Penjara Hati Ceo

Penjara Hati Ceo

Dijual Pada Pria Hidung Belang

"10 juta! Satu jam!" ucap seorang pria berjaket kulit. Sejak tadi dia kelihatan gelisah menatap sekitar. Mungkin takut aksinya terekam kamera cctv atau takut ada yang mengetahui transaksi mereka berdua. Sebab ini bukan jual beli barang biasa. Jual beli jasa yang lumayan berbahaya.

Di depannya, terlihat laki-laki posturnya lebih besar. Tatapannya menyelidik pada barang yang ditawarkan kepadanya.

"Itu terlalu mahal, barangnya pun tak begitu bagus!" ucap lelaki tersebut. Ia masih melirik sosok gadis yang berdiri di belakang lawan bicaranya itu. Gadis muda, kelihatan tertekan dan menangis. Matanya merah, bengkak.

"Aku jamin kau tidak akan menyesal. Ini barang bagus, aku bisa jamin atau uang mu akan kembali." Laki-laki itu masih saja menawarkan.

"Lihat saja! Kau tak bisa menilainya? Aku bisa pesan online seperti ini hanya 500 ribu!"

Keduanya saling perang argumen, yang satu ingin harga tinggi karena sedang butuh uang, yang satu ingin barang bagus tapi dengan harga murah.

"Barang nya benar-benar bagus." Lelaki berjaket itu kemudian berbisik di telinga si hidung belang. Bagaimanapun juga, dia harus menjualnya dan dapat uang. Beberapa dept collector sudah mengejar-ngejar dirinya akhir-akhir ini. Pokoknya dia harus pulang membawa uang.

"Bagus apanya, tidak ada yang istimewa."

"Masih perawan!" Lelaki itu kembali berbisik.

Seketika pria hidung belang hidungnya langsung kembang kempis. Makanan empuk, jaman sekarang memang susah cari yang original. Kesempatan emas, dia pun mulai tertarik. Terlihat dari raut wajahnya dan seringainya yang jahat.

"Kau tidak menipuku?" Dia mencoba memastikan, takut zonk. Apalagi kalau sudah bayar-bayar mahal.

"Aku jamin uang kembali. Coba saja! Aku antar sampai kamar, akan aku tunggu di sini. Jika aku berbohong, cari saja aku!"

Keduanya akhirnya sepakat. 10 juta untuk satu jam saja. Gadis itu pun dibawa paksa oleh pria tersebut. Ketika tiba di depan kamar, di mana di sana hampir kamarnya terisi penuh oleh pasangan-pasangan yang tidak semestinya. Kini, gadis itu pun akan masuk ke dalam salah satu tempat terburuk dalam sejarah hidupnya.

"Edo!! Jangan lakukan ini! Tolong ... Jangan lakukan ini!" Lusiana mengemis pada pria berjaket itu. Dia memegangi tangan Edo, minta diselamatkan.

"Diam!" desis Edo marah. Ia menepis tangan Lusi. Mendorongnya agak kasar, sampai gadis itu mundur.

"Jangan lakukan ini, tolong lepaskan aku." Lusi masih mengiba, tidak apa-apa selama ini diperlakukan sangat buruk, tapi jangan sampai menjualnya. Sungguh Lusi sangat takut. Setelah ayahnya wafat, hidupnya memang seperti di neraka saat ikut tinggal bersama ibu serta kakak tirinya itu.

"Edoo. Aku mohon!" Lusi lari ke arah Edo lagi.

Tiba-tiba tangan Edo langsung menekan leher Lusiana. Sampai perempuan itu hampir kehilangan oksigen dan meninggal. Wajah Lusiana pucat, hampir saja dia mati karena tak bisa bernapas.

"Ssstt! Jangan kasar dengan wanita!" gumam pria hidung belang itu sambil melepaskan cengkraman Edo dari leher Lusiana. Belum apa-apa, kok wanita itu tewas. Dia belum mencobanya dan lagi dia sudah terlanjur penasaran dan membayangkan permainan apa yang akan dilakukan di dalam kamar dengan gadis yang katanya masih suci tersebut.

"Aku hanya ingin menunjukkan padanya! Agar dia tak melawan!" kata Edo kemudian melepaskan Lusi. Ia melemaskan otot-otot lehernya, lalu mendelik pada Lusi yang ketakutan.

"Sudahlah. Ini 5 juta. Sisanya 5 juta lagi setelah aku selesai dengannya. Sekarang kau keluar. Biarkan gadis ini melayaniku!" pria hidung belang itu langsung mengusir Edo. Sekarang dia yang akan berurusan dengan gadis kecil ini.

