Aluna, seorang penulis sukses, baru saja merampungkan novel historis berjudul "Rahasia Sang Selir", kisah penuh cinta dan intrik di istana kerajaan Korea. Namun, di tengah perjalanannya ke acara temu penggemar, ia mengalami kecelakaan misterius dan mendapati dirinya terbangun di dalam tubuh salah satu karakter yang ia tulis sendiri: Seo-Rin, seorang wanita antagonis yang ditakdirkan membawa konflik.
Dalam kebingungannya, Aluna harus menjalani hidup sebagai Seo-Rin, mengikuti alur cerita yang ia ciptakan. Hari pertama sebagai Seo-Rin dimulai dengan undangan ke istana untuk mengikuti pemilihan permaisuri. Meski ia berusaha menghindari pangeran dan bertindak sesuai perannya, takdir seolah bermain dengan cara tak terduga. Pangeran Ji-Woon, yang terkenal dingin dan penuh ambisi, justru tertarik pada sikap "antagonis" Seo-Rin dan mengangkatnya sebagai selirnya—suatu kejadian yang tidak pernah ada dalam cerita yang ia tulis!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu Lestary, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13: Pertemuan Rahasia
Saat fajar perlahan muncul, cahaya lembut menyusup melalui jendela kamar, membangunkan mereka dari ketenangan malam yang penuh makna. Aluna masih terbaring dalam pelukan Ji-Woon, merasakan hangatnya kehadiran Pangeran yang menemaninya sepanjang malam. Rasanya seperti mimpi—mimpi yang begitu nyata dan menyentuh, mengingatkannya bahwa takdir mungkin telah membawanya ke dunia ini untuk merasakan cinta sejati yang tak terduga.
Ji-Woon membuka matanya perlahan, menyadari kehadiran Aluna di sampingnya. Tatapannya penuh dengan kelembutan yang baru, seolah perasaan yang selama ini tersembunyi akhirnya menemukan jalannya untuk terungkap. Ia menyentuh pipi Aluna dengan lembut, menelusuri wajah yang begitu menenangkannya.
"Seo-Rin," bisik Ji-Woon, panggilannya terdengar tulus dan penuh arti. "Aku tak pernah merasa seperti ini sebelumnya, namun entah bagaimana, kau membuat segalanya terasa berbeda."
Aluna menatap mata Ji-Woon, senyumnya terukir tipis. "Pangeran, aku … aku pun merasa hal yang sama." Kata-katanya sederhana, namun membawa perasaan mendalam yang tak lagi bisa ia sembunyikan.
Sejenak, keduanya hanya saling bertatapan, larut dalam perasaan yang kini begitu jelas di antara mereka. Namun, meskipun hatinya penuh kebahagiaan, Aluna menyadari satu hal—bahwa ini semua berada dalam batas peran dan takdir yang telah ditetapkan. Ia bukanlah Seo-Rin yang asli; ia adalah Aluna, seorang penulis yang entah bagaimana terperangkap dalam dunia yang ia ciptakan sendiri.
Dengan lembut, Aluna menarik diri dari pelukan Ji-Woon, meskipun perasaannya menentang keputusannya itu. “Pangeran, meski malam ini begitu berharga bagiku, kita tidak boleh melupakan tempat kita,” ucapnya lirih, namun penuh keyakinan. “Anda adalah pangeran, calon raja, dan saya hanyalah selir.”
Ji-Woon menatapnya penuh kedalaman, wajahnya penuh keseriusan. “Jangan bicara begitu, Seo-Rin,” katanya, menekankan setiap kata. “Bagiku, kau lebih dari itu. Aku ingin kau di sisiku … bukan sebagai sekadar selir.”
Hati Aluna bergetar mendengar ungkapan itu, namun ia mengingatkan dirinya untuk tetap rasional. Dunia yang mereka huni ini penuh dengan aturan istana dan tuntutan dari masyarakat. Tak ada tempat untuk hubungan yang tidak sesuai dengan peran masing-masing.
