Berawal dari permintaan sahabatnya untuk berpura-pura menjadi dirinya dan menemui pria yang akan di jodohkan kepada sahabatnya, Liviana Aurora terpaksa harus menikah dengan pria yang akan di jodohkan dengan sahabatnya itu. bukan karena pria itu tak tahu jika ia ternyata bukan calon istrinya yang asli, justru karena ia mengetahuinya sampai pria itu mengancam akan memenjarakan dirinya dengan tuduhan penipuan.
Jika di pikir-pikir Livia begitu biasa ia di sapa, bisa menepis tudingan tersebut namun rasa traumanya dengan jeruji besi mampu membuat otak cerdas Livia tak berfungsi dengan baik, hingga terpaksa ia menerima pria yang jelas-jelas tidak mencintainya dan begitu pun sebaliknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon selvi serman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kau adalah istriku.
Dengan irama jantung bertalu-talu Livia mulai mengayunkan langkah mendekat pada Abimana.
"Apa kau belum makan???."
"Sudah, kebetulan tadi saya sudah makan malam bersama Zena, tuan." jujur, Livia sedikit geer atas perhatian Abimana padanya, namun sayangnya perasaan tersebut lenyap seketika setelah mendengar ucapan Abimana selanjutnya.
"Lalu kenapa melakukan hal semudah itu saja lama sekali."
Memangnya apa yang kau harapkan darinya, Livia, Perhatian????. Livia.
Dalam hati, Livia tersenyum kecut.
"Ehem..." Abimana berdehem dan itu sekaligus menarik kesadaran Livia.
Kini Livia kembali Fokus, hendak mengeluarkan satu persatu benda yang berada di dalam tasnya, mulai dari dompet, bedak, lipstik serta beberapa keperluan nya yang lain hingga satu benda terakhir yang mampu membuat bulu kuduknya merinding ketika menunjukkannya dihadapan Abimana, terlebih pria itu langsung melebarkan senyum. senyum yang terlihat begitu mengerikan di mata Livia.
Benda itu sudah berpindah ke tangan Abimana.
"Waaaahhhhh.... waaaahhhhh..... sepertinya kau terlalu percaya diri aku akan menyentuhmu, sampai-sampai kau sudah mempersiapkan semua ini." dari benda di tangannya, tatapan Abimana beralih pada Livia.
Dengan cepat Livia menggeleng.
"Bu-bukan, bukan begitu maksud saya tuan, saya hanya _." Livia tidak menuntaskan kalimatnya, sebab ia sendiri bingung harus memberi alasan seperti apa.
"Tidak perlu repot-repot mencari berbagai macam alasan, karena saya termasuk suami yang cukup peka terhadap keinginan istrinya. Baiklah, mengingat saya termasuk suami yang sangat menghargai usaha istriku, maka saya akan mewujudkan keinginan mu itu."
Tubuh Livia kembali menegang saat Abimana menyambar bi_birnya.
Abimana menuntun tu_buh Livia ke ranjang, merebahkan tubuh gadis itu lalu mengungkungnya.
"Maaf, tuan." sadar apa yang dilakukan Abimana salah, Livia mendorong pelan pria itu.
Mendapat penolakan merupakan hal paling memalukan bagi hampir semua pria, termasuk Abimana sendiri. wajah pria itu memerah, menahan kesal. Di saat begitu banyak wanita cantik diluar sana yang ingin bersamanya, tapi wanita yang kini telah berstatus sebagai istri sahnya justru menolaknya.
"Kau adalah istriku dan aku berhak atas semua yang ada pada dirimu, termasuk tu-buhmu, kalau kau lupa."
Livia berusaha mengukir senyum senatural mungkin, lalu berkata.
"Tentu saja saya mengingatnya dengan baik, tuan. Tetapi maksud saya, apa tidak sayang kalau tu_buh anda yang sempurna ini anda gunakan untuk menyentuh gadis biasa seperti saya, sementara di luar sana banyak wanita cantik yang tergila-gila pada anda." Livia berusaha mempengaruhi Abimana agar mengurungkan niat untuk menyentuhnya.
Abimana kembali mengulas senyum smirk. "Tidak perlu mengajari saya, karena saya tahu apa yang harus dan tidak harus saya lakukan!! Jika saya mau menyen_tuhmu itu artinya saya menginginkannya, kamu hanya perlu menurut!!!."
Setelahnya, Abimana kembali menyatukan bi_birnya dengan bi_bir ranum milik Livia. Sementara pil kontrasepsi yang sengaja dibeli Livia di apotek tadi sudah entah di mana keberadaannya, Abimana melemparnya ke sembarang arah.
Pupus sudah harapan Livia mempertahankan kesu-ciannya setelah merasakan pusaka Abimana berhasil mene-robos pertahanannya. Kini bukan hanya kebebasannya yang telah direnggut oleh Abimana, tapi kesuciannya pun telah diambil oleh pria itu.
Jangan berpikir jika pria itu melakukan hanya sekali, karena kenyataannya Abimana melakukannya sampai berkali-kali hingga membuat tu-buh Livia lemas tak bertenaga dibuatnya.
