Dina yang baru beberapa hari melahirkan seorang bayi laki-laki dan menikmati masa-masa menjadi seorang ibu, harus menghadapi kenyataan saat suaminya tiba-tiba saja menyerahkan sebuah surat permohonan cerai kepadanya lengkap dengan keterangan bahwa hak asuh anaknya telah jatuh ke tangan suaminya yang berselingkuh dengan sahabatnya sendiri. "Cepat tanda tangan" titahnya.
Selama ini, dirinya begitu buta dengan sikap kedua orang yang sangat dia percayai. Penyesalan atas apa yang terjadi, tidak merubah kenyataan bahwa dirinya kini telah ditelantarkan sesaat setelah dia melahirkan tanpa sepeser pun uang.
Putus asa, Dina berusaha mengakhiri hidupnya, namun dirinya diselamatkan oleh seorang wanita tua bernama Rita yang juga baru saja kehilangan putrinya akibat kecelakaan.
Seolah takdir, masih berbelas kasih padanya, Dina menyusun rencana untuk merebut kembali anaknya dari tangan Ronny suami beserta selingkuhannya Tari, serta bertekad untuk menghancurkan mereka berdua
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Seraphine E, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9
Dina merasa tertegun begitu memasuki butik mewah itu. Dinding-dindingnya dihiasi dengan cermin besar, lantainya berkilau, dan rak-rak dipenuhi dengan pakaian mahal yang terlihat sempurna untuk para eksekutif kelas atas. Sementara itu, Rita berjalan dengan percaya diri, seolah sudah terbiasa dengan suasana seperti ini.
Salah satu pegawai butik, seorang wanita muda dengan senyum profesional, segera menghampiri mereka. "Selamat datang, Nyonya Rita. Apa yang bisa kami bantu hari ini?" tanyanya dengan sopan.
Rita dengan tenang menjawab, "Tolong bantu dia untuk memilih beberapa pakaian kerja. Saya ingin dia diperlakukan dengan baik dan mendapatkan yang terbaik."
Pegawai itu langsung mengangguk dengan patuh dan beralih kepada Dina. "Mari, nona, saya akan membantu Anda memilih beberapa setelan yang sesuai."
Dina mengikuti pegawai itu, merasa sedikit canggung. Dia belum pernah berada di tempat seperti ini sebelumnya—di mana setiap barang tampak begitu mahal hingga dia ragu untuk menyentuhnya. Sementara itu, Rita duduk di sofa butik yang nyaman, tersenyum penuh dukungan ke arah Dina.
Setelah beberapa saat, Dina berada di ruang ganti, mencoba beberapa setelan yang diberikan oleh pegawai butik. Ada blazer elegan, kemeja sutra yang lembut, dan rok atau celana panjang yang terlihat profesional. Setiap pakaian yang dia kenakan terasa sangat berbeda dari apa yang biasa dia pakai—seolah dia sedang mengenakan identitas baru.
Rita mendekat setelah Dina keluar dari ruang ganti dengan salah satu setelan, menatapnya dengan penuh rasa kagum. "Lihatlah dirimu sekarang, Dina," kata Rita dengan senyum lembut. "Kau tampak sangat berkelas. Pakaian ini benar-benar membuatmu tampak lebih anggun, berkelas dan profesional"
Dina merasa pipinya memerah mendengar pujian itu. "Saya… saya tidak pernah membayangkan akan memakai sesuatu seperti ini," katanya, suaranya terdengar sedikit gemetar. "Semua ini terasa aneh… tapi luar biasa."
Rita menepuk lengan Dina dengan lembut. "Kau layak mendapatkannya. Mulai sekarang, percayalah pada dirimu sendiri. Dunia di luar sana bisa keras, tapi dengan penampilan yang sesuai, kau akan memiliki kekuatan untuk menghadapinya."
Dina melihat dirinya di cermin, sulit dipercaya bahwa wanita yang dia lihat itu adalah dirinya sendiri. "Terima kasih banyak, Nyonya Rita," kata Dina akhirnya, merasa haru. "Saya tidak tahu bagaimana bisa membalas kebaikan nyonya pada saya."
Rita tersenyum hangat. "Jangan pikirkan itu, Dina. Ini bukan hal yang besar bagiku, jadi kau tidak perlu terlalu memikirkannya."
Dina mencoba beberapa pakaian lagi dan akhirnya memilih beberapa setelan yang terasa paling nyaman dan pas untuknya. Saat mereka menyelesaikan pembelian, Dina merasa sedikit lebih percaya diri, meskipun masih ada kekhawatiran dalam dirinya tentang hari pertamanya di kantor nanti bersama Ferdi.
Mungkin di lubuk hati Rita, kehilangan putrinya yang terkasih masih membekas, menciptakan ruang kosong yang sulit diisi. Kehadiran Dina, meskipun bukan siapa-siapa baginya, sedikit banyak mampu menghapus rasa sedih yang mendera. Ada sesuatu dalam diri Dina yang mengingatkannya pada sosok putrinya—keanggunan, ketulusan, dan kekuatan yang tersembunyi di balik kesedihan yang mendalam. Itulah sebabnya Rita begitu bersemangat untuk membantu Dina, seolah dia sedang memberi kesempatan baru kepada putrinya sendiri untuk bangkit dari keterpurukannya.
Rita sedang melamun, tenggelam dalam pikirannya, ketika Dina menegur lembut. "Nyonya Rita, apakah Anda baik-baik saja?" tanya Dina, mengkhawatirkan ekspresi jauh di wajah Rita.
