Shiza, murid pindahan yang langsung mencuri perhatian warga sekolah baru. Selain cantik, ia juga cerdas. Karena itu Shiza menjadi objek taruhan beberapa cowok most wanted di sekolah. Selain ketampanan di atas rata-rata para cowok itu juga terlahir kaya. Identitas Shiza yang tidak mereka ketahui dengan benar menjadikan mereka menganggapnya remeh. Tapi bagaimana jika Shiza sengaja terlibat dalam permainan itu dan pada akhirnya memberikan efek sesal yang begitu hebat untuk salah satu cowok most wanted itu. Akankah mereka bertemu lagi setelah perpisahan SMA. Lalu bagaimana perjuangan di masa depan untuk mendapatkan Shiza kembali ?
“Sorry, aku nggak punya perasaan apapun sama kamu. Kita nggak cocok dari segi apapun.” Ryuga Kai Malverick.
“Bermain di atas permainan orang lain itu ternyata menyenangkan.” Shiza Hafla Elshanum
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ririn rira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kita belum kenalan
Mentari begitu manja menyusup menembus pilar rumah berlantai dua warna gray itu. Membuat penghuninya sedikit malas membuka mata. Hujan semalam masih tersisa hingga berlanjut di pertengahan malam. Shiza tersentak melihat jam di ponsel hampir setengah enam. Gadis itu gegas bangkit pergi ke kamar mandi. Shiza kesiangan menghabiskan waktu singkat gadis itu sudah siap berangkat.
“Pagi Ma, Pa.”
“Sarapan dulu.” Mama Adina meletakan sandwich ke dalam piring.
“Nggak Ma sudah telat ini. Ayo Pa.” Sambil menyampirkan tas di bahu Shiza berucap.
“Mama masukin kotak bekal aja ya, nanti kalau sempat dimakan. Kamu punya asam lambung loh.” Sambil merepet Mama Adina juga bergerak cepat. “Nih bawa.”
Shiza menerima sambil meraih tangan sang mama. Melabuhkan kecupan manis di punggung wanita yang melahirkannya itu, Shiza berpamitan. “Ayo Pa, ngebut.”
“Masih jam enam.”
“Iih papa, sekolah aku tuh tertib sebelum masuk nanti di cek anggota osis dulu. Jam enam lima belas kami sudah ada di kelas.” Shiza duduk gelisah tidak henti melihat jam.
“Telat dong kamu.” Papa Rajendra tersenyum menyebalkan. “Sesekali dihukum nggak apa-apa kali.”
“Nggak mau, masa cantik-cantik gini dihukum.” Bibir Shiza mengerucut ke depan. “Kasian kulitku yang putih ini berkelahi dengan matahari.”
Papa Rajendra terkekeh menambah laju roda empatnya. Jalanan sudah ramai berlomba dengan pengendara motor. Yang lebih dominan adalah anak sekolah. Mobil papa Rajendra berhenti tepat di gerbang sekolah. Shiza meraih tangan papanya berpamitan. Melihat kepanikan putrinya Papa Rajendra sampai terkekeh. Sementara Shiza menarik nafas lega karena gerbang belum di tutup.
“Pagi Shiza.” Chio tersenyum menyapa mengecek tampilan gadis itu. “Kamu bisa masuk.”
Tepat kaki Shiza melangkah bel sekolah berbunyi. Tanpa menunggu lama gadis itu berlari karena jarak kelasnya cukup jauh. Shiza mengabaikan tatapan aneh orang-orang padanya. Meski begitu tidak ada yang mencibirnya bahkan ada yang bersuara ‘berlarian aja tetap cantik’
Shiza nyaris terpental jika tidak sebuah tangan kekar membelit tubuhnya erat. Suara nafas dan jantung berdetak tak seirama. Kedua netra bertemu saling mengunci mengabaikan teriak orang-orang yang menyaksikan. Benda-benda hidup disana seolah tanpa nyawa, suasana seakan masuk dimensi lain hanya mereka penghuninya. Perpaduan aroma parfum seperti berterbangan berputar sekitar mereka.
“Kamu cantik, kamu aman !” Suara Deriel mengembalikan kesadaran dan suasana.
Tukar posisi boleh nggak sih
Pengen cantik biar bisa dipeluk Ryu
Pen gulung bumi
Pemandangan apa ini ?!
