesuatu yang disembunyikannya dari Alan tentang setujunya ia pindah ke Villa Bella.

"Ada apa?" tanya Alan yang ternyata menyadari lirikannya, Marsha hanya menggeleng. Alan pun kembali fokus pada kemudinya.

Akhirnya mereka sampai di gerbang Villa Bella, ini kali pertamanya Marsha masuk kesini, salah satu perumahan mewah yang tentu dengan sistem cluster. Marsha memperhatikan fasilitas one gate system saat masuk, Alan menginfokan tentang kepindahannya hari ini dan beserta ART yang membantu sementara karena mobil yang mereka naiki masih tertinggal jauh di belakang.

Marsha melihat dan memperhatikan rumah satu dengan yang lainnya hanya dibatasi oleh tembok beton tanpa pagar. Mewah, luas, sedikit berbukit di setiap blok dan rindang sesuai namanya bagai di villa.

Tidak jauh dari gerbang masuk, maju sedikit sekitar lima rumah lalu belok kanan dan mobil itu berhenti setelah melewati dua rumah. Rumah Marsha dan Alan berada di sebelah kiri, setelah belokan kanan. Didepan rumahnya terdapat taman terbuka yang luas, asri dan di beberapa titik terdapat playground.

Marsha turun, matanya langsung mengarah ke taman yang didepannya, sepi. Tidak ada tampak anak-anak yang sedang bermain, karena sepi ingin rasanya ia menghampiri dan menaiki ayunan rantai disana. Tiba-tiba saja ia jadi rindu masa kecilnya.

"Mau main?"

"Hah?" Marsha tersentak Alan sudah berdiri disampingnya dan menatap ke arah yang sama.

"Ya enggak lah, emang saya anak-anak." tolak Marsha gengsi, ia pun langsung berbalik ingin masuk kerumah, namun ia ragu apa benar ini rumahnya.

Alan menarik koper yang baru saja ia turunkan dari mobil, ia pun berjalan mendahului Marsha yang masih bingung.

"Yakin nggak mau main disana? Ayo saya temanin," tawar Alan sekali lagi, ia membuka pintu utama seraya berjalan masuk yang diikuti Marsha yang masih diam dengan gengsinya.

"Gimana?" tanya Alan lagi, sepertinya ia benar-benar ingin mengajak Marsha bermain di taman yang persis seberang depan rumahnya.

"Dibilangin saya bukan anak-anak," tolak Marsha keras, kini matanya menyapu ruangan yang baru saja dinyalakan oleh Alan. Ada tatapan kagum disana yang tidak bisa ia ungkapkan begitu melihat desain yang cantik dan mewahnya rumah yang Alan pilih. Warna putih yang mendominasi membuat Marsha semakin menyukainya, ia pecinta warna terang yang lembut.

"Siapa bilang?" ucap Alan yang membuat Marsha berhenti mengagumi ruangan itu dan beralih menatap Alan bingung.

"Maksudnya?" akhirnya pertanyaan itu keluar juga dari mulutnya

"Ya main aja," ucapnya tergantung, Alan kini berjalan menuju sebuah pintu kayu berwarna navy dengan ukiran simple disana, ia membukanya. Marsha hanya mengikuti langkah Alan dari belakang. "Kan kamu memang masih anak sekolah," lanjut Alan dengan nada dan senyuman mengejek, mata Marsha seketika membulat dan dengan gesit tangannya mencubit lengan Alan.

"Resek!" umpatnya lalu berbalik badan, meninggalkan Alan yang mengelus-elus lengannya yang terasa panas menahan sakit cubitan Marsha.

Setelah meletakkan koper dan beberapa barang pribadi Marsha ke kamar, Alan menyusulnya yang sudah duduk didalam mobil dengan raut wajah masam.

"Kamu marah?" Alan kini juga sudah duduk disampingnya, didepan kemudi. Marsha hanya diam membuang muka, menatap keluar jendela, menatap rumah barunya.

"Sorry. Jangan nangis please, saya bingung kalau kamu nangis kayak waktu itu."