Rita tersenyum, meski matanya masih menyimpan kilau kesedihan. "Oh, maafkan aku, Dina. Aku hanya… berpikir tentang banyak hal." Dia mengalihkan pandangannya sejenak, lalu berusaha mengembalikan suasana. "Kau terlihat sangat menawan dalam pakaian itu. Apa kau sudah selesai?" tanyanya
Dina tersipu, lalu melirik ke arah pegawai toko yang sedang menyerahkan kantong belanjaan. "Terima kasih," jawab Dina dengan tulus, menerima kantong itu. Namun, saat melihat struk pembelian yang tertera, matanya melebar. Nominal yang tertera di sana sungguh membuatnya terkejut. "Nyonya Rita, ini… ini sangat mahal! Aku tidak bisa membiarkan anda mengeluarkan uang sebanyak ini untuk saya" ujarnya, nada suaranya campur aduk antara terkesima dan merasa bersalah.
Rita menggelengkan kepala dengan tegas. "Ini sama sekali tidak merepotkan".
Kata-kata itu membuat hati Dina bergetar. Dia tidak pernah mengira akan menemukan seseorang yang begitu peduli padanya, terutama setelah melalui masa-masa sulit dalam hidupnya. "Saya benar-benar berterima kasih, Nyonya Rita," katanya, suaranya penuh haru. "Saya akan berusaha keras untuk tidak mengecewakan anda."
Setelah puas berbelanja, Rita menarik tangan Dina dan membawanya ke sebuah salon mewah yang terkenal di kalangan para selebriti. Pintu kaca salon terbuka lebar, dan saat mereka melangkah masuk. Aroma shampoo yang menyegarkan dan bunyi pelan alat-alat kecantikan memenuhi udara.
Rita langsung mendekati resepsionis dan berbicara dengan percaya diri. "Tolong layani dia dengan baik," ujarnya, menunjuk pada Dina. "Aku ingin kalian merubah penampilannya terlihat anggun, profesional dan berkelas!"
Pegawai salon yang ramah segera mendekati mereka dan memperkenalkan diri. "Tentu saja, kami akan memberikan yang terbaik. Jangan khawatir, percayakan nona ini pada kami"
Dina merasa sedikit gugup saat berbagai stylist mulai berdatangan, memeriksa rambutnya, dan menawarkan saran tentang potongan dan warna yang cocok. Setelah berdiskusi, mereka sepakat untuk memberikan Dina potongan bob yang chic dengan highlight yang lembut.
Setelah beberapa saat, Dina akhirnya selesai. Saat dia berdiri di depan cermin besar, perubahannya sungguh mengejutkan. Rambutnya kini berkilau dan teratur, wajahnya terlihat lebih segar dan penuh percaya diri.
“Wow, Dina! Kau benar-benar terlihat berbeda!” seru Rita dengan antusias. Dia tidak bisa menahan senyumnya, melihat betapa cantiknya Dina sekarang. “Ferdi pasti akan jatuh cinta padamu begitu dia melihatmu!”
Dina tertawa, merasa sedikit malu dengan komentar itu. “Nyonya Rita, itu terlalu berlebihan. Saya tidak yakin pak Ferdi akan begitu peduli. Pak Ferdi bahkan tidak begitu menyukai kehadiran saya” Meskipun begitu, senyum di wajahnya tidak bisa disembunyikan.
“Percayalah, kadang-kadang penampilan bisa mengubah segalanya,” Rita menjawab, memberikan sedikit dorongan. “Dan kau berhak merasa cantik, bukan untukku, Ferdi atau mantan suamimu. Tapi untuk dirimu sendiri.”
Dina mengangguk, merasa lebih percaya diri. “Terima kasih banyak, Nyonya Rita. Ini seperi mimpi. Kebaikan anda benar - benar tidak akan bisa saya bayar lunas” Dina merasa siap untuk menghadapi tantangan yang menantinya. Dia tahu perjalanan masih panjang, tetapi saat ini, untuk pertama kalinya, dia merasa optimis tentang masa depannya.
Saat menunggu Rita menyelesaikan pembayaran di salon, Dina duduk di salah satu kursi tunggu yang nyaman. Matanya tertuju pada layar televisi besar yang menggantung di dinding. Tayangan berita menarik perhatiannya, dan saat dia memperhatikan, berita terkini mulai diputar.
“Breaking news,” suara pembawa berita yang formal mengalun, menarik perhatian Dina. “Johan Handoko, yang merupakan pemilik Sinar Grup, dilaporkan mengalami koma setelah terlibat dalam kecelakaan tragis semalam. Menurut keterangan saksi mata mobilnya melaju dengan kencang dan menabrak pembatas jalan di jalan tol, dan saat ini beliau sedang dirawat di rumah sakit.”
Dina merasa jantungnya berdegup kencang. Kenangan tentang Johan, mantan mertuanya, kembali mengalir dalam pikirannya. Meskipun pernikahan Dina dan Ronny penuh masalah, Johan selalu memperlakukannya dengan baik. Dia teringat akan perhatian Johan terhadapnya, terutama saat dirinya mengalami kesulitan.
Dina tidak bisa menahan diri dan sedikit berteriak, “Tidak mungkin!” suaranya mengejutkan beberapa orang di sekitar. Semua perhatian kini tertuju padanya.
“Apakah ada yang tidak beres?” Rita mengerutkan kening, khawatir melihat reaksi Dina.
Dina menggelengkan kepala, berusaha menenangkan diri meskipun berita itu membuatnya cemas. “Tidak, tidak… Bukan apa - apa” kilah Dina.
Aku harta pak Johan tidak jatuh ke Ronny tapi beliau telah buat surat wasiat untuk Gio , Teddy, Mitha, dan Dina