novel fantsy tentang 3 sahabat yang igin menjadi petualang lalu masuk ke akademi petualang dan ternyata salah satu dari mereka adalah reinkarnasi dewa naga kehancuran yang mengamuk akbiat rasnya di bantai oleh para dewa dan diapun bertekad mengungkap semua rahasia kelam di masa lalu dan berniat membalas para dewa
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Albertus Seran, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18: Rahasia yang Terungkap
Ketika mereka melangkah lebih dalam ke hutan yang masih diselimuti bayangan, Aric merasakan suasana menjadi lebih berat. Lyria dan Kael berjalan di sampingnya, tetap waspada meskipun mereka saling menguatkan. Cahaya matahari nyaris tidak menembus dedaunan lebat di atas, membuat suasana semakin mencekam.
"Kita harus tetap waspada," kata Kael, tangannya menggenggam erat gagang pedangnya. "Ada sesuatu yang tidak beres di sini. Aku bisa merasakannya."
Lyria mengangguk, tetapi matanya terus mencari-cari tanda bahaya. "Aric, apa kau benar-benar yakin tentang visi yang kau lihat tadi?"
Aric menatap Lyria, merasa beban pertanyaan itu. Dia menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan jantungnya yang masih berdetak cepat setelah pengalamannya di altar. "Ya," katanya dengan nada tegas. "Aku melihat kegelapan di dalam diriku, sisi yang selama ini berusaha menguasai. Tapi aku tahu sekarang, aku harus mengendalikannya. Kita punya misi yang lebih besar, dan aku tidak akan membiarkan rasa takut atau amarah menghentikan kita."
Lyria tersenyum tipis, meskipun jelas terlihat masih ada kekhawatiran dalam matanya. "Aku percaya padamu, Aric. Kita semua di sini bersama-sama."
Namun, sebelum mereka sempat berbicara lebih jauh, suara geraman rendah terdengar dari bayangan di sekitar mereka. Dari balik pepohonan, muncul sosok makhluk besar dengan kulit hitam legam, sepasang mata merah membara menatap mereka penuh kebencian. Makhluk itu memiliki tubuh seperti beruang, tetapi dengan tanduk besar yang melengkung di atas kepalanya.
"Siapkan diri kalian!" teriak Kael, menarik pedangnya dan bersiap bertarung.
Aric mengangkat tangan, membiarkan energi naga biru berderak di sekelilingnya. "Kita harus mengalahkan makhluk ini sebelum mencapai pusat hutan," katanya, yakin bahwa mereka tidak bisa membuang waktu terlalu lama.
Lyria mengangkat tongkat sihirnya, bibirnya bergetar saat ia mulai melafalkan mantra perlindungan. "Aku akan melindungi kita dari serangan awal," katanya, fokusnya terpusat.
Makhluk itu melompat dengan kecepatan yang tidak sebanding dengan tubuh besarnya, mengayunkan cakar-cakarnya ke arah mereka. Aric melompat ke samping, menghindari serangan maut itu dan menembakkan bola api biru ke arah makhluk itu. Bola api meledak, tetapi hanya membuat makhluk itu mundur beberapa langkah.
"Ini tidak cukup," gumam Aric. "Kita butuh strategi yang lebih baik."
Kael menghunus pedangnya dengan kilatan cahaya putih. "Aku akan mengalihkan perhatiannya! Lyria, siapkan serangan dari belakang!" Tanpa menunggu jawaban, Kael berlari ke arah makhluk itu, berusaha menebas kaki belakangnya. Makhluk itu menggeram marah, mencoba menangkap Kael dengan cakar besarnya, tetapi Kael cukup cepat untuk menghindar.
Lyria merapal mantra sihir es, tangannya bergetar saat dia mengarahkan energi ke tanah. "Aric, bantu aku menahan makhluk ini," katanya, keringat mulai mengalir di dahinya.
Aric mengangguk dan berdiri di depan Lyria, melindunginya dari kemungkinan serangan. Energi naga biru membara di tangannya, dan dia menembakkan tembakan bertubi-tubi ke arah makhluk itu, memaksa makhluk itu untuk tetap terfokus pada dirinya. Sementara itu, Lyria menyelesaikan mantranya, dan es tebal menjalar dari tanah, membekukan kaki makhluk itu.
"Sekarang, Kael!" teriak Lyria.
Kael memanfaatkan momen itu, melompat tinggi ke udara dan menghunjamkan pedangnya ke punggung makhluk itu. Makhluk tersebut mengerang, darah hitam mengalir deras dari luka besar yang Kael buat. Tapi meski terluka parah, makhluk itu tetap berdiri, kemarahan di matanya semakin membara.
"Dia masih kuat," kata Kael, melompat mundur. "Apa makhluk ini tidak punya kelemahan?"
Aric mulai panik. Dia merasakan energi di tubuhnya mulai menipis setelah menggunakan banyak sihir. "Aku... aku akan mencoba sesuatu," katanya, mengangkat kedua tangannya. Ia mengingat ajaran ayahnya, tentang bagaimana kekuatan sebenarnya datang dari dalam, bukan dari kehancuran.
Dia menutup matanya dan membiarkan energinya mengalir perlahan, tidak hanya memikirkan api atau kekuatan naga, tetapi memikirkan teman-temannya, semua orang yang ia sayangi. Energi biru di tangannya berubah, menjadi lebih terang, seperti cahaya matahari yang menembus kabut.
"Aric, apa yang kau lakukan?" tanya Lyria, matanya melebar.
Aric membuka matanya, yang kini bersinar seperti bintang. "Aku akan mencoba sesuatu yang baru." Dia melangkah maju, memusatkan energi yang bersih dan penuh harapan ke arah makhluk itu. Cahaya biru yang membara berubah menjadi semburan cahaya murni yang menyelimuti makhluk tersebut.
Makhluk itu menjerit, tubuhnya mulai meleleh dalam cahaya itu, hingga akhirnya lenyap, hanya meninggalkan sisa-sisa bayangan yang bertebaran. Hutan yang semula penuh kegelapan mulai cerah kembali, cahaya matahari menembus perlahan, menghapus bayangan.
Kael terengah-engah, tertegun melihat apa yang Aric lakukan. "Kau... kau melakukannya. Apa yang baru saja terjadi?"
Aric menurunkan tangannya, tubuhnya gemetar karena kelelahan. "Aku tidak tahu pasti," jawabnya dengan napas terputus-putus. "Tapi aku rasa aku mulai memahami bahwa kekuatan itu tidak hanya berasal dari amarah, tetapi juga dari keinginan untuk melindungi."
Lyria menatap Aric dengan kagum, lalu tersenyum lemah. "Kau benar-benar luar biasa, Aric."
Mereka bertiga saling memandang, merasa kelegaan besar setelah pertarungan sengit itu. Tapi mereka tahu, perjalanan mereka belum berakhir. Hutan ini masih menyimpan rahasia yang belum terungkap, dan mereka harus terus maju, bersama, dengan kekuatan yang saling melengkapi.
"Mari kita lanjutkan," kata Kael, mencoba memulihkan semangat mereka. "Petualangan kita belum selesai."
Mereka melangkah maju, dengan cahaya baru dalam hati mereka, siap menghadapi apa pun yang akan datang.