Alan mengingat betapa stresnya dia melihat Marsha yang menangis perkara akan pulang naik taksi. Itu pun ia sadari saat sudah hampir sampai depan rumah, karena mendengar isakan tangis Marsha yang tertahan.

Ia sampai harus memutar balik mobil yang dikendarainya berjalan tidak jelas entah kemana sampai tangisan Marsha reda, yang berakhir makan seafood dan sampai Marsha mau bicara lagi menerima maafnya karena Marsha merasa sudah dimarahi yang membuat perasaannya sedih.

Ketika dirasa semua aman Alan memperhatikan wajah Marsha, memastikan tidak ada jejak air mata yang harus ia pertanggung jawabkan didepan kedua orang tuanya.

"Marsha," panggil Alan pelan. Marsha masih bergeming, enggan menoleh apalagi menatap Alan.

"Bercanda Sha, saya cuma bercanda." Alan memijit pelipisnya. 'Begini nih kalau beristrikan anak-anak,' batinnya mengeluh.

"Kamu wanita dewasa kok, bukan anak-anak. Kamu dewasa Sha, wanita dewasa." Alan kebingungan mencari kata untuk menarik ucapannya tadi.

Marsha menoleh kearah Alan dengan menyipitkan matanya, "Jadi maksudnya, saya terlihat dewasa alias lebih tua dari usia saya, gitu!?" tuding Marsha,

"Bukan, astaga." Alan mulai frustrasi, salah juga. "Pokoknya saya minta maaf kalau kamu tersinggung soal perkataan saya tadi." Alan bersungguh-sungguh.

Alan turun dari mobilnya, memutar dan kini ia sudah didepan pintu penumpang dan membukanya. "Ayo turun, panas didalam mobil." ajak Alan sedikit memaksa, kini tangannya terulur menggapai tangan Marsha yang masih terlipat di dada. "Ayo Sha, turun, saya temani." paksa Alan, Marsha menurut ia membiarkan tangannya dipegang dan dibimbing mengikutinya.

"Kemana?" tanya Marsha bingung, begitu ia di ajak kembali masuk kedalam rumahnya. Berjalan lurus memasuki ruang tamu, melewati ruang keluarga, sekilas Marsha melihat anak tangga mewah disana, masih lurus melewati ruang makan dan dapur dan persis sebelah ruang makan terdapat taman yang cukup luas yang jauh lebih asri dan cantik dari pada taman umum didepan rumahnya itu.

Marsha terpana seperti melihat taman impiannya selama ini, minimalis tapi mewah, disana juga terdapat ayunan rantai dan ayunan tali hammock.

"Kamu mau naik yang mana?" tanya Alan, karena Marsha masih diam akhirnya ia mengajak Marsha untuk menaiki ayunan rantai yang tak jauh didepannya gazebo dan kolam renang sebagai perantaranya.

Marsha yang sedari tadi memang ingin mencoba naik ayunan tanpa gengsi lagi menurutinya. Ia sudah duduk disana dan Alan mengayunkannya dengan pelan.

"Nyaman nggak?" tanya Alan ambigu.

"Hm? Apanya?"

"Yaa ayunannya, kamu ngerasa pas nggak sama dudukannya, sama..." Alan jadi bingung sendiri,

"Nyaman," akhirnya Marsha menjawab untuk menyudahi kecanggungan diantara mereka.

Hampir sepuluh menit Marsha dan Alan di posisinya, menikmati dalam diam dengan pikiran masing-masing hingga mereka tersadar dengan seseorang yang masuk dan menyapa mereka.

"Ya ampun ternyata lagi pacaran disini." teriak Sania yang sudah berada di ujung pintu menatap mereka penuh haru suka cita, 'pasangan yang serasi' batinnya senang.

"Mami, kok disini?" Alan berjalan menghampiri Sania, dan menciumi punggung tangan Sania yang diikuti Marsha.

