Kisah cinta dua sejoli, yang kembali terjalin setelah beberapa tahun terpisah, kini diuji kembali. Sosok dari masa lalu yang mencoba menghancurkan hubungan mereka, hingga membuat keduanya berada dalam pilihan yang sulit, bahkan hampir meregang nyawa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SangMoon88, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 25
Mendengar cerita papi, Al sama sekali tidak menyangka hal itu bisa dilakukan oleh Vandi. Ia merasa bersalah, seandainya dulu ia bisa berhasil membujuk pihak sekolah agar tidak mengeluarkan Vandi, mungkin tidak akan begini akhirnya.
Sayangnya pihak sekolah begitu tegas, terlebih karena para siswa pun enggan bila Vandi masih bersekolah disana karena kelakuannya yang sudah mencelakai Yoana membuat mereka takut bila penjahat seperti Vandi masih bersekolah disana.
Al dan papi tidak dapat berbuat apapun lagi kala itu, sehingga mereka pun menerima keputusan yang sudah diambil pihak sekolah.
Papi pernah mencoba menemui Vandi dan memintanya untuk pindah ke sekolah baru, biar papi yang membiayainya, namun ia tidak mau. Vandi tidak mau bila orang lain membantunya karena rasa iba, ia merasa sangat terhina.
Padahal maksud dan tujuan papi adalah baik, papi tidak mau anak cerdas sepertinya harus putus sekolah, karena ekonomi mereka yang tidak memungkinkan.
Namun Vandi yang keras kepala, justru mengusir papi dan menyalahkan papi dan Al, karena mereka lah ia menanggung ini semua.
Sungguh pemikiran yang salah, bukannya introspeksi diri sendiri, malah menyalahkan orang lain. Akhirnya papi pulang dengan kecewa, namun papi bisa memahami kondisinya sedang tidak baik-baik saja.
Sampai akhirnya papi pun mendapat kabar bahwa Vandi mengakhiri hidupnya, papi ikut bersedih, namun karena kala itu papi disibukan dengan pekerjaannya, ia pun tidak berusaha membahas hal itu dengan Al, karena papi pikir Al mengetahuinya dari teman-temannya.
Setelah selesai bercerita-cerita, Al pun melanjutkan pekerjaannya dibantu oleh papi. Dan tidak terasa sudah waktunya untuk pulang.
Mereka bersiap untuk pulang, merapikan berkas dan barang-barang diatas meja, sebelum pintu diketuk oleh Reza dan Anton.
"Bos, kita pulang sekarang?" tanya Anton kepada Al.
"Ya, apa Raisya sudah pulang?"
"Tadi saya lihat dimejanya tidak ada, belum pulang sepertinya." jawab Anton.
Al terdiam sambil mengernyitkan dahi. Kemudian Reza membantunya beberes. Mereka pun akhirnya keluar ruangan dan menuju lift untuk pulang.
Saat sedang menunggu lift terbuka, Al diam termenung, entah mengapa perasaannya tidak enak. Pintu lift pun terbuka, ternyata Raisya baru kembali bersama ketiga juniornya, yaitu Ivan, Bernard dan Tyo yang baru kembali dari bertemu klien.
"Sya baru pulang?" tanya Al pada kekasihnya.
"Eh pak, iya baru banget sampe, saya pamit dulu ya pak, mari!" jawab Raisya dengan lirih, terlihat dari raut wajahnya sepertinya ia sedang ada dalam masalah.
Al dan yang lain masuk ke dalam lift, entah mengapa ia merasa tidak enak hati. Ia pun memutuskan untuk keluar.
Sambil menekan tombol buka, Al pamit kepada papi dan yang lainnya agar duluan saja.
Al kemudian berjalan menuju ruangan Raisya, dilihatnya sang kekasih sedang duduk sambil tertunduk dimeja.
Terdengar suara isak tangis yang pelan. Al mendekat dan saat Al hendak menuju meja Raisya, seorang pria mendekat dan mengelus puncak kepala Raisya sambil menenangkan.
"Sudah jangan menangis lagi, kamu sudah melakukan yang terbaik!" ucap sang pria.
"Aku ngerasa gagal, seharusnya aku lebih teliti lagi, pasti kita bisa memenangkan kontrak itu!" ucap Raisya yang masih terisak.
Lalu sang pria memutar kursi Raisya dan berjongkok dihadapannya.