“Aku tak pernah menyangka akan mengucapkan ini,” gumam Aluna, berusaha tersenyum walau ada luka kecil yang menggores hatinya. “Namun, aku harus kembali ke realita. Apapun yang kita rasakan, tidak bisa mengubah kenyataan bahwa kita hidup di dunia yang penuh aturan. Pangeran, tolonglah … jangan biarkan perasaan ini membawa kita pada jalan yang lebih sulit.”
Ji-Woon menatapnya penuh kepedihan, namun akhirnya mengangguk perlahan. “Jika itu memang maumu,” ujarnya, walau raut wajahnya menunjukkan penyesalan yang dalam. “Tapi ketahuilah, Seo-Rin, hatiku tidak akan mudah berubah. Aku tidak akan mengizinkan siapapun untuk melukaimu atau merenggutmu dari sisiku.”
Perlahan, Ji-Woon bangkit dari sisi Aluna, meninggalkannya dengan tatapan terakhir yang penuh arti sebelum pergi. Setelah ia menghilang di balik pintu, Aluna terdiam di kamarnya, merenungi perasaan yang kini menghantui dirinya. Di satu sisi, ia merasa senang atas kedekatannya dengan Ji-Woon, namun di sisi lain, ia merasa terjebak dalam takdir yang ia sendiri ciptakan.
Di luar, matahari telah sepenuhnya muncul, menandai awal dari hari baru yang penuh dengan tantangan baru di istana. Aluna tahu, bahwa meskipun semalam ia telah merasakan kehangatan dari seorang pria yang kini menyimpan perasaannya, ia harus tetap siap menghadapi apapun yang menantinya di dunia yang penuh intrik ini.
*
Saat hari mulai bergerak, kabar mengenai insiden serangan di pesta malam sebelumnya segera menyebar ke seluruh istana. Desas-desus yang tidak terkendali mengisi aula dan koridor, sebagian besar di antaranya menyoroti keberanian Pangeran Ji-Woon yang menyelamatkan Seo-Rin dengan menahan serangan itu. Bahkan, beberapa orang di kalangan istana mulai membicarakan hubungan Ji-Woon dan Seo-Rin dengan berbagai spekulasi.
Sementara itu, Aluna bangkit dari tempat tidurnya, masih merasa lelah setelah malam yang penuh emosi. Namun, tak lama setelah ia bersiap untuk menghadapi hari, seorang pelayan mengetuk pintu kamarnya dan mengantarkan pesan dari Panglima Han. Panglima memintanya bertemu di taman belakang istana—tempat yang biasanya sepi dan jauh dari telinga yang ingin tahu.
Rasa penasaran Aluna mengalahkan kelelahan dalam tubuhnya, dan ia segera bergegas ke tempat yang dimaksud. Saat tiba di taman yang teduh oleh pepohonan besar, ia menemukan Panglima Han tengah berdiri menantinya, raut wajahnya serius.
“Yang Mulia Seo-Rin,” sapa Panglima Han sambil membungkuk hormat, namun ada sedikit senyuman yang lembut di wajahnya. “Saya harap luka Anda tidak meninggalkan trauma setelah insiden malam itu.”
Aluna tersenyum kecil, mencoba menyembunyikan kebingungannya. “Terima kasih atas perhatianmu, Panglima. Saya tidak apa-apa.”
Namun, tanpa basa-basi, Panglima Han melanjutkan dengan nada yang lebih serius. “Saya ingin membicarakan sesuatu tentang kejadian malam tadi, terutama mengenai gadis yang menyusup ke istana.”
Aluna terdiam, mengingat peristiwa di mana ia diserang oleh gadis misterius itu. “Apa yang ingin Anda katakan tentangnya, Panglima?” tanyanya penasaran.
“Setelah penyelidikan sementara, kami menemukan bahwa gadis itu bukanlah penyusup biasa,” jawab Panglima Han, suaranya sedikit menurun, seakan khawatir akan didengar oleh orang lain. “Dia memiliki koneksi dengan seseorang di dalam istana, seseorang yang mungkin memiliki motif tertentu untuk menyingkirkan Anda.”
