Suami Penyembuh Luka

“Mas Donny kenapa datang ke kantor?”, tanya Mia. “Jemput kamu”, jawab Donny dengan santainya. Gadis itu membulatkan matanya tidak percaya, sedangkan laki-laki di sampingnya itu terkekeh melihat ekspresi terkejut Mia. gadis itu lalu teringat kalau sejak tadi dia mengkhawatikan laki-laki ini.

“Mas Donny gimana, udah baikan. Kenapa nggak istirahat di rumah aja”. Donny terdiam, ada rasa hangat mengalir di hatinya mendengar gadis di depannya ini bertanya tentang keadaannya. Dan wajahnya memang terlihat khwatir bahkan melupakan kekesalannya tadi.

Alfandy melirik dari kaca spion, dia juga bisa melihat wajah khawatir Nyoya mudanya itu. ‘akhirnya Nyonya muda memiliki sedikit kepedulian pada Tuan’. bisiknya dalam hati. Alfandy lalu kembali fokus pada jalan yang ada di depannya.

“Saya baik-baik aja”. Jawabnya.

“Beneran”. Donny mengangguk, “Apa sekarang saya terlihat seperti orang sakit?”. Mia menelisik dengan seksama, suaminya itu memang terlihat lebih baik dari tadi pagi saat Mia meninggalkannya.

Mereka sudah sampai di rumah, Donny bermaksud membukakan pintu untuknya, tapi Mia sudah lebih dulu membuka pintu mobil lalu turun dan masuk ke dalam rumah. Sesaat kemudian dia keluar lagi dan menggandeng tangan suaminya lalu mereka masuk bersama. Donny geleng-geleng kepala melihat tingkahnya.

Bu Mira yang menyambut kedatangan mereka tersenyum penuh makna melihat kedekatan Tuan dan Nyoma mudanya. Sejujurnya, semua orang-orang  terdekat  Donny tidak menginginkan Natasya menjadi pendamping Donny. Gadis itu tidak memiliki naluri sebagai seorang istri karena lebih menyukai kebebasan. Hanya Laura yang menginginkannya menjadi menantu, tapi Laura tidak tahu kalau menantu idamannya itu sudah berkali-kali menolak menikah dengan putranya dan lebih memilih kariernya.

Donny dan Mia turun untuk makan malam setelah Bu Mira memanggil mereka. Seperti biasa Mia selalu antusias dengan makanan dan itu membuat Donny merasa senang.

“Mas Donny nggak makan”. Gadis itu melihat suaminya hanya menatapnya, bahkan piringnya juga masih kosong. Gadis itu lalu mengisi piring Donny dengan makanan. Nasi, daging dan sayuran.

“Makan, Mas”. ucapnya setelah mengisi piring Donny, tidak lupa gadis itu tersenyum manis padanya. Donny terperanjak, tiba-tiba getaran halus menelusup hatinya. Seandainya saja mereka benar-benar menikah karena cinta, Mia pasti akan sering melakukan hal seperti tadi atau mungkin setiap hari. Dan kenapa dia merasa senang.

“Mas…” seru Mia melihat Donny masih belum juga menyentuh makanannya. “Mau di suapin?”. Kelopak mata Donny membulat dan gadis itu terkekeh melihat ekspresi terkejut suaminya. Donny lalu tersenyum kemudian mulai memakan makanannya.

“Makan yang banyak, supaya nggak sakit”. Mia menambahkan lauk di piring Donny. Laki-laki itu makan dengan perasaan hangat yang mengalir di hatinya.

Mia kini tertidur lelap di sampingnya, Donny memandangi gadis itu. dia lalu teringat dengan ucapan Dokter Rafael tadi pagi. Perasaannya pada Mia?.

Benarkah perasaan itu hanya sebatas perasaan sayang seorang kakak pada adiknya. Dia sangat khawatir saat mendengar Mia kecelakaan, dan melihat gadis itu dengan darah di tubuhnya seperti dia ingin menghancurkan apa saja yang ada di sekitarnya karena marah.

Dan Alam, laki-laki yang mengatakan sangat menyayangi Mia. Donny sangat tidak menyukainya, jika bukan karena rengekan Mia, dia mungkin akan menghancurkan laki-laki itu beserta istrinya. Untuk apa dia ingin melakukan itu, kenapa dia ingin melakukannya.

 Lalu perasaan Mia padanya?. Benar, bagaimana perasaan gadis itu padanya?.

