Rasa bersalah karena sang adik membuat seorang pria kehilangan penglihatan, Airi rela menikahi pria buta tersebut dan menjadi mata untuknya. Menjalani hari yang tidak mudah karena pernikahan tersebut tak didasari oleh cinta.
Jangan pernah berharap aku akan memperlakukanmu seperti istri, karena bagiku, kau hanya mata pengganti disaat aku buta - White.
Andai saja bisa, aku rela memberikan mataku untukmu - Airi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 4
Apakah seperti ini yang dinamakan roda selalu berputar. Dua minggu yang lalu, White masih merasakan diatas, merasa sempurna dan memiliki segalanya. Wajah rupawan, karier cemerlang, dan yang tak kalah penting, kekasih yang cantik dan smart, yang bisa mendukungnya dan membuat dia lebih percaya diri saat menggandeng tangannya. Tapi tiba-tiba, Tuhan membalikkan hidupnya.
Sekarang, hanya gelap. Tak ada apapun yang bisa dia lihat. Tidak ada lagi keindahan yang bisa dia nikmati. Dan seseorang yang dia pikir akan selalu ada, tiba-tiba meninggalkannya.
"Kau tahukan, menjadi model internasional adalah mimpiku sejak dulu. Aku tak mungkin melepaskan kesempatan itu, White."
White mengingat kembali obrolan terakhinya dengan Raya.
"Aku butuh suami yang bisa mendukung karierku. Yang bisa memahami semua kesibukanku, dan suami yang_"
"Yang pasti bukan seperti aku," potong White. "Pria buta, yang mungkin hanya bisa merepotkanmu."
"Maafkan aku, White." Sesungguhnya ini juga diluar perkiraan Raya. Beberapa hari yang lalu, White masih termasuk dalam spek suami idamannya, tapi tidak untuk saat ini. Dia tak siap memiliki suami buta. Dia tipe perfeksionis yang menginginkan segala kesempurnaan dalam hidup.
Ceklek
Suara pintu dibuka menyadarkan White dari lamunan. Pria itu segera menyeka air matanya.
"Hai Sayang."
White tersenyum mendengar suara lembut itu, siapa lagi kalau bukan mamanya. Mama Nuri datang dengan sekantong besar makanan. Tubuh White makin kurus sekarang, sampai tulang selangkanya terlihat sangat menonjol.
"Mama bawakan cheese cake kesukaanmu. Ada juga kiwi, kamu su_" Mama Nuri tak melanjutkan kalimatnya melihat wajah sembab sang putra. "Kamu habis menangis?"
White tersenyum getir. "Memalukan sekalikan Mah. Pria dewasa menangis," White memaksakan tersenyum. Dulu, dia benci sekali jika melihat pria menangis, menurutnya, itu sangat menjijikkan. Tapi saat ini, justru dia yang seperti itu. Kondisi kejiwaannya sedang tak baik-baik sekarang.
Mama mana yang bisa tegar melihat kondisi putranya seperti itu. Seketika, air mata Mama Nuri meleleh, tapi buru-buru dia seka.
Mama Nuri mendekati White, berdiri disisi brankar lalu mendekap putranya tersebut. White melingakarkan kedua lengannya dipinggang Mama Nuri. Menumpahkan air matanya diperut sang mama.
"Menangis bukan hal yang memalukan," Mama Nuri mengusap kepala White. "Dan tidak ada aturan laki-laki dewasa tak boleh menangis. Yang tidak boleh itu terlalu larut dalam kesedihan. Pasti ada hikmah dibalik semua ini."
"Kenapa dia setega itu Mah. Kenapa dia meninggalkanku disaat aku sedang terpuruk?"
"Itu karena dia tak tulus mencintaimu. Mama yakin, ada seseoang yang lebih tepat untukmu, daripada dia yang hanya berpura-pura tulus. Lupakan dia Sayang, ada ribuan bahkan jutaan wanita didunia ini yang mau padamu."
White tiba-tiba tergelak, dia lalu melepaskan belitan tangannya dipinggang sang mama.
"Mama potongkan cheese cake untukmu." Mama Nuri tak mau terlarut dalam kesedihan, dia membuka kantong keresek yang dia bawa lalu mengeluarkan kotak berisi cheese cake. "Mama beli di toko kue langganan kita. Kamu dapat salam dari Erina."
White menghela nafas. "Gadis itu, tak bosan bosan dia mengirim salam padaku."
"Jangan sampai bosan, nanti mama gak dapat potongan harga kalau dia bosan."
"Astaga, jadi mama memanfaatkanku untuk mendapatkan diskon," White geleng-geleng.
"Itung-itung rejeki karena punya anak ganteng," sahuta Mama Nuri sambil tertawa renyah. Dia mengambil sepotong cheese cake lalu menyuapkan pada White.
"Berikan padaku Mah, biar aku makan sendiri." White membuka telapak tangannya.
"No, sayang. Mama sedang ingin menyuapimu. Takutnya setelah ini mama gak bisa lagi nyuapin kamu."
White tersenyum, mamanya memang selalu memperlakukan dia seperti anak kecil, mungkin karena dia anak tunggal. Kadang hal tesebut membuatnya jengah, tapi tak jarang, dia juga senang.