Aluna terperanjat. Meski ia sudah menduga ada kemungkinan ancaman dari dalam istana, mendengar konfirmasi ini tetap membuatnya merasa tak nyaman. “Jadi, ada yang ingin menyingkirkanku?” gumamnya, seolah berbicara pada dirinya sendiri.
Panglima Han mengangguk. “Saya tahu ini mungkin mengejutkan Anda, tapi saya yakin Anda sudah tahu bahwa kehidupan di istana tidak pernah sepenuhnya aman, terutama bagi seseorang seperti Anda yang memiliki kedekatan dengan Pangeran Ji-Woon.”
Mendengar ini, Aluna menundukkan kepala, menghela napas panjang. Kedekatannya dengan Ji-Woon telah menarik perhatian banyak pihak, dan kini ia terjebak dalam jaringan konflik yang lebih dalam dari yang ia bayangkan.
“Panglima Han, jika saya boleh bertanya,” kata Aluna hati-hati. “Apakah ada kecurigaan mengenai siapa yang mungkin berada di balik rencana ini?”
Panglima Han menatapnya tajam sebelum menjawab. “Belum ada bukti kuat, tapi ada rumor yang mengarah pada pihak yang merasa terganggu dengan kedekatan Anda dengan Pangeran. Tidak semua orang mendukung kedekatan ini, terutama karena posisi Putri Kang-Ji yang seharusnya menjadi permaisuri utama.”
Seketika itu pula, Aluna memahami implikasi dari ucapan Panglima Han. Posisi Seo-Rin sebagai selir dan hubungan tak terduganya dengan Ji-Woon telah menciptakan ketegangan baru, terutama bagi Putri Kang-Ji dan pengikutnya.
“Yang Mulia, saya menyarankan Anda berhati-hati. Dan jika Anda merasa ada sesuatu yang tidak biasa, mohon segera beri tahu saya atau para penjaga yang dapat Anda percayai,” lanjut Panglima Han, suaranya lembut namun penuh ketegasan.
Aluna mengangguk, menyadari betapa rapuh posisinya di istana ini. “Terima kasih, Panglima Han. Saya akan berhati-hati.”
Saat mereka berbicara, Aluna merasakan sesuatu yang aneh—campuran ketakutan dan rasa aman yang muncul dari perhatian Panglima Han. Meski ia bukan sosok yang menyimpan perasaan pada Seo-Rin, perhatiannya membuat Aluna merasa dihargai di tengah intrik istana ini.
Tak lama setelah pertemuan tersebut, Aluna kembali ke kamarnya dengan hati yang masih berdebar, memikirkan apa yang harus ia lakukan untuk melindungi dirinya dan juga Pangeran Ji-Woon dari bahaya yang mengintai.
Di kamarnya, Aluna merenung panjang, mencoba menata langkah yang akan ia ambil berikutnya. Jika ia tidak berhati-hati, hubungan mereka bisa saja menjadi pemicu konflik yang lebih besar—konflik yang mungkin merenggut lebih dari sekadar kenyamanannya di istana.
Dalam pikirannya, Aluna hanya berharap agar ia memiliki kekuatan untuk melewati semua ini dan kembali ke dunia asalnya, ke kehidupan yang tidak dibebani oleh intrik dan bahaya yang kini menyelubungi setiap langkahnya.
Bersambung >>>
𝐤𝐚𝐝𝐚𝐧𝐠 𝐚𝐥𝐮𝐧𝐚 𝐤𝐝𝐚𝐧𝐠 𝐬𝐞𝐨 𝐫𝐢𝐧, 𝐣𝐝𝐢 𝐤𝐮𝐫𝐚𝐧𝐠 𝐞𝐧𝐚𝐤 𝐝𝐢 𝐛𝐚𝐜𝐚
𝐜𝐞𝐫𝐢𝐭𝐚 𝐛𝐚𝐠𝐮𝐬 , 𝐭𝐭𝐞𝐩 𝐬𝐞𝐦𝐚𝐧𝐠𝐚𝐭