TAMAT 18 NOVEMBER 2024
Rahardian adalah luka bagi Nathalie, tiba-tiba saja suami tampan yang mengkhianatinya selama dua tahun terakhir justru memintanya hamil bahkan menata ulang pernikahan yang sudah hancur lebur.
Atas dasar cinta, Nathalie mau menuruti keinginan suaminya. Mereka berbulan madu ke Bali, dan kehamilan pun tak terelakan lagi.
Namun, di suatu malam, Nathalie tersadar akan sesuatu. Sadar, tentang tanda yang melekat di punggung suaminya bukanlah milik suaminya.
Cinta, obsesi, dendam, luka, intrik, dibungkus dengan indah dalam satu karya ini. Di mana pada akhirnya semua harus mengalah pada takdir yang telah digariskan sang maha esa.
Cerita romantis, tentang kekaguman, tentang kesetiaan, tentang kepemilikan, tentang keegoisan, tentang kepedulian dan tentang tanggung jawab versi Pasha Ayu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pasha Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SPS TIGA LIMA
"Ini Rumah, Mama."
Aster membawa Nathalie ke kediamannya dua tahun terakhir. Karena sejak Adhigama kembali pada Niko, Aster tinggal di sini bersama penjagaan ketat putranya.
Tidak besar tapi cukup indah untuk ukuran rumah yang sederhana. Aster menggendong bayi yang berceloteh menggemaskan.
Awal pertama bertemu dengan Rhagatha, Aster seperti mendapatkan banyak sekali asupan kebahagiaan. "Kau suka, Rhagatha?"
Aster lalu beralih pada Nathalie yang menatap dengan senyum. "Kau suka tidak dengan rumah ini, Nathalie?"
"Indah sekali." Yah, kata indah untuk rumah serba putih dan vintage ini. Semua estetika dan bersih, udaranya pun menenangkan, banyak bunga-bunga, taman yang asri.
Aster meletakkan Rhagatha di taman bersama dengan pengasuhnya. Vindy orang kepercayaan Nathalie dan Gama sejauh ini.
"Mama akan buatkan minum."
"Tidak perlu," cegah Nathalie, "biar Nathalie saja yang buat. Mama di sini saja bermain dengan Rhagatha."
Walau hidup di zaman modern, Nathalie masih warga Indonesia, ia tetap tak bisa membiarkan orang tua membuatkan minuman untuknya yang lebih muda.
"Kau yakin?" tanya Aster. Anggukan kepala Nathalie memaksa Aster menunjukkan dapur estetika miliknya.
Nathalie masuk ke Rumah setelah itu, ayunan langkah langsung menuju dapur yang memang tidak jauh dari ruang tamu sederhana Aster.
Nathalie juga bisa menemukan tempat pembuatan minum di mana itu dibuat dengan sangat estetika. "Gelas?" gumamnya.
Nathalie bisa memilih langsung gelas yang dia mau. Semuanya tergantung di atas meja ala bartender, dari cangkir hingga gelas heels.
"Aku buat teh saja."
Nathalie menemukan tempat teh karena letaknya tidak terlalu tersembunyi. Dia suka sekali dengan konsep dapur seperti ini: Terbuka karena jendela mengelilinginya.
Nathalie akan didihkan air. Dia tidak tahu apakah ada mesin khusus atau tidak, yang paling gampang adalah merebus air dahulu.
Yah meski agaknya Nathalie tidak akan suka karena teh di sini teh yang dibuat dari kulit kopi bukan teh seperti di Indonesia. Ada jenis lain pun, itu terbuat dari rumput liar Amerika tropis yang baunya cukup menyengat.
"Ehm--"
Nathalie melirik ke samping kanan, dengan wajah bantal, Gama mendekat sambil mengacak-acak kepala yang tak rapi.
Gama baru bangun tidur setelah begadang di pesta minum- minum bersama Wilson di acara pernikahan Alexandra.
Gama memeluk Nathalie dari belakang, tentunya membisikkan sesuatu. "Aku lupa menjemput mu, Sayang."
"Tidak apa-apa."
Nathalie pikir itu tidak masalah karena orang-orang Gama menjaganya. Dari tempat Alexandra, Sergey bahkan ikut mengantarnya hingga ke rumah Mama Aster.
"Terima kasih pengertiannya." Wajah Gama tenggelam di ceruk leher Nathalie yang sibuk meracik teh cascara di empat cangkir putih.
"Aku diantar Sergey barusan." Nathalie meringis karena Gama meremas pinggang seakan itu hukumannya.
"Kenapa harus Sergey?" Nathalie tak menjawab pertanyaan cemburu Gama, walau bagaimanapun, dia suka perilaku posesif itu.
"Kau bisa tunggu di depan kan?" Nathalie mendorong Gama dengan sebelah siku.
Sayangnya Gama masih dipengaruhi alkohol, semua tahu alkohol memang meningkatkan testosteron hingga memicu gairah. Bahkan, Nathalie bisa merasakan ketegangan pria itu.
"Gama--"
Nathalie ingin protes, tapi, cukup menikmati sentuhan lembutnya. Terpejam, wanita itu mendongak dengan desah sensual kala Gama menyisir pangkal lehernya.
"Ssh, aku mau." Gama membalikan tubuh Nathalie, tersenyum teduh lalu mencumbu. Menggigit bibir bawahnya, Nathalie hanya bisa meremas sendok tehnya sejauh ini.