"Mama bisa terus menyuapiku sampai Mama bosan."
Mama Nuri terdiam, bingung memikirkan bagaimana cara bicara pada White agar dia mau menikah dengan Airi. White tipe keras kepala, seperti ayahnya, dan pasti tidak mudah untuk membujuknya agar mau menikah.
"Mah, mulutku sudah kosong."
"Astaga, Mama sampai lupa kalau sedang menyuapimu." Mama Nuri kembali menyuapkan potongan cake ke mulut White.
"Apa Mama sedang memikirkan sesuatu?" Tak mungkin mamanya melamun jika tak ada yang dipikirkan.
"White, apa kamu mau menikah?"
White mengerutkan kening. Bukankah mamanya juga sudah tahu jika Raya membatalkan pernikahan, lalu apa maksud pertanyaan tadi?
"Mama ingin melihatmu menikah."
"Mah," White menghela nafas berat. "Pernikahanku sudah dibatalkan, Mah."
"Bukan dengan Raya."
"Apa maksud, Mama?" White mendadak bingung.
"Airi, dia wanita yang baik, cantik, dan terlihat sangat tulus, menikahlah dengannya."
White membuang nafas kasar. Ada apa dengan mamanya, kenapa mendadak aneh seperti ini. Dan siapa Airi, dia tak pernah mendengar nama tersebut. Lagipula, mana ada wanita yang mau menikah dengan pria buta sepertinya.
"Mama tak ingin kamu terus memikirkan Raya. Menikahlah dengan Airi, dia bisa menjagamu sekaligus membantumu melupakan Raya."
"Apa Mama sedang becanda. Mana ada wanita yang mau menikah dengan pria buta sepertiku. Dan siapa tadi, Ai, Airi, siapa dia?"
"Dia wanita yang baik dan cantik. Dan sepertinya, dia wanita yang tulus."
"Mah, jangan mudah tertipu dengan penampilan, kadang yang luarnya terlihat polos, dalamnya malah pelangi."
"Feeling Mama, dia tak seperti itu."
"Jaman sekarang gak bisa mengandalkan feeling, Mah. Hidup itu realistis. Dan wanita, mana mau punya suami buta sepertiku."
"Dia mau."
Deg
White seketika terdiam. Wanita seperti apakah Airi itu, kenapa mau menikah dengannya yang buta dan belum kenal.
"Dia kakak perempuan dari pemuda yang menyebabkan kecelakaanmu."
White lebih terkejut lagi sekarang. Memorinya langsung kembali kebeberapa hari yang lalu. Seorang gadis, meski tak bisa melihat, dia tahu gadis itu menangis sambil memohon padanya. Memohon agar adiknya tak dipenjara, dan berkata rela menyerahkan matanya andai saja itu bisa.
"Aku tidak mau, Mah," tolak White. Dia benci pemuda itu, dan yang pasti, dia tak mau punya hubunga dengan keluarga itu.
"Tolong kali ini jangan menolak White. Dia gadis yang baik, cantik dan pintar. Dia memiliki latar belakang pendidikan dan pekerjaan yang bagus. Dia akan menjadi istri yang sempurna untukmu. Menjadi mata untukmu saat kau tak bisa melihat. Dia akan mengurusmu dengan baik, bahkan jika kau ingin bekerja, mama rasa dia bisa membantumu. Kalian akan menjadi pasangan yang saling menyempurnakan."
White tersenyum miring mendengarnya. "Mama baru kenal dia, jangan terlalu gegabah mengambil keputusan."
Mama Nuri menggeleng meski White tak bisa melihat bahasa tubuhnya. "Mama sudah menyelidiki latar belakangnya. Dan mama yakin, dia wanita yang paling tepat untukmu."
"Kalau Mama tak mau mengurusku, aku akan mengurus diriku sendiri. Jadi jangan paksa aku menikah."
"Masyaallah, Nak," Dada Mama Nuri sesak mendengar White berkata demikian. "Sumpah demi apapun, Mama tak pernah keberatan untuk mengurusmu, bahkan seumur hidup mama."
White merasa bersalah karena telah menyebabkan mamanya menangis. Meski tak bisa melihat, dia bisa mendengar dari suaranya yang bergetar.
White mengulurkan tangannya, meraba hingga mendapatkan lengan sang mama lalu mencium punggung tangannya. "Maafkan White, Ma. Bukan maksud White meragukan kasih sayang Mama."
Mama Nuri memeluk White sambil mengusap kepalanya. "Sampai kapanpun, Mama tak keberatan merawatmu. Tapi Mama tak bisa melakukannya 24 jam. Mama juga harus melayani kebutuhan papa. Dan mungkin dalam beberapa hal yang sangat intim, kamu akan merasa tak nyaman jika Mama yang melakukannya. Mama ingin ada yang menjagamu 24 jam, menjadi mata untukmu dan selalu ada disisimu."
White tak tega membuta mamanya kembali menangis. Meskipun berat, akhirnya dia mengangguk sambil berkata "Ya, aku mau menikah dengannya."
/Whimper//Whimper/
ai semoga selalu di beru kuatan
semangat ai