Lusiana harus mengorbankan dirinya sendiri, gadis 19 tahun itu harus menjadi penebus hutang bagi kakaknya yang terlilit investasi bodong. Virgo Domanik, seorang CEO yang terobsesi dengan wajah Lusiana yang mirip dengan almarhum istrinya.
Obsesi yang berlebihan, membuat Virgo menciptakan neraka bagi gadis bernama Lusiana. Apa itu benar-benar cinta atau hanya sekedar obsesi gila sang CEO?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sept, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berdua
Setelah mengeluarkan amplop berisi uang, Virgo kemudian pergi dari sana. Tanpa melihat anak kecil yang masih diragukan anak siapa itu. Selama hasil DNA belum keluar, Virgo menganggap anak itu adalah orang asing. Dia tak mau gegabah dengan langsung percaya begitu saja tanpa adanya bukti yang konkrit
Di dalam mobil, Virgo diam sejenak. Ia melihat rumah sederhana itu sebentar, kemudian langsung menyalakan mesin mobilnya. Lelaki itu pergi begitu saja setelah mengantar Lusi pulang dan memberinya uang.
Sementara di dalam rumah, bu Hadi langsung duduk menghampiri Lusi yang bengong seperti banyak pikiran.
"Lus, apa itu benar ayahnya Tirta? Kenapa harus tes DNA segala?" tanya Bu Hadi yang penasaran.
"Dia orang kaya, Bu. Terserah dia. Dia mungkin bingung mau membuang uangnya untuk apa," jawab Lusi dengan pandangan kosong.
"Terus kalau hasilnya negatif bagaimana?" Bu Hadi cemas.
"Pasti tidak, ini memang anaknya Bu. Demi Tuhan. Saya tidak pernah melakukan hal tersebut dengan pria lain."
Bu Hadi mengangguk percaya, lain dengan Virgo yang pakai acara pembuktian dengan tes DNA segala. Karena sudah malam, mereka pun ke kamar masing-masing untuk istirahat. Biarlah besok disambung lagi, apalagi besok Lusi juga harus bekerja. Lusi sampai lupa akan rasa laparnya. Seketika kenyang saat diterpa masalah.
....
Pagi-pagi Bu Hadi sudah memasak. Matahari belum terbit, tapi makanan sudah terhidang di meja. Karena biasanya pak Hadi pulang dan langsung minta makan karena lapar.
Lusi juga sudah mandi, sebelum bekerja dia akan mencuci semua pakaian satu keluarga. Ia pun yang menjemur nya. Padahal dilarang oleh Bu Hadi. Namanya menumpang, Lusi tahu diri. Setidaknya dia akan membantu mengurangi pekerjaan rumah di sana.
Pukul 6 Lusi selesai menjemur serta memandikan Tirta. Saat disuruh sarapan, dia menolak. Bekalnya akan dibawa saja ke tempat kerja.
"Tapi langsung dimakan ya, Lus. Jangan bekerja dengan perut yang kosong."
"Ya, Bu."
Lusi mengulas senyum, keluarga pak Hadi benar-benar baik padanya. Dia seperti punya keluarga yang utuh, mungkin ini takdir Tuhan. Mempertemukan dia dengan orang-orang baik.
"Lusi berangkat dulu, Bu."
"Tidak nunggu bapak?"
"Gak usah, Lusi naik angkot saja."
"Ya sudah, hati-hati."
"Titip Tirta ya, Bu."
Bu Hadi mengangguk, Lusi kemudian jalan kaki untuk keluar dari jalan kecil menuju jalan raya. Ada sepuluh menit lebih. Dia jalan cepat agar tidak telat. Sampai di depan gang besar, ada mobil angkot yang berhenti menunggu penumpang, karena memang dekat dengan halte bus.
Lusi langsung naik, kemudian menyandarkan punggungnya ke kursi. Kebetulan angkot sepi, dia pun bisa memilih tempat duduk yang nyaman tanpa desak-desakan.
Satu jam berlalu, Lusi jalan cepat dan buru-buru. Wanita itu melepaskan jaket, hingga terlihat seragam yang biasanya dia pakai saat bekerja, seragam biru-biru seperti cleaning service yang lain.
