Melukis Cinta Bukan Mengukir Benci
Harris Zlatan meremas kertas ditangannya dan melemparnya dengan kasar, wajahnya merah menahan amarah dengan napasnya yang tersengal-sengal, ia terduduk tidak berdaya.
"Mas, kamu kenapa?" Nadia Firman, istrinya setengah berlari menghampiri Harris yang sudah bersandar di tepi ranjang Maya Arini Zlatan, anak sulungnya. Nadia panik melihat suaminya yang sedang berusaha mengontrol napasnya.
Nadia mencari arah mata Harris yang tertuju pada kertas yang di lemparkannya tadi, dengan ragu Nadia mengambilnya. Ia membuka kertas yang sudah remuk nyaris robek yang ternyata adalah sebuah surat dari Maya.
Pa, Ma, Maya dari dulu selalu menuruti apa maunya Papa dan Mama, tidak ada satu pun yang Maya tolak. Apa pun itu. Papa dan Mama melakukan itu demi kebaikan Maya. Maya menuruti semua hanya demi kebahagiaan Papa dan Mama. Tidakkah satu kali pun ada pertanyaan apakah Maya menyukainya? Apakah Maya senang menjalaninya? Maya tidak benar-benar bahagia Pa, Ma.
Air mata Nadia berlinang, bibirnya bergetar membaca setiap kalimat yang tertulis di kertas itu.
Ma, Pa, maafkan Maya. Sungguh Maya sangat sayang Papa dan Mama, tapi boleh kan untuk kali ini Maya tidak menuruti permintaan Papa dan Mama. Maya hanya ingin menikah dengan laki-laki yang Maya cintai Pa, Ma. Maya berharap Papa dan Mama mengerti, Maya akan baik-baik saja. Tidak perlu mencari, maafkan Maya harus pergi.
Nadia menangis, air matanya tidak terbendung lagi. Perasaannya benar-benar kacau sekarang, ia tidak tahu harus marah karena kepergian Maya yang diam-diam karena menolak perjodohan atau harus sedih karena ketidakbahagiaan Maya selama ini.
***
Hujan deras tidak menghentikan langkah Marsha Aulia Zlatan yang tergopoh-gopoh untuk mencapai pintu rumah sakit. Ia seakan tersengat listrik begitu mendengar kabar Harris─Papanya masuk rumah sakit.
"Marsha, hujan! Ini payungnya sama gue." Sarah Deborah, sahabatnya yang kebetulan sedang bersama Marsha saat menerima kabar buruk itu. Ia hanya bisa berusaha mengejar Marsha yang sudah jauh di depan. "Kan, basah deh dia!" desis Sarah, ia hanya pasrah dengan ulah sahabatnya itu.
Marsha yang begitu masuk rumah sakit langsung mendapati Hana Zlatan─Papanya sedang berada di loket administrasi. Ia pun langsung menghampirinya dengan tidak sabar. "Tante, Papa kenapa?" tanya Marsha panik,
"Ya ampun Marsha kamu kenapa basah begini?" bukannya menjawab Hana mengernyit melihat seragam Marsha yang sudah basah sebagian.
"Hujan, Papa kenapa Tan?" Marsha menjawab apa adanya, ia masih panik ingin tahu keadaan Papanya.
Hana menggiring Marsha untuk duduk di salah satu ruang tunggu di sana, untuk mengajak berbicara Marsha agar tetap tenang. "Papa kamu hanya syok, udah mendingan kok. Sekarang lagi istirahat, nanti atau paling lama besok juga udah boleh pulang."
Marsha menghela napas lega, kini baru ia rasakan dinginnya akibat kehujanan ditambah ruangan yang tidak kalah dingin. "Marsha boleh lihat Papa?" ucapnya penuh harap, namun Hana terlihat ragu.
"Nanti aja ya, sayang. Di dalam masih ada hal penting yang dibicarakan Mama kamu dan Om Candra buat menenangkan Papa kamu juga." Hana berdiri meninggalkan Marsha yang kecewa dan kedinginan, ia hanya bisa pasrah menurut.
"Gila ya lo, hujan deras begini dihantam. Basah kan! Percuma gue ngeluarin payung." Sarah menghampiri penuh dengan kekesalannya, ia duduk di samping Marsha yang sudah dengan posisi memeluk dirinya sendiri karena kedinginan. "Nah, dingin kan. Ngeyel sih!" bukannya iba, Sarah malah mencubit pelan lengan Marsha dengan gemas. Nggak mau dengerin sih tadi.
"Aduh, sakit!" sungut Marsha, ia hanya bisa cemberut.
Mata Sarah membulat begitu melihat seseorang yang ia kenal sedang berjalan ke arahnya dan Marsha. Moreno Arsya─sepupu Marsha yang juga anak semata wayang dari Hana dan Candra Arsya.
