Demian Mahendra, seorang pria berumur 25 tahun, yang tidak mempunyai masa depan yang cerah, dan hanya bisa merengek ingin kehidupan yang instan dengan segala kekayaan, namun suatu hari impian konyol tersebut benar benar menjadi kenyataan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Stefanus christian Vidyanto, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3. Poin dan Tugas?
Semua orang di bar terdiam ketika sepuluh pria berdiri tegak di depan Demian Mahendra. Mereka tidak berotot besar, tapi garis otot di lengan mereka terlihat tegas. Ekspresi wajah mereka datar dan dingin, cukup untuk membuat suasana mencekam.
Pria-pria ini tidak mengenakan pakaian seragam. Sebagian besar memakai celana jeans dan kaus, dengan gaya rambut pendek yang rapi. Meski tidak ada tato atau perhiasan mencolok seperti para pria lain di bar, keberadaan mereka cukup membuat semua orang di sana tunduk. Tidak ada satu pun yang berani bersuara keras.
Yang paling mencolok, lima dari mereka memasukkan tangan ke dalam saku, entah apa yang mereka sembunyikan di dalamnya. Para pria bertato yang tadinya bertingkah angkuh, kini bungkam, menyadari bahwa sepuluh pria di depan mereka bukanlah orang biasa. Mereka lebih mirip pengawal elit, sedangkan musuh mereka hanyalah penjahat kelas teri.
“Masih mau ngancurin kakiku?” Demian melangkah turun dari panggung sambil tersenyum mengejek. Saat dia mendekat, sepuluh pria itu memberi jalan dan segera kembali ke posisinya saat dia lewat. Mereka mengawal Demian menuju pria-pria lainnya di bar itu.
“Maaf, maaf. Tuan, mari kita damai saja. Nama saya Riki, manajer di sini. Maaf atas kelalaian kami sampai ada yang bikin keributan di tempat ini,” ucap pria berjas di usia tiga puluhan itu, mendekati Demian dengan nada menjilat.
“Kalian, keluarkan mereka! Kita nggak terima tamu yang bikin masalah.” Manajer itu menghardik petugas keamanan di sekitarnya tanpa menunggu reaksi dari Demian. Beberapa langsung membawa pria-pria pembuat onar keluar dari bar.
Demian menonton dengan tenang, membiarkan mereka mengusir orang-orang yang sebelumnya membuat masalah dengannya. Setelah semua musuhnya menghilang dari pandangan, dia menatap manajer dan berkata, “Malam ini, aku booking tempat ini. Ada masalah?”
“Oh, tentu tidak, Tuan! Silakan saja!” Manajer itu langsung mengumumkan dengan lantang. “Hadirin sekalian, dengar ya! Malam ini Tuan ini sudah memesan seluruh tempat, semua bisa santai dan menikmati! Dan selama tiga hari ke depan, siapa pun yang membawa struk dari hari ini dapat diskon 50%!”
Kerumunan orang yang sejak tadi terdiam kini mulai bersorak. Suasana kembali hidup berkat DJ yang mahir mencairkan suasana. Orang-orang malah mulai mengundang teman-temannya untuk datang, mumpung ada traktiran malam itu.
Setelah tawa-tawa kecil bersama teman-temannya yang sedikit bodoh seperti Samud, Demian akhirnya berbaur menikmati malam. Banyak wanita yang mendekatinya, berharap mendapat traktiran darinya. Dia sadar betul apa yang mereka incar. Dulu dia sering mencoba mendekati wanita di bar dan diabaikan, tapi malam ini cerita berbeda.
Hingga pukul tiga pagi, Demian dan rombongannya baru meninggalkan tempat itu. Mereka tidak kembali ke asrama malam itu, tapi mencari hotel terdekat dan menyewa beberapa kamar. Pengawalnya, yang tampak sudah hilang entah ke mana, tidak muncul lagi.
Setelah memastikan teman-temannya sudah tenang, Demian masuk ke kamarnya dan duduk menunggu.
“Kamu cukup cerdas,” terdengar suara dingin entah dari mana.
“Kayaknya perasaan kita sama, kamu juga sepertinya memandangku cukup penting,” jawab Demian dengan senyum tipis.
“Kayaknya kita harus bicara,” suara itu kembali bergema.
“Ngomongin apa?” Demian kini benar-benar sadar. Pai nggak jatuh begitu saja dari langit, kalau pun jatuh pasti ada yang nggak beres.
“Aku bisa menawarkan beberapa hal.” Tiba-tiba layar tiga dimensi muncul di depan Demian, dan saat dia menatapnya, matanya membulat terkejut.
“Kekuatan +1 Elixir, 100 Poin.”
“Kelincahan +1 Elixir, 100 Poin.”
“Kecerdasan +1 Elixir, 100 Poin.”
“Kemampuan Khusus +1 Elixir, 500 Poin.”
...
“Kapal Perang Antariksa, 1.000.000.000 Poin.”
Demian menelan ludah. Apa ini semua? Elixir untuk kemampuan khusus, kapal antariksa? Mata Demian hampir keluar dari kepala.
“Kenapa Elixir Kemampuan Khusus harganya 500 poin, sedangkan lainnya hanya 100? Dan gimana cara aku ngumpulin poin-poin ini?” tanya Demian penasaran.
“Kalau kamu punya 500 poin, apa yang kamu pilih?” tanya suara dingin itu.
“Jelas yang paling menarik!” kata Demian tanpa ragu.
“Karena itu harganya 500 poin. Untuk poin, kamu bisa mendapatkannya dari beberapa tugas, atau dengan menghasilkan uang. Setiap 10.000 rupiah bisa kamu tukar dengan 1 poin.” Suara itu menjelaskan.
“Segampang itu?” Demian penasaran soal tugas, tapi tidak mau bertanya. Soal uang, dia merasa punya cukup untuk mengumpulkan poin. Tapi kemudian suara itu menambahkan, “Tapi uang yang kamu hasilkan, bukan dari pemberianku, baru bisa ditukar.”
Perkataan itu memadamkan semangat Demian seketika. Lupakan kapal antariksa, Elixir yang ada pun hanya bisa dibeli kalau dia berhasil mengumpulkan ratusan miliar rupiah.
“Jadi, nggak ada poin dasar nih?” tanya Demian penuh harap.
“Tidak ada,” jawab suara itu tegas, memutuskan harapan terakhir Demian.