Shiza yang dipeluk kenapa aku yang salting
Pipi aku merah gak
Jodoh masa depan aku bakalan nemu pawangnya nih
Celetukan orang-orang membuat Shiza memundurkan langkahnya. Ia menunduk sejenak lalu menarik nafas pelan dan menghembuskannya jujur saja dia gugup dan berdebar karena menabrak seseorang.
“M—maaf, ada yang sakit ?”
Ryuga masih mengunci tatapan pada gadis itu. Mencari celah pandangan memuja. Sialnya tidak ada. “Kenapa lari?” Intonasinya hangat dan lembut.
“Aku terlambat, maaf nabrak kamu. Ada yang sakit?”
Ryuga menggeleng. “Tidak ada.”
“Kalau gitu aku masuk dulu.” Shiza melangkah karena kelasnya sudah terlihat. Bahkan dua sahabatnya berdiri di depan kelas masing-masing.
“Tunggu, kita belum kenalan kemarin kamu cuma kenalan sama Dariel dan Chio.”
Langkah Shiza terhenti lalu berbalik ke belakang. Ia menghembuskan nafas rupanya masih jadi tontonan orang-orang. “Shiza.” Ucapnya mengulurkan tangan agar cepat.
“Ryuga Kai Malverick.” Pemuda itu membalas uluran tangan Shiza. Sungguh telapak tangan itu sangat lembut. Kulitnya juga halus. “Kamu boleh panggil apa saja dari nama tadi.”
“Iya, sudah jam belajar.” Shiza menarik tangan nya lalu melangkah menuju kelasnya.
Sementara Ryuga masih menatap lekat punggung gadis itu. Lembut dan halus kulitnya masih terasa. Sepintas aroma parfum Shiza juga menempel di baju nya. Hei, ingatkan Ryuga jika dia hanya ingin menaklukan gadis itu.
“Good job.” Tepukan semangat dilabuhkan Dariel ke pundak sahabatnya. “Lihat, tanpa kekerasan kamu bisa berkenalan dengan baik.” Jauh dalam harapan Dariel taruhan yang mereka lakukan akan terlupakan dan Ryuga mencintai seseorang dengan benar.
Di kelas, Shiza langsung diserbu Aysela. “Kenapa hampir telat?”
“Aku kesiangan.” Shiza mengeluarkan buku-buku. “Candra sudah datang?”
“Candra, nggak masuk tapi ayahnya nitip surat sama Chio.”
“Chio !” Panggil Shiza saat si ketua osis baru masuk.
“Kenapa Za?”
“Candra nggak masuk?” Cemas tercetak jelas di netra hitam Shiza. “Kenapa?”
“Sebentar?” Chio membuka surat yang di titipkan padanya. “Candra kurang enak badan.”
“Apa dia kehujanan?” Shiza bergumam sambil menjatuhkan tubuhnya di kursi. Penasaran dengan kondisi Candra, ia membuka kembali room chatnya kemarin. Disana balasan dari Candra selisih lama dari pesan yang Shiza kirim. “Sel, kamu tahu rumah Candra?”
“Nggak?” Aysela menggeleng. “Kenapa kamu cemas gitu.”
“Kemarin dia nemenin aku di halte sudah aku suruh pulang duluan tapi dia ngeyel mau tetap disitu. Kami pulang bersamaan tapi di tengah jalan hujan lebat banget. Aku telepon nggak diangkat terus aku kirim pesan lama baru balesnya.”
“Mungkin dia kehujanan. Setahu aku rumahnya lumayan jauh kaya dari rumah kamu ke sini.” Aysela mengeluarkan buku-buku miliknya. “Kamu tanya aja lagi. Candra orangnya baik kok.”
Shiza mengangguk lalu mengetik pesan. Setelahnya ia kembali menyimpannya, Shiza teringat bekal yang dibawa tadi. Ia berniat memakannya tapi guru keburu masuk.
“Kenapa baru laper sih.”
“Kamu nggak sarapan?” Aysela memicingkan matanya. Setelah mendapatkan gelengan dari sahabatnya. Gadis itu mengangkat tangan tinggi. “Permisi Pak?”
“Iya, Aysela ada apa?”
“Izin boleh Pak, keluar sebentar ada keperluan.”
“Silahkan jangan lama-lama nanti kamu ketinggalan.”
“Iya Pak.” Aysela berdiri meraih kotak makan milik Shiza. “Ayo keluar, kamu harus sarapan dulu. Kamu punya asam lambung, mau di rawat lagi.” Gadis itu terlihat lucu saat merepet.
