Ibrahim, ketua geng motor, jatuh cinta pada pandangan pertama pada Ayleen, barista cantik yang telah menolongnya.
Tak peduli meski gadis itu menjauh, dia terus mendekatinya tanpa kenal menyerah, bahkan langsung berani mengajaknya menikah.
"Kenapa kamu ingin nikah muda?" tanya Ayleen.
"Karena aku ingin punya keluarga. Ingin ada yang menanyakan kabarku dan menungguku pulang setiap hari." Jawaban Ibra membuat hati Ayleen terenyuh. Semenyedihkan itukah hidup pemuda itu. Sampai dia merasa benar-benar sendiri didunia ini.
Hubungan mereka ditentang oleh keluarga Ayleen karena Ibra dianggap berandalan tanpa masa depan.
Akankah Ibra terus berjuang mendapatkan restu keluarga Ayleen, ataukah dia akan menyerah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 12
Setelah motornya selesai diperbaiki, Ibra mengantar Ayleen pulang. Dia yang terbiasa mengendarai motor sport, merasa agak canggung saat awal naik motor matic milik Ayleen. Tapi lama-lama, enak juga. Entah karena motornya yang habis diservis Fikri, atau karena bonceng cewek cakep, yang pasti, enak aja.
"Mau mampir makan dulu gak?" Ibra menoleh sebentar kearah Ayleen yang duduk dibelakangnya.
"Gak usah." Sahut Ayleen sambil sedikit berteriak, takut Ibra tak dengar karena suara bising kendaraan.
"Ini udah sore, yakin gak lapar?" Langit sudah terlihat berwarna orange. Dan udara yang tadinya begitu panas, sudah mulai terasa sedikit sejuk. "Katanya hari ini gak ke kafe, makan dulu yuk. Suka ayam geprek gak? Temenku ada yang buka kedai kecil-kecilan. Tapi rasanya enak dan tempatnya instagramable banget. Mau mampir?"
Sebenarnya Ayleen sudah lapar. Siang tadi gak makan dikantin gara-gara kemarin saat baru masuk kantin, ada yang nyodorin soto yang katanya dari Ibra. Dan itu membuatnya kurang nyaman. Sampai akhirnya, dia gak mau masuk kantin agar tidak jadi pusat perhatian kayak kemarin.
"Mau ya?" Ibra kembali bertanya sambil menoleh.
"Ya udah."
Senyum Ibra langsung mengembang. Melajukan motor dengan kecepatan sedang menuju ayam geprek lintang, kedai kecil milik teman SMA-nya dulu.
Seperti yang tadi dikatakan Ibra, kedai itu tidak besar. Luasnya masih kalah jika dibanding Mezra kafe. Tapi pengunjungnya lumayan banyak. Rata-rata anak muda, bahkan diantaranya, ada yang masih memakai seragam sekolah.
"Bisa jalan gak? Apa mau aku gendong?" Seloroh Ibra.
"Emang aku lumpuh," sahut Ayleen sambil nyengir. Perpaduan cantik dan manis. Lesung pipi dan bibirnya yang mungil bikin Ibra gemas. Kalau aja gak ingat cewek didepannya ini begitu spesial dan harus benar-benar dia jaga, pasti udah dia cium. "Kenapa ngeliatin aku gitu?" Ayleen mengernyit mendapati tatapan aneh Ibra.
Ibra langsung nyengir sambil garuk-garuk kepala. "Udah ah, ayo masuk. Bisa bisa aku gak kuat nanti."
"Gak kuat apa? Aku kan gak minta digendong?"
Astaga, kepolosannya malah bikin makin gemas.
Ibra menarik nafas dalam lalu membuangnya perlahan. Menetralisir detak jantung dan gejolak didalam dada. "Ayo masuk," ajaknya lagi. Bisa-bisa dia gila karena gadis didepannya itu. Pesonanya bikin Ibra gak kuat.
"Gak jelas deh," gumam Ayleen.
"Anggap aja gitu," sahut Ibra random.
Karena kaki Ayleen sakit, mereka jalan pelan-pelan menuju pintu masuk. Dan suara nyaring langsung menyambut kedatangan mereka.
