Istri mana yang tak bahagia bila suaminya naik jabatan. Semula hidup pas-pasan, tiba-tiba punya segalanya. Namun, itu semua tak berarti bagi Jihan. Kerja keras Fahmi, yang mengangkat derajat keluarga justru melenyapkan kebahagiaan Jihan. Suami setia akhirnya mendua, ibu mertua penyayang pun berubah kasar dan selalu mencacinya. Lelah dengan keadaan yang tiada henti menusuk hatinya dari berbagai arah, Jihan akhirnya memilih mundur dari pernikahan yang telah ia bangun selama lebih 6 tahun bersama Fahmi.
Menjadi janda beranak satu tak menyurutkan semangat Jihan menjalani hidup, apapun dia lakukan demi membahagiakan putra semata wayangnya. Kehadiran Aidan, seorang dokter anak, kembali menyinari ruang di hati Jihan yang telah lama redup. Namun, saat itu pula wanita masa lalu Aidan hadir bersamaan dengan mantan suami Jihan.
Lantas, apakah tujuan Fahmi hadir kembali dalam kehidupan Jihan? Dan siapakah wanita masa lalu Aidan? Akankah Jihan dapat meraih kembali kebahagiaannya yang hilang?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon syitahfadilah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 30~ JANGAN MARAH-MARAHIN BUNDA
"Yuk, kita kesana."
Begitu sampai di taman, Aidan mengajak Jihan dan Dafa untuk duduk di gazebo yang tersedia. Tak hanya itu, jogging track, outdoor gym, hingga toilet dan mushala untuk beribadah juga tersedia di taman itu.
Pada bagian tengah taman juga terdapat kolam seluas 1.500 meter persegi yang menjadi salah satu daya tarik dari taman tersebut. Kolam yang ditumbuhi teratai itu menambah cantik pemandangan sehingga banyak orang yang datang untuk santai pada sore hari.
"Ramai ya, Om." Pandangan Dafa berkeliling memperhatikan sekitar taman, ada banyak sekali pengunjung sore itu.
"Iya, pemandangannya juga indah." kata Aidan sambil melirik Jihan, dan langsung mengalihkan pandangannya begitu Jihan menoleh kearahnya.
Aidan menahan senyum, dengan Dafa yang duduk ditengah antara ia dan Jihan sudah membuat mereka terlihat seperti satu keluarga kecil. Ah, rasanya tak sabar menantikan momen itu terwujud.
'Sabar Ai,' ucapnya dalam hati.
Jihan menoleh ke kiri dan kanan, gazebo tempat mereka duduk tak begitu banyak orang disekitarnya. Kebanyakan berada di pinggir kolam, ada yang bermain air, ada pula yang sekedar duduk dan mengobrol, ada pula yang sibuk mengabadikan momen sore di taman dalam ponsel mereka.
"Dafa, Bunda mau ngomong sesuatu."
Dafa menoleh menatap bundanya, pun dengan Aidan yang ikut menatap Jihan.
"Mau ngomong apa, Bunda?" tanya Dafa. Anak lelaki itu tak berkedip menatap sang bunda.
"Em, apa Dafa keberatan kalau Om Dokter jadi Ayahnya Dafa?"
Dafa terdiam selama beberapa detik, mencoba mencerna ucapan sang bunda. Sementara Aidan, jangan ditanya lagi bagaimana perasaannya. Tak terkira bahagianya ia saat ini. Dengan pertanyaan Jihan terhadap Dafa sudah mengartikan bahwa wanita itu menerima niat baiknya.
"Maksudnya, Bunda bakal nikah sama Om Dokter, seperti Ayah dan Tante Windy?" tanya Dafa.
Jihan dan Aidan serentak mengangguk. "Dafa mau, kan, jadi anaknya Om?" Suara Aidan terdengar bergetar saat mengajukan pertanyaan itu. Meski sudah mendapat lampu hijau dari Jihan, namun tetap saja ada rasa khawatir dalam hatinya. Bagaimana kalau Dafa menolak, dan kedekatan mereka selama beberapa bulan ini hanya dianggap pertemanan oleh anak itu. Terlebih melihat reaksinya yang langsung menunduk dengan wajah nampak murung.
Beberapa saat kemudian Dafa mendongak menatap Aidan. "Tapi, nanti kalau Om Aidan sudah jadi Ayahnya Dafa, Om jangan marah-marahin Bunda ya?"
