Setelah bereinkarnasi ke dunia lain, Klein memutuskan untuk merubah hidupnya. Sebagai seorang yang bekerja keras dalam belajar dan akhirnya menjadi pekerja kerah putih yang terus-terusan bekerja lembur sampai kematiannya, di kehidupan ini dia memutuskan-
Tidak akan bekerja dan hidup dengan santai!
Untungnya, Klein bereinkarnasi sebagai pangeran pertama dengan keluarga yang menyayanginya. Belum lagi, dia juga menunjukkan bakat sihir yang sangat luar biasa, langka di antara umat manusia.
Latar belakang hebat dan bakat super, bukankah itu cocok sebagai pahlawan atau semacamnya?
Bahkan jika itu benar, Klein tidak peduli. Dalam hatinya, hanya ada satu tekad yang selalu dia jaga.
‘Di kehidupan ini-‘
‘Aku hanya ingin bermalas-malasan!’
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kei L Wanderer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perubahan Rencana
Tanpa terasa, hampir satu bulan kembali begitu saja. Dalam waktu ini, situasi di Akademi Dawn Star tampak semakin panas. Para murid kelas 1 dan 2 jelas mempersiapkan diri untuk mengikuti seleksi internal pemilihan tim perwakilan akademi.
Dalam salah satu ruang latihan, dua orang lelaki saling memandang dengan ekspresi serius di wajah mereka. Mereka memegang erat pedang, tampak kelelahan akibat latihan tanding.
Mereka berdua adalah Arthur dan Vlad. Ya, bukan Lonnie, tapi Vlad.
Vlad sebenarnya ingin mendapatkan bimbingan dari Klein, tetapi pemuda itu tidak memiliki banyak waktu dan tidak terlalu handal dalam keterampilan pedang. Dia sendiri lebih baik dalam seni pertarungan tangan kosong. Jika senjata, pemuda itu cukup memahami keterampilan tongkat dan tombak.
Tentu saja, Klein lebih mementingkan sihir dibandingkan hal-hal tersebut. Bisa dibilang, dia menggunakan berbagai jenis latihan itu sebagai senam kebugaran atau semacamnya. Kemahiran didapatkan karena pemahamannya yang menyimpang.
“Terima kasih telah mengajari saya selama empat minggu ini, Tuan Arthur,” ucap Vlad sambil membungkuk sopan.
“Tidak masalah. Kamu juga banyak membantu ku berlatih. Selain itu, bukannya Klein meminta ku untuk melakukannya secara gratis,” balas Arthur.
Seolah takut Vlad salah paham, dia buru-buru menambahkan, “Sebenarnya aku tidak meminta bayaran, tapi orang itu bersikeras untuk memberikannya. Seharusnya kamu tahu kalau Klein itu orang yang tidak ingin berhutang budi.”
“Um.” Vlad mengangguk polos.
Pemuda itu memahami apa yang dimaksud Arthur. Dia juga merasa senang sekaligus tertekan.
Vlad merasa senang karena Klein membantunya mendapatkan mentor sehingga keterampilan dasar semakin kuat dan teknik-teknik lain bisa dikembangkan. Namun dia juga agak tertekan karena merasa menjadi beban, merasa telah menghabiskan banyak uang untuk makan dan latihan padahal tidak membantu Klein melakukan apa-apa.
Jika Klein mengetahui apa yang Vlad pikirkan, orang itu pasti sudah senang.
Lagipula, tidak begitu mudah mendapatkan kesetiaan orang lain, belum lagi orang-orang berbakat yang biasanya memiliki kesombongan mereka sendiri.
Itu membuktikan kalau pikiran Vlad lebih sederhana, tetapi juga membuktikan kalau orang itu layak dipercaya.
“Kalau begitu aku akan pergi, Tuan Arthur.”
Vlad mengangguk ringan. Seolah mengingat sesuatu, dia memiringkan kepala lalu kembali berkata.
“Omong-omong, aku tidak akan menahan diri jika kita bertemu di turnamen.”
Melihat ekspresi serius Vlad setelah mengatakan kalimat itu, Arthur menyeringai lalu membalas.
“Kalau begitu aku juga merasa lega. Aku tidak lagi perlu bersikap sungkan!”
...***
...
Sementara itu, di tempat latihan lain.
Rachel duduk bersila sambil menutup mata. Sebuah pedang diletakkan di depannya. Napasnya terdengar di ruangan yang sangat sunyi.
