Anna diperkosa Dean Monteiro yang menginap di hotel karena mabuk. Anna ancam akan penjarakan Dean. Orang tua Dean memohon agar putranya diberi kesempatan untuk bertanggung jawab. Akhirnya Anna bersedia menikah dengan Dean, tapi Dean berniat ceraikan Anna demi menikahi kekasihnya, Veronica.
Anna terlanjur hamil. Perceraian ditunda hingga Anna melahirkan. Anna yang tidak rela Dean menikah dengan Veronica memutuskan untuk pergi. Merelakan bayinya diasuh oleh Dean karena Anna tidak sanggup membiayai hidup bayinya.
Veronica, menolak mengurus bayi itu. Dean menawarkan Anna pekerjaan sebagai pengasuh bayi sekaligus pembantu. Anna akhirnya menerima tawaran itu dengan bayaran yang tinggi.
Dean pun menikahi Veronica. Benih cinta yang tumbuh di hati Anna membuat Anna harus merasakan derita cinta sepihak. Anna tak sanggup lagi dan memutuskan pergi membawa anaknya setelah mendapat cukup uang. Dean kembali halangi Anna. Kali ini demi Dean yang kini tidak sanggup kehilangan Anna dan putranya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alitha Fransisca, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21 ~ Sebagai Pelampiasan ~
Anna membukakan pintu apartemen dengan rasa heran. Biasanya Dean bisa masuk sendiri ke apartemen dengan menggunakan tombol password. Kali ini laki-laki itu memencet bel berkali-kali hingga terasa berisik. Anna yang baru beres-beres setelah memasak untuk makan malam segera berlari membukakan pintu.
Dean melangkah masuk apartemen dengan sempoyongan. Anna tanpa sadar melangkah mundur dengan perasaan takut. Bukan takut karena Dean yang mabuk tapi karena tatapan Dean sama seperti saat menatapnya di kamar hotel waktu itu.
"Veronica?" Hanya itu yang diucapkan Dean saat Anna muncul membukakan pintu.
Di saat mabuk itulah Dean menyapa Anna, itu pun dengan memanggil nama Veronica. Setelah sekian lama tidak pernah saling bicara. Dean memanggil Anna dengan nama wanita lain. Kejadian sama yang terjadi saat di hotel.
Kejadian itu terlintas lagi dalam pikiran Anna. Membuat gadis itu panik, cemas dan trauma. Dean memanggilnya dengan nama Veronica lalu menyerangnya.
Mau apa dia? Kenapa menatapku seperti itu lagi? Batin Anna.
Anna mundur dengan perasaan takut. Tatapan Dean sama seperti saat menatapnya di kamar hotel waktu itu. Panggilan yang sama dan tatapan yang sama. Membuat Anna melangkah mundur dengan panik.
Setelah membuka pintu apartemen dan mencium aroma alkohol, perasaan Anna langsung was-was. Jika sudah seperti itu, usaha bagaimanapun untuk menyadarkan Dean hanya berakhir sia-sia. Anna memilih mundur dan berlari menuju kamarnya.
Dean mengejar. Jerit panik Anna justru membangkitkan hasrat laki-laki itu hingga semakin memuncak. Anna berhasil masuk ke kamar tapi tak sempat mengunci pintu. Laki-laki itu terlanjur mendorongnya keras hingga terhempas ke ranjang. Anna merasakan kepalanya yang sangat pusing akibat terhempas begitu keras. Kesadarannya memudar lalu menghilang.
Saat terbangun, Anna langsung menarik kain putih pelapis selimut itu untuk menutupi tubuhnya yang terbuka tanpa sehelai benang pun. Tak ingin lagi menoleh ke arah sampingnya. Karena kejadian seperti itu pernah terjadi. Dean pasti tertidur lelap tanpa mengenakan apa pun.
Tinggallah Anna yang menangis sendiri di dalam kamar mandi. Lagi-lagi Dean melampiaskan hasratnya pada Anna dengan menyebut nama wanita lain. Menatap Anna tetapi membayangkan wajah wanita lain.