Aidan tertegun, seketika saja kedua matanya berkaca-kaca. Dalam hati bertanya, mungkinkah mantan suami Jihan sering berkata kasar dan itu semua didengar dan disaksikan oleh Dafa.
Ia pun perlahan menganggukkan kepalanya dengan pelan, "Iya," hanya itu yang dapat dikatakan nya sekarang meski sebenarnya ada banyak sekali yang ingin ia ungkapkan.
"Janji?" Dafa mengacungkan jari kelingkingnya ke hadapan Aidan.
"Janji." Aidan tersenyum sambil menautkan jari kelingkingnya pada Dafa.
"Terus Om juga harus bantuin Bunda masak, cuci piring, cuci baju dan beres-beres rumah biar Bunda gak capek sendirian."
Aidan terkekeh, "Nanti Bunda kamu gak perlu melakukan itu semua." Ia melepas tautan kelingkingnya lalu ganti menangkup wajah Dafa. "Mamanya Om juga gak pernah mengerjakan pekerjaan rumah dan yang lain-lainnya, karena sudah ada asisten rumah tangga yang mengerjakan itu semua, jadi nanti Bunda kamu tinggal ngurusin kamu dan Om aja."
"Beneran, Om?" tanya Dafa, matanya tampak berbinar.
Aidan mengangguk. "Iya dong. Oh ya, kita foto yuk?" Ia mengeluarkan ponsel untuk berselfie.
Awalnya Jihan tampak enggan dan malu, tapi setelah dibujuk Dafa akhirnya ia menuruti. Tak hanya satu foto, beberapa gaya ditirukan Dafa yang mau tak mau diikuti Aidan dan Jihan.
Setelah itu mereka bertiga jalan-jalan mengitari taman, momen itu tak dilewatkan oleh Aidan. Ia mengambil gambar mereka bertiga disetiap tempat yang bagus dan sesekali mengabadikannya dalam bentuk video.
"Dafa, boleh Om tanya sesuatu?" tanya Aidan setelah mereka kembali duduk di Gazebo, sementara Jihan pamit ke toilet.
"Tanya apa, Om?"
"Memangnya Ayah kamu sering marah-marah ya sama Bunda?" Aidan menoleh kearah toilet setelah mengajukan pertanyaan itu, memastikan Jihan belum kembali.
Dafa mengangguk, "Nenek juga sering marah-marah sama Bunda. Padahal Bunda udah capek mengerjakan semuanya sendirian."
"Di rumah kamu gak ada asisten rumah tangga memangnya, sampai Bunda kamu sendirian yang mengerjakan semuanya?"
Dafa menggeleng. "Gak ada."
Aidan terdiam sejenak lalu kembali mengajukan pertanyaan. "Memangnya Bunda kamu buat salah apa sampai dimarah marahin gitu?"
"Bunda gak ada salah apapun. Gak lama setelah pindah ke rumah baru, Ayah dan Nenek jadi sering marah-marah sama Bunda, Dafa juga gak tahu apa sebabnya. Terus semenjak ada Tante Windy yang jahat suka ngaduh sama Ayah. Numpahin air sendiri terus pura-pura jatuh, tapi malah nuduh Dafa. Jadinya Dafa deh sama Bunda yang dimarahin Ayah."
"Astagfirullah." Aidan mengelus dada. Sungguh keterlaluan mantan suami Jihan, batinnya. Bukannya meringankan pekerjaan istrinya sendiri dengan mempekerjakan asisten rumah tangga, tapi justru malah menghadirkan wanita lain dalam rumah tangga mereka.
Akan tetapi, jika itu semua tidak pernah terjadi, ia juga tidak akan pernah bertemu Dafa dan Jihan. Dan hingga saat ini ia juga pasti belum terpikirkan untuk menikah karena belum menemukan wanita yang bisa mengambil hatinya.
Haruskah ia bersyukur atas itu semua?
Setelah Jihan kembali dari toilet, Aidan pun mengajak mereka pulang sebab sebentar lagi memasuki Maghrib dan taman juga sudah mulai sepi.
Jihan yang tenang ya jangan gugup keluarga Aidan udah jinak semua kok paling Fio aja yang rada2🤭🤭🤭
makanya Jihan jangan meragu lagi ya Aidan baik dan bertanggung jawab kok g kayak sie onta
sampai rumah langsung ajak papa Denis ngelamar ya Ai biar g ditikung si onta lagi soalnya dia dah mulai nyicil karma itu