Lusiana tambah panik, dia mencengkram bagian jaket Edo. Akan tetapi, langsung ditepis lebih kasar lagi oleh Edo.

"Edo! Jangan tinggalkan aku. Edo ... Aku mohon Edo!!!"

Tak peduli seberapa keras Lusiana mengemis untuk minta tolong, Edo tak peduli. Lelaki itu malah sibuk menghitung uang lembaran merah yang katanya senilai 5 juta rupiah tersebut. Bibirnya mengulas senyum hajat. Malam ini Lusi sudah laku, besok dia akan mencari pelanggan lagi, dan Edo akan bisa melunasi semua hutang-hutangnya.

10 juta satu orang, jika sehari dia bisa mencari lebih dari 3 orang, Edo akan cepat kaya. Sebulan bisa meraup ratusan juta. Pikiran laki-laki itu benar-benar sudah kacau. Demi uang dia menjual adik tirinya tersebut.

"Oke, ini pas lima juta. Satu jam lagi aku ke sini. Berikan 5 juta nya lagi." Edo menempelkan uang ke hidung, aroma uang membuatnya lupa segalanya.

"Ya, sana! Cepat pergi!"

Pria hidung belang mendorong Edo untuk menjauh, kemudian langsung berbalik dan menarik lengan Lusiana agar masuk ke dalam kamar bersamanya. Sekarang waktunya bereaksi.

"Om, tolong saya. Jangan Om. Saya bukan perempuan nakal." Lusi memeluk tubuhnya sendiri karena takut. Apalagi cara lelaki itu menatapnya.

Pria yang dipanggil om itu malah melempar senyum. Kemudian menyeringai melihat Lusiana dari dekat. Sembari mengusap pipi Lusiana yang basah karena tangis.

"Jangan menangis, Om tidak akan kasar denganmu. Ikuti apa kata, Om. Maka kita akan sama-sama enak!" janji sang buaya darat. Lelaki itu menelan ludah, jakunnya naik turun. Seolah tak sabar menyantap hidangan pesta di depannya sekarang.

Lusiana menggeleng keras, matanya tertuju pada pintu. Ingin rasanya dia lari ke sana dan kabur. Entah bagaimana caranya, dia harus kabur.

"Sekarang, lepaskan pakaianmu!" perintah om-om hidung belang sambil melihat tubuh Lusi dari atas sampai bawah.

Jelas Lusiana langsung memeluk tubuhnya lagi, ia menggeleng keras.

"Oh, apa mau aku lepaskan cantik?" bisik sang predator. Dia kemudian maju, siap untuk melakukannya.

Lusiana tambah takut, apalagi sorot mata sang aligator yang menatapnya bagai mangsa. Tatapan mesyum yang mengerikan.

"Om, saya tidak mau. Saya ... Saya bukan wanita penghibur." Lusi tetap menjelaskan kalau dia perempuan baik-baik. Namun, pria dewasa itu tidak percaya. Hanya agar Lusi tenang, dia pun sedikit lembut dalam merayu gadis tersebut.

"Ya ... Saya tahu. Om tahu. Sini ... Sini sayang."

Rasanya merinding satu badan, Lusiana menatap sekeliling untuk mencari sesuatu. Dia ingin kabur.

"Sini ... Ayo. Jangan lama-lama. Waktu kita hanya satu jam!" Laki-laki itu merayu Lusi agar tidak berlama-lama. Durasi mereka sangatlah terbatas, hanya satu jam tak lebih.

Lusiana mundur, tangannya menyentuh remot AC. Ia menoleh sebentar lalu mengambil remot itu, tanpa aba-aba, Lusiana langsung mencolok mata buaya aligator itu tepat sasaran dan lumayan keras.

"Gadis Brengkes!!!!!" pekik si pria sambil memegangi satu matanya yang terasa amat sakit.

Lusiana mencoba lari, dia sudah berhasil membuka pintu. Jantungnya berdegup kencang, mencoba mencari jalan keluar dan bersambung.

Terpopuler

Comments

Mariana Riana

Mariana Riana

aku mampir kak sep..keknya seru nihh...wihh balik lg kak sep k sini..
semangatt kak sept💪🥰🥰🥰

2024-10-01

9

aurel chantika

aurel chantika

sek,sek tak tinggal dulu mas bayunya,aku kabur kemari

2024-10-05

0

Risa Amanta

Risa Amanta

Udah lama kak Sept gk nongol..apa kabar

2024-10-02

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!