Demi menyekolahkan dang adik ke jenjang yang lebih tinggi, Cahaya rela merantau ke kota menjadi pembantu sekaligus pengasuh untuk seorang anak kecil yang memiliki luka batin. Untuk menaklukkan anak kecil yang keras kepala sekaligus nakal, Cahaya harus ekstra sabar dan memutar otak untuk mendapatkan hatinya.
Namun, siapa sangka. Sang majikan menaruh hati padanya, akan tetapi tidak mudah bagi mereka berdua bila ingin bersatu, ada tembok penghalang yang tinggi dan juga jalanan terjal serta berliku yang harus mereka lewati.
akankah majikannya berhasil mewujudkan cintanya dan membangunnya? ataukah pupus karena begitu besar rintangannya? simak yuk, guys ceritanya... !
Happy reading 🥰🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reni mardiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mencari Cahaya dan Bima
Aliando, Sagara dan Matheo ikut berunding untuk persiapan proyek yang akan mereka garap, konsep apa yang akan mereka pakai untuk pembangunan yang akan di bangun di tengah-tengah kota.
Cahaya menemani Bima di playground yang di sediakan di restoran milik Laras selaku orangtua Langit, disana juga ada Kejora yang ikut memantau Bumi.
Nia dan Anin menunggu di meja pengunjung, mereka sibuk memainkan ponselnya. Zoya yang merupakan istri pemilik bisnis nomor 2 di negaranya mulai bete, dia mencari Bumi agar ada teman yang menemaninya.
"Bumi kemana ya? Ya Tuhan, sedih banget ya belum punya cucu, pergi kemanapun planga-plongo gak jelas." Gumam Zoya.
Zoya menelpon Kejora untuk menanyakan dimana Bumi kesayangannya, setelah mendapat dimana Kejora dan Bumi berada Zoya langsung pergi ke playground.
Zoya berlari saat melihat Kejora dan juga Cahaya tengah duduk sambil memantau kedua anak yang sibuk berlarian kesana-kesini.
"Kenapa kalian gak ajak-ajak sih? Gak enak tahu disana kayak orang bego." Gerutu Zoya sambil mendudukkan bobotnya.
Umur Zoya boleh tua, tapi jiwa mudanya tetap membara. Cahaya hanya tersenyum mendengar Zoya yang menggerutu.
"Cahaya, kamu beneran istrinya, Sagara?" Tanya Zoya kepo.
"Kepo amat si, Mama Zoy." Cibir Kejora.
"Tidak, Nyonya. Saya dan Tuan Sagara hanya sebatas majikan dan juga Pengasuhnya Den Bima," Jawab Cahaya.
"Tapi, Sagara bilangnya begitu tadi." Bingung Zoya.
"Ya palingan Pak Sagara tuh ngaku-ngaku Ma, orang dia duda kok. Mas Langit juga tadinya nyangkanya begitu, setelah ditanya lagi katanya bukan, orang Pak Sagara tuh cinta banget sama almarhumah istrinya." Sahut Kejora.
Nyesss...
Senyum di bibir Cahaya langsung redup, dia merasa perih tat kala mendengar ucapan Kejora. Bagaimana bisa, Sagara yang sudah melibatkannya dengan memperkenalkan dirinya sebagai calon ibu bagi Bima, dan sampai di jadikan alasan penolakan untuk turun ranjang. Entah mengapa rasanya ada yang panas di bagian dadanya, meskipun dia tahu kalau Relia masih hidup yang sewaktu-waktu bisa muncul ke hadapan Sagara.
Cahaya segera menyangkal perasaannya sendiri, dia tidak boleh baper dengan Sagara yang hanya membuat dirinya sebagai pengalihan.
"Ya meskipun duda, sikat saja Cahaya. Orang istrinya udah meninggal ini, kamu itu cantik dan cocok juga jadi pasangan Sagara, anaknya aja nempel banget. Saran Tante ya mending pepet aja, yang penting itunya gede." Ucap Zoya mengompori Cahaya.
"Itunya gede apa?" Tanya Kejora memicingkan matanya.
"Ehehehe." Bukannya menjawab, Zoya justru cengengesan.
