Setelah kejadian kecelakaan kerja di laboratorium miliknya saat sedang meneliti sebuah obat untuk wabah penyakit yang sedang menyerang hampir setengah penduduk bumi, Alena terbangun di suatu tempat yang asing. Segala sesuatunya terlihat kuno menurut dirinya, apalagi peralatan di rumah sakit pernah dia lihat sebelumnya di sebuah museum.
Memiliki nama yang sama, tetapi nasib yang jauh berbeda. Segala ingatan tentang pemilik tubuh masuk begitu saja. Namun jiwa Alena yang lain tidak akan membiarkan dirinya tertindas begitu saja. Ini saatnya menjadi kuat dan membalaskan perlakuan buruk mereka terutama membuat sang suami bertekuk lutut.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miss_Dew, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Saya ingin tidur
Zaldo menatap pilu Alena yang terbaring tak berdaya di ranjang pasien. Wajah dan bibirnya terlihat pucat serta perban yang menutupi luka di bagian kepala menambah rasa sesal di dada Zaldo. Andai tiga tahun yang lalu Zaldo sudah sukses seperti sekarang, mungkin Alena akan menjadi wanita paling bahagia dan tidak perlu menjadi wanita penebus hutang. Alena, wanita yang sepuluh tahun terakhir menjadi penghuni hatinya tak pernah sedetik pun terlewati tanpa memikirkan.
Dengan langkah gontai Zaldo mendekati Alena. Althaf lagi-lagi hanya terdiam saat pria itu mulai memegang tangan Alena. Biasanya tak seorangpun apalagi pria untuk menyentuh bebas diri Alena termasuk Gilbert. Tapi kali ini Althaf seakan merasakan kesedihan yang mendalam seorang Zaldo, kakak sepupunya yang tidak pernah melihat wanita lain selain Alena.
Tak takut Althaf akan marah atau bertindak jauh, Zaldo menggenggam erat dan kemudian mencium punggung tangan Alena. Harum tubuh Alena masih sama, tanpa wewangian apapun Zaldo merasakannya.
“Ale, maafkan aku yang dulu tak bisa menolongmu. Jika aku tahu kehidupanmu sangat menyedihkan seperti ini, seharusnya di hari itu aku membawamu kabur dan tak menjadi istri dari pria burik seperti Althaf,” monolog Zaldo begitu lirih.
Althaf yang berdiri di belakang Zaldo sedari tadi hanya terdiam. Tak sepatah katapun terucap dari mulutnya, namun pandangannya tak sedikitpun beralih dari wajah teduh Alena. Dahinya berkerut seolah memikirkan sesuatu yang sulit diartikan.
Sudah dua minggu lamanya Althaf bolak balik kantor- rumah sakit, pulang ke rumahnya hanya sesekali. Itu pun tak lebih dari dua jam, hanya makan, mengambil file perusahaan atau berganti pakaian. Bahkan dia lupa ada dua orang istri lainnya yang menunggu di rumah dan salah satunya masih terkurung di ruang isolasi.
Lelah, susah pasti. Baik fisik maupun mental Althaf terkuras habis-habisan apalagi di saat kondisi perusahaannya tengah goyah. Kondisi Alena yang tak kunjung membaik menguras emosi dan pikirannya, tak ada lagi seruan lembut yang terucap dari wanita itu. Althaf yang berjuang agar kondisi psikisnya tidak tergoncang, tak ingin kembali dianggap sebagai orang gila atau manusia setengah waras karena kelainan mental yang dia alami saat ini.
“Tu-tuan…” Gilbert menghampiri Althaf, mengecek kondisinya takut sesuatu tak terduga akan terjadi.
Althaf tersadar dari lamunannya saat terdengar suara Gilbert, dia menoleh sekilas dan kembali memandangi wajah Alena.
“Saya ingin tidur,” ucan Althaf singkat.
Gilbert langsung paham, Althaf pun meninggalkan Alena dan Zaldo hanya berdua di ruang perawatan.
...⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐...
Sesampainya di hotel, Althaf langsung merebahkan tubuhnya di atas ranjang yang empuk. Tanpa banyak berkata dan memberikan perintah, Gilbert langsung paham maksud dari ucapan Althaf dan segera membooking sebuah kamar president suite untuk Althaf tidur. Althaf tidak mungkin tidur di rumahnya karena tanpa ada Alena di sisinya, pria itu tidak bisa tertidur pulas. Bayangan trauma masa lalu, pasti datang mengganggu tidurnya.
Setelah memastikan kondisi Althaf bisa di tinggalkan seorang diri, Gilbert langsung pulang ke rumah Althaf untuk mengecek kondisi di sana. Tentu tidak Althaf seorang diri, ada 5 bodyguard lainnya yang berjaga di sekeliling Althaf.
Saat ini hanya kenyamanan dan ketenangan yang dirasakan oleh Diyah. Bersantai di tepi kolam renang sambil menikmati segelas minuman sehat untuk pertumbuhan sang buah hati di dalam rahimnya. Tentu saja karena tak ada Ruby yang selalu bersikap layaknya majikan yang arogan. Meskipun Ruby merupakan istri ketiga, demi keselamatan bayi dalam kandungannya Diyah memilih mengalah dan berusaha hidup senyaman mungkin.
“Nyonya, sebaiknya anda masuk ke dalam kamar dan beristirahat.” Tiba-tiba suara bariton mengejutkan Diyah yang nyaris tertidur di kursi santai.
“Aahh Gilbert, selalu saja kamu mengagetkanku. Apa kamu titisan hantu yang selalu datang dan muncul tiba-tiba.” Diyah mendengus kesal, jika memiliki riwayat penyakit jantung ingin sudah kumat. Gilbert hanya diam tanpa ekspresi apapun, 11-12 seperti robot.
“Althaf mana?? Apa dia ada di kamar? Besok jadwal debay kontrol, jadwal Althaf kosong kan?” cerocos Diyah tanpa henti.
“Tuan tidak pulang Nyonya,” jawab Gilbert singkat.
“Tidur di rumah sakit lagi? Sampai kapan?” desah Diyah menelan kekecewaan.
“Tidak, tuan menginap di hotel. Tak perlu menelponnya karena ponsel pasti dia nonaktifkan,” jelas Gilbert.
“Ma-maksudnya hotel? Hotel mana?” Diyah berusaha mencari informasi.
“Tidak usah kepo Nyonya. Sudah malam, tidak baik wanita hamil tidur larut malam. Selamat malam.”
Usai berkata demikian, Gilbert langsung meninggalkan Diyah yang masih melongo di tempat. Begitu Diyah kesadarannya kembali, sosok Gilbert sudah hilang di telan bumi. Sambil menghentak-hentakkan kakinya, Diyah meluapkan kekesalannya.
Namun tak lama senyum tipis tersungging di bibirnya yang tebal. Waktu yang dia tunggu akhirnya datang juga. Mengambil ponsel yang ada di kursi santainya, Diyah langsung menelepon seseorang.
...⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐...
Momen seperti ini sudah lama Zaldo nantikan, meskipun hanya sebentar namun tak ingin menyia-nyiakan waktu yang ada. Walau Alena tak merespon apapun saat Zaldo bercerita, tak ada satupun perihal yang dia lewatkan. Zaldo menceritakan bagaimana perjuangannya untuk menjadi seorang artis dan model internasional terkenal. Zaldo melewatkan masa mudanya untuk bekerja keras meraih kesuksesan.
Zaldo juga berhasil memanfaatkan nama besarnya untuk menjalin relasi dengan beberapa orang besar khususnya di negara Prancis dan Inggris. Tak ada yang mengetahui jika Zaldo diam-diam mulai menjadi investor di beberapa perusahaan besar. Kekayaan pun perlahan tapi pasti diraih oleh Zaldo. Selain itu juga, Zaldo saat ini memiliki hubungan sangat baik dengan seseorang yang merupakan mafia besar di negara Prancis. Hanya Althaf yang tahu, makanya dia tak bergeming saat Zaldo memukul dan merendahkan harga dirinya.
Rasa lelah perjalanan panjang dari Inggris ke Indonesia tak menyurutkan perhatiannya untuk menjaga Alena. Dia pun menghapus make up yang ada di wajah Alena, hasil karya suaminya. Zaldo hanya tersenyum tipis menanggapi tingkah Althaf yang di luar batas wajar. Dia tahu Althaf sangat menjaga Alena, tapi yang tidak dia paham mengapa Althaf pun memberikan rasa sakit terhebat pada hati Alena.
Tak lama terdengar bunyi ketukan pintu, Zaldo mengernyitkan dahinya berfikir siapa yang bertamu ke ruangan pasien malam-malam begini. Apalagi waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam, tentu batas kunjungan pemeriksaan dokter sudah lewat dari waktunya.
“Permisi, maaf Pak. Saya perawat yang bertugas untuk mengecek infusan pasien dan memberikan tambahan vitamin,” ucap seorang yang memakai seragam perawat dan menggunakan masker.
Pikiran Zaldo seketika bertanya -tanya, mengingat jam sudah terlalu larut. Namun karena name tag dan pakaiannya sesuai dengan rumah sakit, dia pun mempersilahkan. Setelah mengecek infusan, perawat tersebut mulai mengambil sebuah viral dan suntikan yang sudah dia bawa. Zaldo memperhatikan apa yang dilakukan oleh perawat tersebut.
Dengan hati-hati, perawat memasukkan jarum suntikan ke dalam vial dan mengambil cairannya. Perawat menyuntikkannya pada kantong infusan Alena. Proses pun selesai dan perawat membereskan semuanya lalu pamit untuk pergi dari ruangan itu.
Namun saat perawat tersebut berbalik, tak sengaja Zaldo melihat sebuah tato atau tanda yang ada di tengkuk belakang. Zaldo langsung menyambar selang infusan dan mencabutnya dengan paksa sehingga dari bekas jarum keluarlah darah Alena.
Perawat tersebut berusaha untuk segera keluar dari ruangan karena Zaldo telah mengetahui apa yang telah dilakukannya. Namun gerakan Zaldo yang gesit dan cepat berhasil menangkap perawat tersebut dan menguncinya di tembok.
“Siapa yang sudah menyuruhmu?”