"Ini belum final, jadi jangan berkecil hati dulu, kita masih belum tau hasilnya bukan?" jawab sang pria sambil menghapus air mata Raisya dengan tisu yang tersedia di meja.
Raisya mengangguk, lalu sang pria meraih tangannya untuk berdiri dan bersiap untuk pulang. Al yang melihat kejadian itu sangat terkejut, ia kemudian menghampiri mereka dengan emosi.
Al dengan spontan meninju wajah pria tersebut dengan sekuat tenaga, membuat sang pria terjungkal hingga pinggangnya terkena ujung meja.
"Apa-apaan ini, berani-beraninya lu pegang-pegang cewek gw!" tanya Al sambil memegang tangan kekasihnya.
Si pria pun terkejut dengan perbuatan Al, lalu terkekeh mendengar penuturannya. Sedangkan Raisya ia diam mematung, karena terkejut melihat kejadian barusan yang terjadi begitu cepat.
"Kenapa lu ketawa hah?" tanya Al sambil hendak melayangkan tinju lagi kepada sang pria, namun keburu ditahan oleh Raisya.
"Stop Vian, kok kamu jadi bar-bar gini sih!" tanya Raisya yang kini menghalangi Ap yang hendak mendekati pria itu.
"Kok kamu malah membela dia sih Sya?" tanya Al menyolot karena sang kekasih justru membela pria lain.
"Aku gak membela dia, tapi kamu yang keterlaluan maen pukul orang aja!" ucap Raisya ikut nyolot juga sambil melihat sudut bibir sang pria berdarah, sambil memegang pinggangnya yang kesakitan karena terkena sudut meja.
"Keterlaluan kamu bilang? Lalu apa yang kamu lakukan tadi sama dia? Itu lebih keterlaluan Sya, pria mana yang gak terbakar emosi melihat wanitanya bermesraan dengan pria lain?" timpal Al yang semakin tersulut emosi.
Merasa ada yang janggal, karena Al tidak turun juga kemudian Papi, Reza dan Anton memutuskan naik lagi ke atas.
Dan betapa terkejutnya mereka melihat Al sedang berusaha menyerang pria yang sedang dihalangi Raisya.
"Stop, ada apa ini son?" tanya papi membentak, membuat keduanya berhenti dan menengok ke arah sumber suara.
Mereka hanya terdiam sambil menahan emosi. Papi mendekat kearah mereka, dan mereka memberi salam dengan membungkukan badan.
"Ada apa Sya? Mengapa mereka bertengkar?" Tanya papi dengan nada lebih lembut.
"Ini pi, Al tiba-tiba mukul kak Tyo!" jawab Raisya mengadu.
"Kak?" tanya mereka kompak.
"Kenapa kamu manggil dia kak?" tanya Al keheranan.
"Iya karena dia kakak sepupu aku, kakak mana yang gak khawatir lihat adiknya menangis, tapi kamu bukannya tanya dulu malah main pukup aja." sewot Raisya pada Al sambil mendelikkan mata.
"A-aku gak tau Sya kalo dia kakak sepupu kamu, lagian kamu gak pernah cerita." sanggah Al.
"Aku belum sempet cerita, kamu tau sendiri kan di kantor kita sibuk masing-masing, dan di apartemen juga kita gak banyak komunikasi masalah lain."
"Sekarang kamu minta maaf sama dia son, walaupun kamu tidak tau, tidak seharusnya kamu main pukul orang lain begitu." ucap papi yang juga ikut menyalahkan Al.
Al terdiam menahan malu karena ulahnya sendiri, lagi pula ia juga kesal mengapa sang kekasih tidak cerita apapun kepadanya soal sang kakak sepupu.
"Maaf ya, aku sudah salah memukul kamu!" ucap Al sambil menyodorkan tangan hendak meminta maaf.
"Iya ok, tapi bogeman kamu cukup kuat juga, kapan-kapan boleh nih kita naik ring!" ucap Tyo menggoda.
Al hanya terkekeh, memang benar ia meninju Tyo dengan kuat, namun Tyo juga sepertinya bukan orang sembarangan.
Mereka lantas berbaikan, lalu pergi meninggalkan kantor. Al juga meminta maaf kepada Raisya atas kejadian tadi karena sudah berkata dengan nyolot kepadanya.
Raisya pun mengerti mengapa Al sampai berbuat demikian, begitu besar cintanya Al pada Raisya sampai ia cemburu melihat Raisya bersama pria lain.