"Astagfirullah! Udah tua pikirannya, hadduuuhhhh. .!" Kejora geleng-geleng kepala di buatnya, dari pertama dia bertemu dengan Zoya yang dianggap sebagai ibu angkatnya, perempuan paruh baya itu tidak pernah berubah sama sekali.
Cahaya hanya tersenyum, dia tidak mau berharap apapun. Untuk saat ini Cahaya tidak mau terlibat dengan percintaan, ia hanya ingin fokus dengan keluarganya agar bisa hidup layak dan bisa menyekolahkan adiknya.
Bima dan Bumi berlarian kearah tiga wanita yang sedang duduk di kursi, mereka terlihat berkeringat dan tertawa renyah setelah lelah bermain.
"Den Bima, udah mainnya?" Tanya Cahaya dengan lembut.
"Udah, Mbak Yaya." Jawab Bima.
"Masa tadi ada yang ngejar-ngejar Bumi, Ma." Bumi mengadu pada ibunya yang sedang mengelap keringat di keningnya.
"Siapa?" Tanya Kejora.
"Itu anak perempuan, masih kecil Ma. Dia ngejar Bumi terus, manggil Bumi Cayang." Jawab Bumi.
"Suka sama kamu kali." Ledek Bima.
"Gak mau! Anaknya masih pakai pampers." Bumi menyilangkan tangannya, dia memasang wajah cemberut.
Para wanita itu terkekeh dibuatnya, Bima sudah menguap beberapa kali, Cahaya melirik jam di layar ponselnya dimana jam 12 sudah waktunya Bima tidur siang.
Hooaammm...
Cahaya menggendong tubuh Bima, dia mengusap kepala Bima yang sudah mengucek matanya karena mengantuk. Hanya dalam hitungan menit, Bima sudah memejamkan matanya didalam dekapan Cahaya.
"Loh, Bima udah ngantuk ya?" Tanya Kejora.
"Iya, biasanya jam segini Den Bima tidur siang." Jawab Cahaya.
"Aku panggil Kasa dulu ya, kasihan kamu kalau harus pegangin Bima kayak gitu takut pegel. Biar nanti Bimanya di tidurin di tempatnya Kasa, lagian kayaknya yang bahas bisnis ngobrolnya masih lama deh." Saran Kejora.
"Tidak Apa, Mama Bumi. Biarkan seperti ini saja, saya takut Tuan Sagara mencari Den Bima." Ucap Cahaya merasa sungkan.
"Udah, gapapa. Pegel loh kayak gitu terus, si Angkasa juga biasanya punya tempat tidur buat istirahat kalau udah kecapean." Ucap Zoya.
"Em, baiklah. Sebelumnya saya ucapkan terimakasih." Ucap Cahaya.
Kejora mengajak Bumi menemui Angkasa, Zoya beranjak dari duduknya dan berpamitan pada Cahaya karena dia ingin buang hajat.
Tak berselang lama, Angkasa datang sendirian menemui Cahaya.
"Nona, biar saya yang gendong Bima pindah." Ucap Angkasa.
"Biar saya saja." Tolak Cahaya dengan rasa sungkannya.
"Dress Nona tidak terlalu panjang, hanya sebatas lutut saja. Kalau Nona berjalan sambil menggendong Bima, takutnya bagian roknya terangkat dan bisa dilihat oleh orang lain." Ucap Angkasa.
Cahaya nampak berpikir, dia melihat pakaian yang di kenakannya itu memang tidak panjang. Akhirnya Cahaya menganggukkan kepalanya sebagai jawaban, Angkasa menundukkan setengah badannya untuk mengambil alih Bima dari dekapan Cahaya, tanpa sengaja kedua matanya bertatapan dengan mata indah Cahaya. Sejenak Angkasa menikmati pemandangan tersebut, jantungnya langsung berdetak tak karuan. Cahaya tertegun, wajah tampan Angkasa terukir dengan sempurna sehingga mampu menghipnotis tubuhnya.
Bima menggeliat, sontak Cahaya dan Angkasa memutus tatapannya yang langsung beralih menatap Bima secara bersamaan.
"Mari." Ucap Angkasa mengajak Cahaya ikut dengannya.