"Gama--" Nathalie mendorong bukan karena tidak ingin, dia hanya belum mendapatkan kepastian atas lamaran serius Adhigama.
"Sudah kubilang aku--"
"Kita akan menikah, Mama sudah membuat janji dengan Papa Niko mu." Gama bicara agar Nathalie bisa lebih tenang lagi dan cukup berhasil karena Nathalie tersenyum.
"Jadi mereka saling bicara?" tanyanya.
Gama mengangguk. "Besok, Mama akan pulang ke Indonesia, dan itu untuk melamar mu melalui Papa Niko kesayangan mu."
Nathalie tersenyum lebih lebar, dan bibir plum itu mengalihkan manik Gama kembali. Nude; lipstik yang dipakai Nathalie hari ini.
Gama suka warnanya, dia perlahan mengikis jarak, merangsek untuk mencumbunya sekali lagi. Didudukan wanita itu di meja dapur, memulai lebih lama ciuman mabuk mereka.
Gama pikir, Nathalie sudah menerimanya setelah kemarin Alexandra menikah, bisa dilihat dari bagaimana Nathalie mendesah untuk remasan di dada. "Gama--"
Gama mundur saat Nathalie mendorongnya dengan dua tangan. Tapi, agaknya Gama masih menggebu-gebu untuk ini, matanya redup, tapi, memiliki arti yang dalam.
"Aku mau masuk, Nathalie."
Gama bahkan bermain-main dengan bibir sendiri seolah-olah Nathalie makanan lezat yang ingin sekali dia santap saat menatap.
"Aku tidak bisa." Nathalie turun dari meja dapur, mendatangi air rebusan yang sudah hampir habis. Persetan dengan hasrat Gama yang tengah didominasi minuman, Nathalie tidak mau ada Rhagatha ke dua kecuali sah.
"Kita akan menikah, Nathalie."
Nathalie melirik tajam. "Aku akan menyiram mu dengan ini kalau kau tetap memaksa."
Gama mendengus, lalu diam di tempat sampai Nathalie selesai. Sesekali menatap lekukan Nathalie dari atas hingga bawah.
Sejak melahirkan, Nathalie jauh lebih berisi, tapi, entahlah, dia suka. Tangannya bahkan dia remas-remas sendiri saking gatalnya.
Walau penuh liku, akhirnya Nathalie berhasil juga membuat teh cascara. Membawanya keluar dengan penampan persegi panjang.
Gama hanya mengiringi wanita itu dari belakang. Celana pendek dan singlet; pakaian ternyaman saat di Rumah sang ibunda.
Gama duduk di salah kursi taman, sempat dia menyapa Rhagatha yang asyik berlarian dengan para pengawal dan pengasuhnya.
Gama orang pertama yang lebih dulu menyambar teh buatan Nathalie. Bahkan tersedak saat Nathalie mendorong kecil cangkir yang disesap olehnya.
"Sayang--"
"Aku membuatkan Mama, bukan kamu!"
"Di sini ada empat cangkir, Nathalie!"
"Itu untuk Andika dan Vindy, aku juga mau minum, aku tidak membuat untuk mu."
Berwajah malas Gama menyandar, meniup rambut belah dua yang sudah cukup panjang menjuntai di bawah alisnya.
Biarkan Nathalie kejam untuk saat ini, nanti setelah menikah, Gama pastikan, Nathalie tak bisa bernapas lega. Yah, setidaknya sampai memohon ampun untuk dilepaskan.
"Kau berpikir mesum, ya?"
Menautkan dua alisnya, Gama lekas beranjak dari sandaran kursinya, hebat sekali Nathalie; bisa mendeteksi angan-angan yang melintasi otaknya barusan.
Namun, Gama tak memiliki energi untuk menjawabnya, apa lagi dia paham betul; dia tidak akan menang berdebat dengan wanita independen seperti Nathalie dan kawan- kawannya.
Aster mendekati kursi taman, sesaat setelah ponsel di meja tersebut berdering. Aster lihat kontak yang menelepon, Niko Dewantara.
Aster tersenyum kecil, lalu mengangkat panggilan dari suaminya. Yah, jika tidak ada kematian maka; nama Aster masih tercatat sebagai istri Niko, bahkan itu berarti pernikahan kedua Niko tidak sah.
"Siapa yang menelepon?" tanya Gama.
"Papa mu." Niko baru sempat menjawab panggilan Aster pagi tadi. "Biarkan Mama bicara sebentar, kalian nikmati tehnya."
Gama melihat raut lain di wajah Aster, entah apa, tapi mungkin kerinduan. Yah, itu juga yang Nathalie tangkap dari senyum Aster.
"Syukurlah." Nathalie berharap di sisa hidup Niko, Niko bisa berdampingan lagi dengan istri sah yang lama pergi.
Gama berbisik di telinga. "Kau bersyukur karena kita akan menikah?"
"Karena Papa akan bertemu Mama."
"Bukan karena--" Gama meraba paha Nathalie yang hanya dilapisi rok strict. Tangan itu lalu turun setelah Nathalie meliriknya tajam.
Titisan monyet ini pasti akan mengerahkan kuku-kuku panjangnya. "Kau boleh mencakar lagi, tapi di punggung ku sambil mendesah."
bikin novel komedi aja Thor
engkau shangat kocaks