Terlalu lama di jalan karena tadi macet, Lusi tak punya kesempatan untuk makan. Dia langsung bekerja membersihkan beberapa ruang dah toilet. Sampai pukul 9 dia istirahat sebentar karena jantungnya berdegup kencang. Bukan karena jatuh cinta, ini karena Lusi belum sarapan. Semalam pun dia tak makan. Bisa dibayangkan tubuh sekecil itu harus kelaparan dan langsung bekerja yang menguras fisik.
"Lus! Lusi!" panggil pegawai lama.
Lusi menoleh.
"Ya, Mas."
"Tolong bisa gantikan saya? Kamu juga sudah selesai kan untuk lantai ini? Saya harus pergi. Sudah ijin barusan. Hanya dua jam, mau ambil rapot anak. Istri saya lagi hamil tua."
"Ya, Mas." Lusi mengangguk. Padahal ingin makan sebentar. Akhirnya, Lusi pun mengerjakan pekerjaan temannya itu.
Di toilet karyawan paling atas, Lusi bersandar pada tembok. Capek juga ternyata. Ia pun istirahat sebentar, sambil nunggu jam istirahat.
"Lusi!" pekik Roy.
Lelaki itu kebetulan lewat.
Lusi langsung berdiri tegap.
"Tumben kamu bersih-bersih bagian sini. Biasanya mas satunya."
"Ya, Pak." Lusi hanya mengangguk tak memberikan alasan.
"Eh, pucat sekali bibir kamu. Meskipun kerjamu cuma bersih-bersih, setidaknya kau beli pewarna bibir. Macam kena tipes kau ini!" ledek Roy. Entah kenapa, Roy jadi suka menganggu Lusi. Apalagi tahu Lusi ada main sama pak Virgo. Roy pun gencar menganggu wanita tersebut. Jiwa jahilnya muncul, karena masih shock juga. Seorang bos besar seperti Virgo, malah kepincut cleaning service macam Lusi, beda kelas dan beda kasta.
Lusi membuang napas, dia yang tadinya sopan pada Roy, langsung membuang muka tak mau memandang laki-laki berparas tampan tersebut.
"Ya sudah! Kerja yang benar! Biar naik gajimu!" ucap Roy sambil menepuk pundak Lusi tiga kali.
Lusi Langsung menepis tangan Roy yang tak sopan itu, tapi Roy hanya tersenyum.
"Lusi ... Lusi ..." gumam Roy.
Lusi hanya melirik tak senang. Aksi jahil Roy terhenti tatkala ponselnya berdering. Ia pun menjawab panggilan masuk tersebut.
"Ya! Oke." Roy menatap Lusi. "Sebentar lagi akan diambil cleaning service."
Roy mematikan ponselnya. "Lusi, tolong ambilkan pesanan makanan di lobby, dan ini ... tips untukmu. Aku sedang sibuk sekarang!"
Roy mengambil uang 2 lembar warna merah dari dompet, kemudian menarik tangan Lusi, lalu meletakkan uang itu ke telapak tangan Lusi.
"Antar ke ruangan pak Virgo. Kau tahu kan? Aku pergi dulu, sebenarnya aku buru-buru!" ucap Roy langsung bergegas. Tidak peduli reaksi Lusi yang protes.
"Pak!! Pak Roy!!! Ish."
Lusi menatap uang dua ratus di tangannya, lumayan untuk beli popok Tirta. Tapi sebenarnya dia juga punya uang, diberi Virgo semalam. Hanya saja tak dihitung Lusi. Jangankan dihitung, memakainya saja Lusi engan. Dia tak ada niat jual diri, dia hanya ingin Tirta bisa hidup enak kalau ikut papanya, bukan menderita di garis kemiskinan kalau ikut dengannya
***
Tok tok tok
Virgo duduk serius di depan laptop yang terus menyala. Matanya sibuk menganalisis grafik saham yang naik turun tak pasti.
KLEK
Pintu sedikit terbuka, Lusi berdiri sejenak, enggan untuk masuk.
"Siapa?" tanya Virgo saat tak ada yang masuk tapi pintunya dibuka.
Lusi menelan ludah, kemudian melangkah dan bersambung.
terimakasih juga kak sept 😇