"Woi Ibrahim!" Seorang pria dengan tawa lebar menghampiri mereka lalu. Mengarahkan tinjunya kearah Ibra dan langsung disambut dengan hal yang sama oleh pria itu. Mungkin salam ala cowok seperti itu, batin Ayleen. "Lama nggak kesini. Siapa nih, cewek lo?" Dia menatap Ayleen sambil tersenyum.
"Harapan gue sih gitu," sahut Ibra sambil tertawa renyah. "Kenalin, Ayleen."
"Junaedi. Panggil aja Junet." Pria itu mengulurkan tangan kearah Ayleen, dan langsung disambut oleh Ayleen sambil menyebutkan nama.
"Mana bini lo?" tanya Ibra sambil celingukan.
"Dirumah, teler."
"Teler?" Ibra mengenyit bingung.
"Hamil muda Bro." Ibra seketika melongo sambil mengangkat dua jari. "Iya, udah mau dua," ujar Juned sambil tertawa ngakak. "Nikah muda enak, buruan nyusul."
"Maunya sih," sahut Ibra sambil melirik Ayleen. Dan yang dilirik langsung tersedak ludahnya sendiri, salting.
Setelah mengobrol sebentar dan memesan 2 paket ayam geprek, Ibra mengajak Ayleen naik ke rooftop. Takut kalau kelamaan ngobrol, malah gak dapet pemandangan senja yang indah. Dan benar saja, saat sampai di rooftop, mereka langsung disambut dengan pemandangan yang sangat indah. Mungkin karena saat ini, senja sedang indah-indanya, warna jingganya begitu memanjakan mata. Ayleen tak henti-hentinya berdecak kagum.
"Enakkan tempatnya?"
"Iya."
Keduanya mencari meja kosong lalu duduk disana. Diarea rootop tak ada kursi, hanya tikar dan meja, alias lesehan.
"Itu tadi beneran teman SMA, Kakak?" tanya Ayleen.
"Iya, kenapa?"
"Kayak lebih tua dari kakak usianya." Ibra tergelak mendengar kejujuran Ayleen.
"Mungkin karena dia sudah menikah dan punya anak. Jadi auranya udah kayak bapak-bapak."
Obrolan mereka terhenti saat seorang pelayan datang mengantarkan 2 gelas es jeruk. Dan untuk makanannya, sepertinya masih harus menunggu.
"Kamu ada kepikiran nikah muda gak?"
Huk huk huk
Ayleen yang baru menyedot es jeruk langsung keselek.
"Padahal baru ditanya tentang nikah muda, bukan dilamar, tapi udah keselek," cibir Ibra sambil tergelak.
"Aku masih pengen lanjut kuliah. Jadi barista hebat. Pengen meniti karier hingga nanti punya brand kopi sendiri. Dan masih banyak lagi yang pengen aku lakukan."
"Kuliah, jadi barista. Bukankah semua itu bisa dilakukan meski sudah menikah?"
"Menikah masih jauh dari bayanganku."
"Kenapa aku kecewa mendengarnya." Ibra menghembuskan nafas berat sambil menatap nanar langit senja yang begitu indah.
"Hahaha, apaan sih Kak Ibra. Ngapain juga coba pakai kecewa. Kalau Kakak mau nikah muda, ya nikah aja."
"Gimana mau nikah, calonnya aja gak mau."
Paham jika yang dimaksud dirinya. Ayleen langsung pura-pura melihat kearah lain. Gak mau sampai baper, karena secara tidak langsung, Ibra mengajaknya nikah.
Untung saja, kecanggungan itu tak berlangsung lama karena pelayan datang mengantarkan pesanan mereka.
Selama makan, Ibra tak bosan-bosannya menatap Ayleen. Semakin ditatap, semakin terlihat cantik. Dan itu sungguh membuatnya gila.
"Jangan ngeliatin aku kayak gitu dong," Ayleen merasa kurang nyaman.
"Kamu pernah pacaran Ay?"
Ayleen menggelengkan kepala.
"Kita nikah aja yuk."
Ayleen menghembuskan nafas berat sambil menatap kedua manik mata Ibra. Meski nada bicara Ibra kerkesan hanya datar saja, tapi sorot matanya memancarkan keseriusan.
"Kenapa sih, Kakak pengen banget nikah muda?"
"Karena aku pengen punya keluarga. Pengen ada yang nanyain kabarku setiap hari dan nungguin aku pulang."