*
*
Sagara dan yang lainnya baru saja keluar dari dalam ruang VIP, Langit dan Nando izin keluar terlebih dahulu meninggalkan Sagara dan juga temannya.
"Ada kabar hot nih, Gar. Lu pasti shik shak shok, lebih tepatnya geram sekaligus punya bukti kuat lagi." Ucap Matheo.
Matheo membeberkan kembali kabar yang di terimanya, selama ini dia yang di tugaskan untuk memantau kemanapun Akbar pergi. Selama beberapa kali juga Matheo di utus Sagara untuk memantau Rachel di sana, maka dari itu Sagara mendapatkan banyak sekali bukti kuat yang di dapat dari hasil kerja Matheo.
"Urus semuanya, jangan sampai ada yang tersisa. Aku ingin menghancurkan bajingan itu sekali tembak, aku akan jadi tameng untuk Mama." Ucap Sagara dengan tegas.
"Si Kiki udah lu kasih tahu enggak? Dia pasti syok." Tanya Aliando.
"Dia udah tahu, justru orang pertama kali pergokin juga dia. Tahu sendiri kan kalau si Rachel itu anak kesayangan Mama, gak tahu kenapa kalau sama Rachel Mama sayang, padahal Relia itu lebih baik daripada Rachel. Bajingan itu pertama kali buka segel Rachel kan pas di rumah utama, karena susah mengatur hasratnya ya bajingan itu pindahkan si Rachel ke luar negeri bias bebas berhubungan, makanya dia bolak-balik luar negeri dengan alasan kerja." Jawab Sagara.
"2 hari lagi acara tunangannya, gue pastikan semuanya kebongkar." Ucap Matheo.
"Thanks, Bro." Sagara menjabat tangan Matheo, hanya mereka berdua lah yang selalu ada di saat suka maupun duka Sagara.
Wajah Sagara kian menyendu, dia tidak bisa membayangkan bagaimana reaksi ibunya nanti saat tahu kebusukan suaminya. Sejahat-jahatnya seorang ibu pada anak, maka anak tidak akan diam saja saat ada yang menyakiti ibunya.
"Kita serahkan semuanya sama yang diatas, yuk ah! Jangan sedih, kita kan mau jalan-jalan. Kasihan Bima pasti nungguin." Ucap Aliando mengalihkan kesedihan Sagara agar tidak kembali berlarut seperti sebelumnya.
Sagara pun menganggukkan kepalanya, mereka semua keluar dari ruang VIP dan mulai berpencar. Aliando dan Matheo mencari pacar masing-masing, sedangkan Sagara menyusuri setiap penjuru restoran guna mencari keberadaan Cahaya dan juga Bima.
"Pak Sagara, pasti cari Bima ya?" Tebak Kejora.
"Iya, apa Nyonya Maheswara tahu dimana mereka?" Sagara mengiyakan tebakan Kejora, pasalnya memang benar kalau Sagara tengah mencari Cahaya dan Bima.
"Pak Sagara tinggal lurus terus belok kanan, disana ada pintu warna cokelat bertuliskan nama lengkap Angkasa. Tadi Bima ketiduran, saya kasihan lihat Cahaya takutnya pegel, jadi saya sarankan bawa Bima ke ruang kerja Angkasa." Jelas Kejora.
Sagara cukup kaget, tetapi ia mengucapkan terimakasih pada Kejora yang sudah memberitahunya. Jika Bima dan Cahaya ada di ruang kerja Angkasa, itu artinya Cahaya saat ini sedang berduaan dengan Angkasa. Sagara segera berjalan menuju ruang kerja Angkasa, tiba-tiba saja raut wajahnya berubah dingin lengkap dengan tangan mengepal kuat.
Ceklekkk....
lampu hijau nich lngsng akrab aja ma camer🥰🥰🥰❤️
ganteng2 biar gak patah hati+dpt yg baik jg Sholehah 🥰🥰
kalau gara tau dia ditipu selama ini gimana rasanya ya. gara masih tulus mengingat relia , menyimpan namanya penuh kasih dihatinya, ngga tau aja dia 😄, dia sudah di tipu
relia sekeluarga relia bahagia dengan suami barunya.