"Emang Mami nggak boleh kesini?" Sania pura-pura merajuk,

"Bukan Mam, katanya besok makanya Al kaget Mami udah disini aja."

"Berubah pikiran, nggak sabar mau lihat rumah kalian." Sania mulai berjalan melihat-lihat yang diikuti Marsha dan Alan.

"Bagus ya Al, kamu suka kan, Sha?" kini Sania menoleh kearah Marsha dan menunggu jawabannya.

"Banget Mam," jawab Marsha jujur, yang membuat Alan terkesima atas jawaban Marsha yang tanpa ragu itu.

"Hebat kamu, Al." puji Sania lalu kembali berjalan mengelilingi setiap ruangan. Marsha dan Alan bergeming dengan pujian Sania, mereka sedikit lambat menanggapi maksudnya.

"Nggak usah mengekori Mami lah, emang ada ruangan yang kalian sembunyikan sampai Mami sampai harus di ikuti terus." protes Sania yang mulai tidak nyaman langkahnya ditempeli Marsha dan Alan terus menerus.

"Oh iya, Mami nginap disini ya malam ini, Papi besok baru balik dari Singapore. Nggak apa-apa kan? Mami janji nggak akan ganggu malam mingguan kalian, Mami cuma mau sibuk bantu-bantu Bibi beres-beres. Tuh, barang kamu lumayan banyak Al dari rumah." Sania menunjukkan beberapa kotak dus diruang tengah yang sedang di susun oleh ART-nya.

"Bi, kalau bisa barang-barang dikamar dulu disusunnya ya, soalnya biar malam mereka bisa istirahat dengan nyaman." seru Sania memberi perintah, lalu ia tersenyum manis penuh makna kepada anak dan juga menantunya itu.

~

"Kok nggak ada sofanya?" tanya Marsha heran begitu memasuki kamarnya.

"Belum datang, mungkin besok barengan dengan meja belajar kamu."

Marsha melirik Alan sesaat, kalau nggak ada sofa lalu Alan akan tidur dimana? Masa di kasur, nggak mungkin dilantai juga kan. Marsha mengigit bibirnya cemas, mau tidur diluar lebih nggak mungkin, ART pada dirumah semua ditambah lagi ada ibu mertuanya.

"Kayaknya malam ini kita harus berbagi ranjang,"

"Hah?" Marsha semakin panik,

"Itu kasur lebar ada dua meter, kamu nggak usah khawatir saya juga nggak bakal ngapa-ngapain kamu. Udah sana mandi, saya mau pakai baju."

Marsha menatap Alan, matanya mendelik melihat Alan hanya berbalut handuk hingga pinggang sehingga dada bidang nan berkotak bagai roti sobek terekspose begitu saja.

"Mau sampai kapan kamu lihatin saya?" tegur Alan membuat Marsha gelagapan, beberapa detik kemudian ia berlari ke kamar mandi dengan wajah merah karena malu.

Tidak lama pintu kamar mandi terbuka sedikit, "Om," panggil Marsha malu-malu dari balik pintu.

"Kenapa? Kamu masih mau lihatin saya?" goda Alan,

"Bukan ih!" ucap Marsha setengah berteriak. "Itu handuk saya ketinggalan, tolongin." pinta Marsha seraya mengeluarkan tangannya tanpa melihat kearah Alan.

Alan memberikan handuknya, ia hanya tersenyum simpul melihat Marsha yang malu-malu. "Kirain sengaja biar bisa lihat lagi," Alan masih menggoda Marsha yang dibalas dengan bantingan pintu kamar mandi.

"Dasar Om-om genit!" umpatnya dari dalam kamar mandi.

Alan hanya terkekeh mendengarnya, tanpa ia sadari ia menjadi senang menggoda Marsha. Nah loh, mulai nyaman atau mulai suka.

***

1
ione
Luar biasa
Komang Martini
lanjut
Komang Martini
bagus
Kha
Terima kasih buat yang sudah bersedia meluangkan waktunya untuk membaca novel saya, mohon dukungannya yaa. Happy reading 💚
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!