Membuka matanya, sepasang iris berwarna merah menyala. Rambut yang awalnya tenang mulai menari seolah terkena tiupan angin. Aura ganas muncul dari dalam tubuhnya.
Beberapa waktu kemudian, dia memejamkan mata. Semuanya berangsur-angsur tenang sama seperti sebelumnya.
Rachel mengembuskan kabut panas dari mulutnya, lalu kembali membuka mata. Ekspresinya masih tenang, tidak ada keganasan dan niat bertarung sama seperti sebelumnya.
“Sepertinya latihan bulan ini tidak sia-sia. Selain itu, orang-orang penuh kebencian itu benar-benar menyelinap pergi.”
“Aku pasti akan memukul mereka dengan keras ketika bertemu di turnamen.”
Bukan hanya Vlad yang pergi berlatih dengan Arthur, Luna dan Arianna juga berlatih dengan Klein.
Bisa dibilang, dari tim sebelumnya, Rachel benar-benar ditinggal sendiri. Hal tersebut membuat gadis itu merasa sangat marah sekaligus tertekan.
Awalnya Rachel ingin berlatih bersama, tetapi dia tidak menyangka kalau teman baiknya, Arianna benar-benar menolak membiarkannya ikut.
Tidak berhenti di sana, Rachel juga melihat kalau Luna juga tidak begitu sering berlatih bersama Klein dan Arianna. Itu membuatnya mulai meragukan hubungan antara kedua orang itu.
Mengingat anggota tim yang telah meninggalkannya tanpa sepatah kata, Rachel mendengus dingin.
“Jangan tersingkir terlalu cepat.”
“Aku harap kalian bertahan cukup lama sampai bertemu dengan ku.”
“Aku tidak sabar memukul kalian dengan tangan ku sendiri.”
...***
...
Di dalam asramanya, terlihat Klein yang melayang di udara dengan postur aneh.
Pemuda itu duduk bersila sambil membaca koran, tetapi tubuhnya terbalik ketika melayang di udara. Beberapa benda juga melayang di sekitarnya sambil berputar mengelilingi dia sebagai pusatnya.
Tidak jauh dari sana, Luna datang sambil membawa sepucuk surat. Melihat apa yang dilakukan Klein, dia sama sekali tidak terkejut. Bisa dibilang, gadis itu sudah sangat terbiasa dengan hal-hal aneh yang dilakukan Masternya.
“Master, ada surat yang dikirim dari rumah. Kelihatannya surat dari Raja,” ucap Luna lembut.
Mendengar itu, benda-benda yang melayang di sekitar Klein langsung jatuh ke lantai.
Pemuda itu sendiri juga hampir jatuh dan membenturkan kepalanya di lantai, tetapi segera melakukan back flip lalu kembali melayang perlahan sebelum mendarat.
Dia kemudian menyeka keringat di kepalanya, menatap ke arah Luna dengan ekspresi curiga di wajahnya.
“Apa yang diinginkan Pria Tua itu?” ucapnya ragu.
“Saya belum membukanya.” Luna memiringkan kepalanya.
Menerima surat dari Luna, Klein membuka surat itu lalu mulai membacanya.
Pada awalnya, dia tampak acuh tak acuh. Semakin lama membaca, ekspresinya terus berubah.
Awalnya tak acuh, berubah menjadi ragu, lalu gugup, dan akhirnya menyeka keringat dingin di dahinya, tampak agak ketakutan.
“Aduh! Tidak bisakah mereka membiarkan aku bebas setelah pergi ke akademi? Kenapa mereka masih ikut campur dalam hal-hal kecil semacam ini?” gumam Klein dengan ekspresi tertekan.
Pemuda itu meremas surat itu, api berkobar dan merubah surat itu menjadi abu.
Mengingat turnamen yang akan dimulai lusa, Klein menghela napas panjang, memejamkan mata dengan ekspresi tertekan.
“Sepertinya aku harus lebih serius. Jika tidak, liburan musim panas ku pasti tidak akan damai.”
Setelah menerima surat dari rumah, Klein pun memutuskan untuk memenuhi tuntutan ayahnya, yaitu mendapatkan tempat dalam tim perwakilan akademi.
Melirik ke arah Luna, pemuda itu tersenyum masam.
“Sepertinya akan ada perubahan rencana, Luna.”
>> Bersambung.