Shiza hanya bisa meringis mengikuti. Seperti anak ayam gadis itu mengekori langkah Aysela. Mereka berhenti disalah satu ruang yang Shiza tahu itu ruang musik. Mata gadis itu berbinar melihat piano terletak cantik disana.
“Aku masih bisa nahan loh.” Shiza membuka kotak bekalnya. “Kamu mau?”
“Nggak, kamu habisin baru kita masuk.”
Shiza mengangguk memakan perlahan makanannya. “Belum ada balasan dari Candra, nanti kalau pulang aku mau ngajak mama jenguk dia. Kamu ikut?”
“Untuk hari ini nggak, mama mau ke rumah Nenek.”
“Ayo udah habis.” Shiza menutup kembali kotak yang sudah kosong.
🌷🌷🌷
Kantin hari ini lebih ramai dari sebelumnya, hampir tiap meja terisi penuh termasuk meja yang ditempati Shiza dan teman-temannya. Berkat Aysela lambungnya aman hari ini. Sekarang saatnya kedua gadis itu menuntut cerita insiden pagi tadi yang melibatkan Ryuga.
“Aku tuh buru-buru, nah lari deh sepanjang koridor eh tu most wanted nongol dari toilet jadi nabrak deh nggak punya rem.”
“Gimana rasanya dipeluk sama Ryuga.” Adel terlihat penasaran. “Wangi nggak?”
“Nggak ada, aku malah sesak nafas tangannya kuat banget mendekap aku. Aroma parfum nya laki sih !”
“Wah.” Adel memukul meja saking gemesnya. “Laki bangetkan dia, beda tuh sama si Chio punya wajah kok cantik.”
“Aku suka tipe wajah kaya Chio, baby face.”
“Kamu murid baru itu ‘kan ?” Seorang gadis melipat tangan ke dada dengan wajah angkuh. “Ini Ren, cewek yang pelukan sama Ryu pagi tadi.” Gadis bername tag Ergita Blinda Queenby itu menyeringai sinis. “Sok kecakepan banget ! Hei kamu itu bukan tipe Ryu, cantik sih tapi kalah pamor sama Karen.”
“Jadi kamu yang buat Ryu badmood sama aku beberapa hari ini ?” Karen memberi tatapan seolah menelanjangi.
Shiza membalas dengan tatapan datar. “Pertama, saya nggak kenal kalian. Kedua, tadi bukan pelukan tapi tabrakan nggak sengaja, ketiga kalau dia badmood apa hubungan nya sama saya.”
“Jangan mentang-mentang kalian kakak kelas terus bersikap seenaknya ya !” Tambah Adel lagi.
“Jadi mereka kakak kelas ?” Shiza bertanya pada Adel dan dibalas anggukan dari gadis itu.
“Nah sekarang tahu kan kami siapa?” Gita semakin angkuh menggebrak meja sampai jadi pusat perhatian.
“Emang kalau kalian kakak kelas kenapa ?! Trus masalahnya sama aku apa ?” Tantang Shiza tidak mau kalah.
“Jangan deketin Ryu lagi, dia milik aku.” Tegas Karen tajam.
“Tuh denger ! Jadi cewek gak usah caper.”
“Kaya nggak ada cowok lain aja.” Gumam Shiza melanjutkan makan.
“Kamu tuh nggak ada sopannya sama kakak kelas.” Tanpa diduga Gita menarik sendok Shiza dan membantingnya di lantai. Segaris senyum bangga tersemat di wajahnya.
“Ambil sendok itu !” Shiza berucap sangat dingin tanpa berdiri atau mengencangkan urat leher.
“Ambil sendiri yang punya sendok siapa.” Gita semakin menjadi. “Yuk Ren !” Lanjutnya menarik tangan sahabatnya itu.
Shiza mengepalkan tangannya erat. Ia bangkit dari duduknya lalu melangkah cepat. “Jangan lupa keramas.” Ucapnya berbisik.
Semua mata terkejut dengan mulut terbuka. Shiza menumpahkan air es nya ke atas rambut Gita. Siapa yang menyangka gadis terlihat lembut itu bisa menjadi bar-bar. Gita berteriak histeris mengusak rambutnya.
“Apa-apaan kamu ?!” Karen sadar dari rasa terkejutnya.
“Kalian yang memulainya, jangan harap aku diam seperti korban kalian yang lainnya.” Shiza memutar tumitnya untuk pergi dari sana diikuti Adel dan juga Aysela. Di ambang pintu ia berpapasan dengan Ryuga dan teman-temannya. Iris mata saling memandang namun tidak bertegur sapa.