Beberapa kali Mia menggandeng tangannya di depan para pelayan tanpa risih atau canggung, dan juga beberapa hari ini gadis itu juga sudah tidak menolak lagi dengan perhatiannya. Dia mulai membuka diri sedikit demi sedikit.

Lalu apakah itu pertanda bahwa perasaannya pada Donny juga sama sepertinya, hanya menganggap mereka bersaudara yang terikat dalam tali pernikahan dan di tekankan dengan sebuah surat perjanjian.

Mia bangun lebih awal saat matahari belum menampakkan sinarnya, dia melihat laki-laki yang sedang tertidur menyamping menghadap ke arahnya. Alis tebalnya yang hitam sangat kontras dengan wajah putihnya yang bersih. Mia memperhatikan bagian-bagian wajah itu satu persatu, Mia akan setuju dengan pendapat Cilla kemarin kalau wajah laki-laki yang dia nikahi itu mungkin terbuat dari pahatan-pahatan maha karya yang sempurna.

Lalu kenapa wanita itu menolak menikah dengan laki-laki yang hampir sempurna dari segala sisi. Wajahnya yang tampan, kekayaan yang berlimpah dan satu lagi yang terpenting bahwa dia memiliki hati yang lembut.

Manik coklatnya menatap kelopak yang tertutup itu semakin intens. Ada gelenyar aneh yang menjalar di sekujur tubuhnya, sebuah rasa yang beberapa hari ini tak dia pedulikan, rasa yang selalu coba dia abaikan. Seperti sebuah rasa yang pernah ada di hatinya bertahun-tahun lalu.

Kelopak mata yang tertutup tadi perlahan-lahan terbuka. Sebuah senyum manis dari gadis yang sedang berbaring miring dengan kepala bertumpu pada telapak tangan manatapnya mengawali paginya.

“Selamat pagi”, sapa gadis itu. laki-laki itu membalas dengan senyum yang hangat. Gadis itu terpaku memandangi wajah yang sedang tersenyum padanya. Dia terpesona.

“Aku mau mandi”. Gadis itu buru-buru bangun dari tempat tidur, berlama-lama menatap wajah itu akan tidak baik untuk hatinya.

“Mas, jangan bikin hal koyol kayak kemarin yah”. Ocehnya saat sarapan. Donny mengernyit tidak mengerti.

“Jangan datang ke kantor aku lagi”, serunya.

Donny menarik nafas. “beberapa bulan yang lalu perusahaan itu mengalami pailit, dan di ambang kebangkrutan. Benarkan?”

“Mas tahu dari mana?”

“Perusahaan yang kacau di tinggalkan para pemilik jabatan penting lalu hanya beberapa hari semua berjalan normal seperti semula”. Mia masih tidak mengerti bagaimana Donny bisa mengetahui tentang masalah yang ada di dalam perusahaan tempatnya bekerja dan kenapa dia menceritakan itu padanya, tentu saja dia tahu masalah yang mengegerkan seluruh karyawan beberapa bulan lalu.

“Saya mengambil alih perusahaan itu, Mia. lalu menempatkan orang-orang saya pada posisi yang di tinggalkan pemiliknya”. Gadis itu terdiam dengan bibir yang terbuka dan mata yang membulat sempurna.

Donny akhirnya memberitahu Mia bahwa perusahaan tempatnya bekerja adalah miliknya, dia tidak ingin Mia mengetahuinya dari orang lain dan salah faham padanya. Dan juga perusahaan itu dia akusisi sebelum mereka di pertemukan sebagai calon suami istri.

“Jadi jangan larang saya untuk datang ke perusahaan saya”.

“Berarti, Mas Donny bos aku dong”. Donny meletakkan pisau dan garpu di atas piring, membersihkan mulutnya dengan serbet sebelum kemudian kembali berbicara.

“Peusahaan itu milik kamu juga Mia, bukankah kita sudah sepakat bahwa apa yang saya miliki itu juga menjadi milik kamu”.

“Tapi…” gadis itu menunduk.

“Saya pergi dulu, ada rapat pagi ini yang harus saya hadiri”. Mia memandangi punggung Donny sampai tak terlihat lagi olehnya.

‘kenapa kamu baik banget sama aku, aku takut menerima semua kebaikan kamu mas. aku takut menjadi terbiasa, dan aku takut… aku takut salah faham dan hatiku menjadi goyah. Aku takut merasakan kehilangan yang sama. Aku takut’.