Reno lebih tua lima tahun dari Marsha, yang kini juga menjabat disalah satu anak perusahaan Harris dan Hana sebagai pewaris perusahaan keluarga mereka. Reno adalah laki-laki yang Marsha sukai sejak kecil, begitu pula dengan Reno─mereka saling mencintai satu sama lain. Namun status mereka yang sebagai sepupu membuat hubungan lebih dari sekedar saudara itu terhambat walaupun tidak pernah mendengar larangan di keluarga mereka, mereka cukup tahu diri untuk saling menyimpan rasa sampai dirasa waktu yang tepat untuk dibicarakan ke keluarga mereka.
"Sha, STM lo datang." bisik Sarah antusias. Sebagai sahabat, Sarah sangat tahu seluk-beluk kisah dan perjalanan cinta Marsha, bahkan ia memberi label Reno STM (Saudara Tapi Mesra) agar tidak ada orang yang mengetahui jika mereka sedang membicarakannya.
Marsha yang kedinginan mengelus-elus lengannya mendongak ke arah yang ditunjuk Sarah, darahnya berdesir begitu melihat Reno dengan penampilannya yang selalu memukau yang memang sedang berjalan ke arahnya. Reno tersenyum begitu Marsha menyadari kedatangannya, Marsha serasa meleleh seketika ingin rasanya ia berhamburan berlari memeluk pria tampan yang disayanginya itu. Namun itu hanya angan-angan yang berada di pikirannya, kenyataannya ia tetap diam di tempat dengan mode so(k) cool-nya.
Begitu sampai di depan Marsha, Reno langsung membuka jasnya dan memakaikannya pada Marsha, "Kamu kenapa hujan-hujanan?" ucap Reno penuh perhatian. Ia duduk di samping Marsha dan memperhatikan wajahnya dengan saksama, tangannya terulur merapikan rambut Marsha yang basah dan berantakan karena hujan.
"Mau juga deh satu yang kayak kak Reno, masih ada nggak ya?" celetuk Sarah sengaja berucap dengan suara yang cukup lantang untuk didengar pasangan sejoli ini. Marsha melayangkan cubitan balasan untuknya.
"Nggak usah centil!" bisik Marsha kesal,
"Kamu nggak sampai pusing kan habis hujan-hujanan gini? Sini kalau mau sandaran." Reno menepuk bahunya pelan membuat Sarah semakin menjadi heboh. Sarah yang memang suka iseng itu pun mulai menggoda sahabatnya.
"Kaaak, aku juga mau." ucap Sarah dengan nada yang dimanjakan membuat Marsha geli mendengarnya.
Masih dengan so(k) coolnya Marsha bergeming tidak menghiraukan ucapan Reno, tapi sebenarnya ia ingin sekali langsung bersandar kalau perlu sekalian memeluk Reno dengan erat. Namun gengsinya masih menguasai.
"Nggak apa-apa, Sha." dengan lembut Reno menyandarkan kepala Marsha di bahunya, ia pun mengelus pelan rambut Marsha dengan penuh rasa sayang, matanya menatap jauh menerawang.
"Obat nyamuk lagi deh!" celetuk Sarah sambil mengeluarkan ponselnya, Reno dan Marsha hanya tersenyum tipis menanggapi ucapan dan tingkah Sarah yang sudah biasa mereka hadapi yang menjadi obat nyamuk, semprotan kecoa dan cicak.
"Kak, Papa baik-baik aja kan?"
"Baik, kata dokter hanya syok,"
"Papa syok kenapa sih kak? Kok sampai nggak sadarkan diri gitu." tanya Marsha penasaran dan tentu saja ia masih khawatir dengan keadaan Papanya. Reno terdiam, tatapannya kembali kosong lurus ke depan. Ia terlihat ragu dan bingung.
"Kak?" Marsha masih menunggu tanpa memindahkan kepalanya dari bahu Reno.
"Kakak kenapa?" Reno tersadar begitu bahunya kosong, kini Marsha sedang menatapnya khawatir.
Lama Reno menatap wajah Marsha, seraya tersenyum ia menyelipkan rambut Marsha yang terurai ke belakang telinganya. Seolah-olah ini adalah momen yang tidak boleh dilewatkan bisa menatap wanita yang ia cintai sedekat ini, ia terus memandangi wajah Marsha semakin dalam. Keadaan membuatnya mulai ragu dengan hubungan yang sedang ia jalani bersama Marsha selama ini.
"Kakak juga kurang tahu sebenarnya, nanti kita tanya Mama aja." Marsha mengernyit, ia merasakan ada sesuatu yang disembunyikan oleh Reno darinya. Jelas sekali ia melihat Reno seperti melamun sesaat, entah apa yang ada dipikirkannya.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments