Yang baik hati boleh follow akun ig di bawah.
ig: by.uas
Tag: comedy, slice of life, sistem, Kaya raya, semi-harem.
Jadwal Update: Random—kalo mau upload aja.
Sypnosis:
Remy Baskara, pemuda sebatang kara tanpa pekerjaan, sudah lelah dengan hidupnya yang hampa. Saat hampir mengakhiri hidupnya, tiba-tiba sebuah suara menggema di kepalanya.
[Sistem "All In One" telah terikat kepada Host...]
Dengan kekuatan misterius yang bisa mengabulkan segala permintaannya, Remy bertekad mengubah nasibnya—membalas semua yang menindasnya dan menikmati hidup yang selama ini hanya ada dalam angannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bayu Aji Saputra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4 – Percakapan Antar CEO
Remy dan Alfan masih asyik bernyanyi, hingga tiga mobil Rolls-Royce Phantom 2022 berhenti di depan kost mereka.
Remy menghentikan permainan gitarnya. "Anjir, Rolls-Royce coy!" serunya, sedikit antusias melihat mobil mewah.
"Ngapain mereka?" tanya Alfan penasaran. Ya kali ga penasaran mobil semahal itu berjejer di depan kost mereka yang busuk.
Remy menoleh ke arah Alfan, "Lah? Gue kira itu punya ortu lo yang super kaya itu." katanya.
"Muka gile!" semprot Alfan, menyangkal pendapat "Orang tua gue mentok mentok cuma bisa beli satu Rolls-Royce. Enggak mau buang-buang duit mereka, apalagi pajaknya mahal."
Remy mengangguk paham, "Iya juga, orang tua lo kan emang hemat bener yak." ucapnya. "sampe bikin lo nge kost dimari."
"Yeuuu, itu mah emang gue nya aja yang pengin kost dimari." balas Alfan nyengir.
Pria-pria dengan jas hitam yang sangat rapih keluar dari mobil mewah itu, berjalan bersama mengikuti wanita cantik yang terlihat menjadi pemimpin mereka.
"Kayaknya mereka suruhan orang tuanya si Laila." ujar Alfan menyimpulkan. "Semua yang dia pake kan branded semua."
Remy pura-pura terkejut, matanya memperhatikan wajah Alfan dengan seksama. Annoying banget.
"Elo merhatiin sampe segitunya fan?!" tanyanya, ekspresinya masih ngeselin pake banget.
"Kayak lo enggak aja Rem." kata Alfan malas.
Laila keluar dari kamarnya sambil tersenyum kepada dua pria itu, membuat kesimpulan Alfan semakin meyakinkan.
"Tuhkan, dia keluar! Udah pasti suruhan ortunya sih." ujar Alfan, seolah baru saja berhasil memenangkan taruhan.
Remy membalas senyuman Laila, lalu menaruh gitar Yudha di sampingnya.
Sekumpulan pria berjas hitam mulai memasuki halaman kost, melewati gerbang. Tapi, bukannya mendekat ke arah Laila, mereka malah mendekat ke Remy dan Alfan.
"Ini mata gue yang salah apa emang mereka jalannya ke kita?" ucap Alfan tak percaya, menepuk pipinya beberapa kali.
Remy tertawa kecil mendengar ucapan Alfan, matanya berkilat licik.
Mereka berhenti di hadapan Remy dan Alfan, menatap Remy penuh hormat.
"Tuan Remy, maaf mengganggu waktu luang anda." kata wanita cantik yang tampak seperti pemimpin mereka. "Ada jadwal meeting yang sangat penting dengan."
Alfan terkejut mendengar nama Remy disebut oleh perempuan itu, dia menatap Remy tak percaya. di tambah lagi... Tuan? REMY DI PANGGIL TUAN SAMA CEWE SECANTIK INI?!
"Tuan?! Remy dipanggil Tuan sama cewek secantik ini?!" batinnya melongo.
[Ingatan tentang Host dari menciptakan awal PT Trinova Global, hingga suskes sekarang telah di transfer ke dalam ingatan.... Seluruh kemampuan telah di berikan kepada Host... Seluruh....]
Remy hanya tersenyum tipis, menikmati kebingungan Alfan.
"Ah, iya. Meeting, ya?" balasnya, seolah sudah terbiasa mendengar panggilan itu.
Wanita itu mengangguk. "Kami dari PT Trinova Global, Tuan Remy. Ada beberapa dokumen dan informasi yang perlu Anda lihat segera," ucapnya sambil memberikan sebuah tablet dengan antarmuka digital yang canggih.
Alfan, yang masih syok, akhirnya angkat bicara. "Rem… lo CEO Trinova Global yang sering masuk berita itu? Serius?"
Remy memasang ekspresi tenang. "Iya, Fan. Selama ini gue cuma enggak mau cerita aja," ucapnya dengan senyum sok misterius.
Sebelum Alfan sempat memproses semua itu, wanita tersebut berbicara lagi, "Semua persiapan sudah selesai, Tuan. Apakah kita akan melanjutkan ke kantor pusat sekarang?"
Remy melihat ke arah Alfan, yang masih shock. Dia menepuk bahu temannya sambil berkata, "Fan, gue cabut dulu ya. Lo terusin aja main gitarnya," katanya sambil tertawa kecil.
Tanpa menunggu jawaban, Remy berjalan ke arah salah satu mobil mewah itu.
Pintu belakang dibukakan untuknya, dan ia masuk dengan santai.
Alfan hanya bisa menatap kepergian Remy dengan perasaan yang campur aduk antara takjub dan bingung.
Mobil-mobil itu pun mulai melaju perlahan, meninggalkan kost sederhana mereka.
Sebelum mobil itu hilang di tikungan, Alfan telah sadar kalau sahabatnya bukanlah Remy yang dulu lagi.
Di dalam mobil, Remy duduk seraya menatap jalanan dari kaca mobil.
"Agesta." panggil Remy tanpa menoleh kepada wanita cantik di sebelahnya.
"Ya, tuan?" saut wanita itu, menoleh penuh penghormatan.
Remy menoleh ke arahnya. Terpampang jelas kulit cerah dan rambut hitam yang tergerai indah, dengan baju kantoran yang jelas sekali mahal—balutan blus sutra Valentino yang jatuh sempurna, dipadukan dengan blazer tailored keluaran Max Mara.
Sepatunya pun, sepintas bisa ia kenali sebagai Jimmy Choo, berkilau lembut di bawah sinar matahari pagi.
Wanita itu berdiri tegak dengan percaya diri khas kelas atas, memegang buku catatan yang membuatnya terlihat cerdas.
"Tahan Rem.." Remy membatin, tak kuasa menahan kecantikan Agesta yang begitu, ahh.
"Meeting sama siapa aku nanti?" tanyanya dengan nada sok tenang, padahal sedang terpesona berat di dalam hatinya.
...***...
Setelah mobil berhenti di depan gedung PT Trinova Global, Remy turun dengan langkah santai, tetap memasang ekspresi tenang.
Agesta mengikuti di belakangnya, membimbingnya menuju ruang meeting.
Sebelum memasuki ruangan, Remy menoleh pada Agesta. "Ada saran buat ketemu 'si besar' ini, Gest?" tanyanya dengan senyum tipis.
Agesta menanggapi sambil menahan tawa kecil. "Justru menurut saya, Tuan Remy… jadi diri sendiri saja."
Remy tertawa ringan, mengangguk. "Noted. Waktunya bertemu legenda," gumamnya, siap.
Saat pintu ruang meeting terbuka, seorang pria paruhbaya sudah berdiri menunggu, langsung tersenyum ketika melihat Remy masuk.
Dia adalah Mason Parrish, seorang pengusaha dan inovator asal Amerika yang dikenal sebagai pendiri dan CEO perusahaan-perusahaan seperti Tesla dan SpaceX. Ia berfokus pada teknologi dan energi berkelanjutan, serta eksplorasi luar angkasa. Mason terkenal karena visi ambisiusnya untuk mengubah cara manusia hidup dan beroperasi di Bumi dan luar angkasa.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...Setelah ini, Dialog akan menggunakan bahasa inggris, di sarankan skip ke pengumuman (Translate Bab 4) untuk membaca versi terjemahan bahasa indonesia....
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Pria paruhbaya itu berjalan mendekat ke arah Remy, mengulurkan tangan. Wajahnya menunjukkan tanda tanya.
Remy menyambut tangan Mason degan santai. "Remy." ucapnya, paham kalau Mason tak tau namanya.
"Remy! Good to finally meet you in person," ujar Mason dengan suara antusias. "Sorry for not knowing your name."
Remy menyambut tangan Mason dengan santai. "Likewise with Mason. I've heard about you since...well, since forever." balas Remy, menyisipkan nada bercanda. "And, it doesn't matter because few people know my identity as CEO of PT Trinova Global."
Mason tertawa. "I could say the same. Although, didn’t expect someone with such a cool, uh… casual vibe," jawabnya, mengangkat alis dengan ekspresi tertarik.
Remy menyeringai. "Life’s too short to be serious all the time, right?"
Mason tertawa lagi. "You know, I like that," katanya sambil duduk di salah satu kursi di ruang meeting tersebut.
Remy duduk di hadapannya, dan meski suasananya santai, aura wibawa keduanya terasa kuat memenuhi ruangan.
Setelah mereka duduk, Mason mulai membuka topik.
"So, Remy, I’ve been hearing rumors about Trinova’s latest advancements in AI and battery tech. Everyone’s talking about it. I thought maybe… just maybe… you’d be willing to share a little secret?" tanya Mason dengan mata berkilat penuh minat.
Remy tersenyum misterius. "Well, Mason, I could tell you, but then I’d have to charge you double," katanya, bercanda.
Mason tertawa keras, menepuk meja. "Fair enough! I knew this meeting would be interesting." Ia lalu mengatur nada suaranya sedikit lebih serius. "Alright, on a real note, I believe we could collaborate on something revolutionary. What do you think?"
Remy mengangguk sambil berpikir sejenak. "Let’s cut to the chase. You’re interested in our AI-driven battery optimization tech, right?"
Mason mengangguk. "Exactly. Tesla’s working on improving energy density, but there’s a plateau. I’m curious if Trinova has a solution that could help us break that limit."
Remy menyilangkan tangan di depan dada, menatap Mason dengan pandangan tajam tapi santai. "Funny thing is, Mason, we actually anticipated that. Our team’s been working on a design that could push energy density at least 30% higher than anything currently available."
Mason menyandarkan diri ke kursinya, kagum. "Impressive. But tell me, what makes your AI better? What’s the real edge here?"
Remy mengangguk, lalu mulai menjelaskan dengan nada lebih serius dan profesional. "Our AI doesn’t just analyze the battery’s current performance; it predicts future wear, usage patterns, and even environmental impacts. We’re talking about a system that’s not just reactive but proactively adjusting to maximize efficiency, longevity, and safety."
Mason mengangguk perlahan. "I like it. Predictive, adaptive… you’re really onto something."
Remy menyeringai. "That’s why we’re here, right? I thought maybe Tesla could use a little ‘Trinova touch’."
Mason tertawa kecil. "If I’m honest, I’ve had my eye on Trinova for a while. You’ve managed to disrupt so many industries in just a few years. Quite impressive, Remy."
"Appreciate that. But don’t sell yourself short, Mason. Not everyone could pull off what you’ve done with Tesla, SpaceX… and that’s just the tip of the iceberg."
Mason tersenyum lebar. "You’re right. So, what do you say we start discussing terms? Let’s see if this partnership can go from words to action."
Remy mengangguk. "I’m all ears. Lay it on me."
Mereka mulai membahas poin-poin penting untuk kolaborasi. Pembicaraan berlangsung intens, tetapi tetap diwarnai dengan candaan kecil di sana-sini.
Pada satu titik, Mason menatap Remy serius, seolah ingin menguji keberanian pemuda itu. "So, Remy, with all this success… don’t you ever feel pressured? Handling this much power and influence?"
Remy tersenyum santai. "Pressure? Nah, I thrive on it. Maybe it’s just me, but I think people worry too much. You just gotta ride the wave, you know?"
Mason mengangguk setuju. "I guess that’s the mindset we need to keep innovating."
Remy menambahkan, "And hey, if you don’t fail a few times along the way, you’re probably playing it too safe. Isn’t that the Silicon Valley way?"
Mason tertawa keras. "Touché, Remy. Touché."
Meeting berlanjut dengan pembicaraan serius mengenai teknologi dan bisnis. Remy menunjukkan wawasan mendalam dan analisis tajam tentang tren industri, sampai-sampai Mason tampak sangat tertarik dan mengagumi kecerdasannya.
Setelah pembahasan inti usai, Mason berkata, "So, Remy, are you up for a little competition? Let’s see who can make a more sustainable battery first."
Remy tertawa kecil, menerima tantangan itu dengan senyuman licik. "You’re on. But, if I win, you owe me dinner at one of those secret billionaire-only spots."
Mason tertawa. "Deal. But if I win, you’ve got to give me a tour of Trinova’s HQ."
Remy mengangguk. "Consider it done, Mr. Parrish."
Akhirnya, mereka mengakhiri pertemuan dengan jabat tangan erat.
Saat meninggalkan ruangan, Remy merasa percaya diri. Meskipun rasanya aneh tiba-tiba dia punya kemampuan bisnis sehebat itu.
Di lift, Remy menyandarkan diri, tersenyum kecil. "Sistem All-In-One," gumamnya pada dirinya sendiri, "Bukan cuma identitas, tapi juga ngasih gue kemampuan dan ingatan. rasanya kayak lagi ngubah takdir."