Cih....kenapa juga dia harus menyentuhku.... memangnya pada kemana seribu satu wanita yang dikatakannya waktu itu." Livia.
Decakan kesal itu hanya terucap di dalam hati livia, sebelum sesaat kemudian terlelap saking lelahnya akibat perbuatan Abimana.
Entah apa yang ada di pikiran Abimana saat ini, yang jelas pria itu tersenyum kala memandangi wajah lelah Livia yang sedang terlelap. Kali ini senyum pria itu terlihat berbeda dari sebelumnya.
*
Mungkin karena kelelahan, Livia sampai terlambat bangun pagi. Kedua matanya terbelalak melihat jarum jam dinding yang telah menunjukkan pukul setengah delapan pagi. "Astaga....kenapa anda tidak membangun saya sih." mungkin karena nyawanya belum terkumpul sempurna hingga tanpa sadar intonasi Livia naik satu oktaf.
"Waaaahhhhh.... waaaahhhhh... sudah berani membentak ya sekarang..." Abimana yang tengah memasang arloji dipergelangan tangannya terlihat menatap wajah Livia dari pantulan cermin.
"Maaf....bukan begitu maksud saya, tuan." tersenyum kikuk, sadar atas kelancangan mulutnya.
Livia beranjak turun dari tempat tidur, bergegas menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Sepertinya rasa sakit yang dirasakan Livia kini, mampu terkalahkan oleh rasa malu akibat kejadian tadi malam hingga wanita berstatus mantan perawan tersebut dengan entengnya mengayunkan langkah menuju kamar mandi. Tidak ada waktu untuk bermanja-manja, apalagi untuk meresapi rasa sakit di bagian sens-itifnya karena bekerja untuk mengumpulkan cuan jauh lebih penting, begitu menurut Livia.
Setelah tubuh Livia menghilang di balik pintu kamar mandi, Abimana menolehkan pandangan ke arah seprei tempat tidur yang dinodai da_rah yang sudah mengering. Pria itu tidak dapat mengutarakan isi hatinya hanya dengan kata-kata.
Abimana meraih ponselnya kemudian menghubungi seseorang.
"Baik, tuan." jawab seseorang di seberang sana setelah mendengar perintah dari Abimana.
Setelahnya, Abimana menyudahi sambungan telepon dan kembali memasukkan benda pipih tersebut ke dalam saku jasnya.
Tak lama kemudian, Livia keluar dari kamar mandi dengan tergesa-gesa.
"Istirahatlah...kau tidak perlu bekerja hari ini, Purba sudah menghubungi atasanmu!!!."
"Haaaahhhh???." sepertinya otak cerdas Livia belum bekerja dengan sempurna hingga tak sepenuhnya paham maksud ucapan Abimana.
"Istirahatlah...kau tidak perlu bekerja hari ini. Tidak perlu mencemaskan apapun, Purba sudah mengurus semuanya."
Kenapa nggak bilang dari tadi saja sih, biar aku nggak perlu repot-repot mandi segala....Livia.
"Baik, tuan." Livia tahu betul, kalau sudah Abimana yang turun tangan pasti semuanya akan aman terkendali. Sekarang ia bisa melanjutkan tidur sepuasnya, Lagi pula badannya rasanya seperti mau remuk semua.
"Saya berangkat kerja dulu. Cup."
"Eeehhhhhh ..." sontak Livia menyentuh pipinya, bekas kecu_pan Abimana.
"Tidak perlu turun untuk sarapan, bibi akan mengantarkan sarapan untukmu!!." sambung Abimana sebelum benar-benar berlalu.
"Selamat pagi, tuan." menunduk hormat
"Pagi..."
Eh.... Apa barusan saya sedang bermimpi, tuan Abimana membalas sapaan ku???. Asisten Purba.
Asisten Purba bengong untuk sesaat, sebelum kemudian kembali fokus melayani tuannya itu. bagaimana pria itu tidak bingung, Abimana bukan hanya membalas sapaannya tapi pria itu juga melebarkan senyum padanya. Asisten Purba jadi penasaran, apa sebenarnya yang terjadi pada tuannya itu hingga pagi ini sikap Abimana sangat jauh berbeda.
Empat puluh menit kemudian, mobil yang dikendarai asisten Purba tiba di perusahaan.
"Selamat pagi, tuan." salah seorang pegawai yang kebetulan berpapasan di lobby menyapa seraya menunduk hormat.
"Pagi..." balas Abimana sambil berlalu.
Sontak saja pegawai tersebut melongo seperti orang bodoh. setelah lima tahun bekerja, ini kali pertama bosnya itu membalas sapaan dari pegawainya, padahal biasanya Abimana hanya merespon dengan anggukan sekilas. Bukan hanya itu saja, Abimana juga bahkan mengulas senyum tipis. bagaimana pria itu tidak dibuat melongo, coba.
mulut mu itu pernah ngomong apa ke Livia,coba ingat2 dulu...
😒😒😒😒
blom lagi liat mertua Livia...
istri ngambek itu bahaya lho...
ntar kamu gak dapat jatah ronda lagi 😂😂😂😂
kamu harus tegas,jangan mau di stir Abi...👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