Yang lebih menyakitkan lagi, setelah melakukan itu, Dean sama sekali tak menunjukkan rasa bersalah. Dengan tenang menjalani hari seperti biasa. Terbangun di kamar Anna dengan pakaian yang telah terbang ke mana-mana. Dean, menyadari sepenuhnya apa yang terjadi tapi tidak berniat untuk menyesali.
Tiba-tiba laki-laki itu mengatakan sesuatu, "aku berangkat keluar kota malam ini. Siapkan pakaianku untuk dua hari.”
Perintah, sebuah perintah keluar dari mulut Dean setelah sekian lama tidak saling bicara. Saat bangun tidur, saat sarapan, saat berangkat kerja, baru perintah itulah yang keluar dari mulut Dean. Bahkan sekedar menawarkan sarapan bersama pun tak bisa.
Anna mengalirkan air mata saat melihat mobil sport mewah itu melaju keluar dari gerbang apartemen mewah itu. Anna harus merasakan babak baru hidupnya sebagai istri yang tidak dianggap. Jangankan mendapat perlakuan mesra seorang suami, Anna justru seperti seorang bersalah yang sedang menjalani hukuman.
Ini penjara yang sesungguhnya. Aku yang menjadi korban, kenapa aku yang dipenjara? Hanya demi dapatkan satu buku nikah sebagai tanda kehilangan kesucian, aku harus menjalani hidup seperti seorang budak. Dia bisa seenaknya melampiaskan hasratnya padaku sementara aku tetap diperlakukan seperti seorang pembantu. Ini benar-benar tidak adil. Kenapa aku harus setuju menikah dengan laki-laki brengsek itu. Dia hanya memikirkan keinginannya menikahi pacarnya dan aku mengurusi segala urusannya, batin Anna teringat pada perintah Dean.
Anna tertunduk memikirkan nasib yang harus dijalani. Untuk berbasa-basi menawarkan tumpangan ke hotel saja, Dean tidak lakukan. Seperti biasa Anna membereskan sisa sarapan pagi lalu berangkat seorang diri menggunakan bus.
Mana apartemen ini jauh dari hotel, batin Anna.
Gadis itu harus dua kali naik transportasi umum untuk sampai ke hotel. Tak ada tawaran dari Dean meski dirinya harus diturunkan sebelum sampai di hotel. Jika Dean tidak ingin dianggap memiliki hubungan dengan seorang room attendant.
Kehidupan seperti itu membuat Anna tidak tahan. Merasa kesal setiap kali melihat keangkuhan Dean. Anna merasa sakit hati. Sejak kejadian itu untuk kedua kalinya, Anna merasa dadanya selalu sesak karena kesal.
"Aku ingin bercerai!" ucap Anna akhirnya.
Berdiri di hadapan Dean yang sedang menikmati makan malamnya dalam diam. Laki-laki itu urung memasukkan steak di ujung garpu itu ke dalam mulutnya. Tercenung sejenak lalu mengangkat wajahnya menatap Anna.
"Baiklah! Kita menghadap Daddy besok," ucap Dean kembali melanjutkan santap makan malamnya dengan wajah datar tanpa emosi.
Anna tidak tahu kenapa mereka harus menemui Tn. Monteiro. Ingin tanyakan itu pada Dean tapi sikap acuh tak acuh Dean membuat Anna tidak bisa berkata-kata. Sikap Dean yang tanpa protes saat diajak bercerai, jelas menunjukkan kalau dirinya sama sekali tidak ingin pertahankan Anna.
Anna ingin keputusan bercerai itu langsung disetujui oleh Dean agar dirinya bisa langsung pergi. Namun, tetap saja akhirnya Anna bersedia diajak bertemu dengan kedua mertuanya. Di saat itulah Anna mengerti tujuan Dean mengajaknya menemui orang tua laki-laki itu.
Oh, ternyata ini maksudnya aku harus temui orang tuanya? batin Anna sambil menatap wajah laki-laki yang duduk bersandar dengan santai itu.
Dean tidak mau disalahkan atas gagalnya pernikahan mereka yang baru berjalan dua bulan. Dean menunjukkan pada orang tuanya bahwa dirinya bisa bertahan dengan rumah tangga itu sementara Anna sendirilah yang tidak sanggup menjalaninya.
"Daddy belum bisa putuskan sekarang. Besok kita bicarakan lagi. Sekarang kalian menginap saja di sini …."
"Apa? Nggak bisa Daddy, aku harus pulang," sanggah Dean.
"Aku bilang kalian menginap di sini! Malam ini saja!" bentak Tn. Monteiro membuat Dean tertegun.
Anna hanya bisa tertunduk. Setelah mencari alasan yang sebaik-baiknya. Menjelaskan dengan lemah lembut tanpa ada kesan penyesalan dan pertengkaran demi mendapat izin untuk berpisah, orang tua itu seperti tidak merelakan niat mereka bercerai.
"Kenapa bilang pada Tn. Monteiro kalau perceraian ini adalah keinginanku? Kenapa tidak mengakui sendiri kalau kamu juga ingin kita berpisah!" seru Anna saat berada di kamar yang disediakan untuk mereka.
"Aku memang punya rencana ceraikan kamu karena mengira setelah menikahi denganmu, aku tak bisa menikahi pacarku, tapi jika pernikahan ini tidak menghalangi aku untuk menikahi Veronica, kenapa kita harus bercerai …."
"Apa? Jadi kamu tetap pertahankan pernikahan ini tapi juga ingin menikahi Veronica? Kamu … kamu benar-benar egois! Pokoknya besok kamu harus ikut membujuk daddy-mu agar mengizinkan kita bercerai!" teriak Anna.
"Apa katamu? Kamu? Istri macam apa yang memanggil suaminya dengan panggilan seperti itu?" tanya Dean mulai tersulut emosi.
"Memangnya aku ini istrimu? Sejak kapan kamu perlakukan aku sebagai istrimu? Sejak kapan kamu akui aku sebagai istrimu?" teriak Anna bertanya.
"Kamu ingin dianggap sebagai seorang istri? Baiklah …! Layani aku sekarang. Kamu ingin dianggap sebagai seorang istri, kan? Ayo lakukan, karena itu adalah tugas seorang istri," ucap Dean lalu melangkah mendekati Anna.
“Ka-kamu mau apa?” tanya Anna sambil melangkah mundur.
“Aku hanya ingin lakukan kewajiban suami terhadap istri. Ayolah! Bukannya kamu ingin dianggap sebagai istriku?" tanya Dean sambil menyeringai.
"Kamu sudah gila!”
“Gila? Berani sekali kamu katakan itu padaku!"
Mendengar ucapan Anna, amarah Dean memuncak. Laki-laki itu segera hempaskan tubuh Anna ke atas ranjang. Kali ini bukan karena alkohol.
Dengan sadar Dean melampiaskan hasratnya. Murka karena menganggap Anna selalu memancing emosinya. Anna berusaha menolak. Dengan kesadaran penuh Anna merasakan sendiri bagaimana laki-laki itu melampiaskan hasratnya.
Meronta sekuat tenaga pun tak ada artinya. Anna pun tak berani menjerit karena akan membuat keributan. Anna harus rela menjadi tempat pelampiasan hasrat laki-laki yang hatinya telah terbakar oleh amarah itu.
"Jangan coba-coba kurang ajar padaku!" ucap Dean lalu turun dari ranjang setelah selesai melepaskan hasratnya.
Langsung melangkah ke kamar mandi. Meninggalkan Anna yang menangis sesenggukan seorang diri di atas ranjang. Lagi-lagi Dean perlakukan istrinya dengan kasar untuk melayani nafsunya.
Keesokan harinya mereka berkumpul untuk sarapan bersama. Anna duduk termenung dengan tatapan mata yang kosong. Mulai dari para pelayan menyiapkan hidangan hingga sarapan pagi bersama itu berlangsung, Anna hanya terdiam seperti seorang yang mengalami syok. Sementara Dean bertingkah seperti tidak pernah terjadi apa-apa.
...🍀🍀🍀 ~ Bersambung ~ 🍀🍀🍀...