Janetta, gadis empat puluh tahun, berkarier sebagai auditor di lembaga pemerintahan. Bertahan tetap single hingga usia empat puluh karena ditinggalkan kekasihnya yang ditentang oleh orang tua Janetta. Pekerjaan yang membawanya mengelilingi Indonesia, sehingga tanpa diduga bertemu kembali dengan mantah kekasihnya yang sudah duda dua kali dan memiliki anak. Pertemuan yang kemudian berlanjut menghadirkan banyak peristiwa tidak menyenangkan bagi Janetta. Mungkinkah cintanya akan bersemi kembali atau rekan kerja yang telah lama menginginkan Janetta yang menjadi pemilik hati Janetta?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arneetha.Rya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 23
Malam ini kami makan berdua di pantry lantai dua dengan menu ayam penyet dari warung langgananku. Kami menikmati makan malam sambil berbincang ringan tentang pekerjaanku dan Antonio. Di saat aku selesai makan, ponselku berbunyi dan nama Reyvan terpampang di layarnya. Kuangkat panggilan dari Reyvan dan kulihat tatapan menyelidik dari mata Antonio.
“Halo, Rey,”sapaku.
“Halo, Jane. Aku ada di depan kostmu. Kamu bisa turun atau aku yang naik?”tanya Reyvan.
Hadeuh, anak satu ini memang super rempong saking perhatiannya. Dia jelas tidak bisa naik ke lantai dua, karena pintu kaca di lantai satu butuh access card untuk masuk dan hanya penghuni kost yang memilikinya. Satu-satunya pilihan ya aku turun menemuinya.
“Oke, aku turun. Tapi sebentar ya, aku baru saja selesai makan. Beberes dikit,”jawabku.
“Aku tunggu di di dalam mobil ya,”sahutnya sembari menutup telepon.
Kuletakkan ponselku dan mulai membenahi sisa makananku dan Antonio.
“Reyvan? Mau apa dia?”tanya Antonio.
“Mau ketemu katanya. Paling ngajak nongkrong di luar,”jawabku sembari mengangkat piring dan gelas kotor kami ke wastafel dan mulai mencucinya.
Antonio mengangkat sampah sisa makanan kami dan memasukkannya ke tong sampah lalu membersihkan meja dengan kain lap.
“Sebenarnya kalian ada hubungan apa? Kalian tidak berpacaran‘kan?”tanya Antonio sambil menyandarkan tubuhnya ke meja dapur dekat wastafel sementara aku sedang membilas piring dan gelas.
“Kami bersahabat sejak dulu. Dia sudah dua kali memintaku jadi istrinya, tapi..”
“Tapi kenapa kamu menolaknya?”tanya Antonio dengan serius.
“Entahlah. Dia sangat baik dan perhatian, dia lebih muda dariku tapi sangat memanjakan aku. Mungkin karena dia terlalu mirip denganku. Kami punya daftar hobi dan makanan kesukaan yang sama. Olahraga yang kami suka pun sama. Makanya saking miripnya, aku selalu bareng dia kemana-mana saat di Surabaya dulu.”
“Kamu nggak bisa menerima dia karena kamu masih cinta padaku, Neta. Dan aku jauh lebih menyayangimu dan fix aku lebih ganteng daripada dia,”Antonio mempromosikan dirinya sendiri yang membuatku tertawa geli.
“Narsis kamu, An. Jangan kepedean juga kali. Aku ke kamar dulu ganti baju dan mau bertemu Reyvan. Please, nggak usah bikin tampang jealous. Aku, kamu dan dia saat ini posisinya sama. Berteman. Makasih ya buat makan malamnya.”ucapku sambil berlalu meninggalkan Antonio.
“Baiklah, jangan pulang terlalu malam, ya. Aku menunggu kamu disini,”ucap Antonio dan kubalas dengan lambaian tangan tanpa menoleh ke arahnya.
Aku mengganti pakaian rumahku dengan blouse hijau pastel dan celana pendek selutut. Dengan santai aku turun dan kulihat Antonio ada di lantai satu, duduk santai membaca buku dengan secangkir kopi di depannya. Sudah seperti bapak-bapak yang sedang bersantai menunggu jam tidur.
Setelah pamit pada Antonio aku menuju gerbang depan dan masuk ke mobil Reyvan. Aku merasakan kalau mata Antonio mengikutiku sampai masuk ke dalam mobil. Dia pasti tersiksa karena tidak bisa menahan dan melarangku pergi dengan Reyvan.
“Hai, ada apa nih malam-malam begini mau ketemu?”tanyaku begitu duduk di dalam mobil Reyvan.
“Kita cari tempat ngobrol dulu ya, ada yang perlu kusampaikan padamu dan minta pendapatmu.”jawabnya.
“Oh oke, tapi yang ringan-ringan aja ya, aku soalnya kenyang banget tadi.”
“Kamu pasti tadi makan bareng mantanmu itu ‘kan?”tanya Reyvan dengan nada sedikit ketus.
“Antonio namanya. Nggak usah sebut dia sebagai mantan. Iya, aku makan bareng dia. Aku titip dibelikan ayam penyet kesukaanku tadi sama dia,”
“Makannya di kamar siapa? Kamu atau dia?”tanya Reyvan seolah menginterogasiku.
“Di ruang makanlah, di pantry umum itu. Nggak usah aneh-aneh ya mikirnya,”
“Yah, tapi pasti pernahlah dia masuk ke kamarmu‘kan? Aku saja belum pernah,”sungutnya.
“Hei, itu bukan sesuatu yang harus diperbandingkan, Rey. Dia masuk juga karena menolongku saat kakiku keseleo karena memakai sepatu tinggi.”jawabku.
Reyvan masih merengut saat kami tiba di parkiran café kecil tidak jauh dari tempat kostku. Kami turun, memilih kursi dan memesan minum dan cemilan ringan. Café ini tidak terlalu ramai dan cocok buat bersantai bagi pasangan. Kami duduk berhadapan.
“Kamu mau ngobrolin apa tadi?”tanyaku.
“Nggak jadi, moodku rusak karena laki-laki itu,”kata Reyvan memalingkan wajah.
“Hmm, ya udah kalau begitu kita pulang saja,”jawabku sambil berdiri.
“Eh..eh.. Kita sudah pesan, lho. Lagian kamu koq gitu sama aku. Kamu nggak mau lagi nongkrong denganku?”tanya Reyvan sambil menarik tanganku dan memaksaku duduk kembali.
Padahal aku hanya pura-pura berdiri.
“Makanya jangan ngambek kaya gitu deh. Kan aku udah bilang ke kamu, aku lebih suka jadi single. Nggak niat berpacaran apalagi menikah.”
“Aku akan buat kamu menikah denganku, bila perlu kupaksa,”
“Idih, memangnya aku Siti Nurbaya dan kamu Datuk Maringgih? Main paksa-paksa?”
“Jane, mamaku masuk rumah sakit tadi siang. Dokter bilang sakitnya parah.”
“Oh, jadi bagaimana keadaan mamamu sekarang?”
“Sudah di ruang perawatan tapi yah belum stabil benar.”
“Yang kuat ya, Rey. Semoga mama cepat sembuh,”ucapku sambil memegang tangan Reyvan mencoba menghiburnya.
“Jane, mamaku memintaku untuk segera menikah. Umurnya mungkin tidak lama lagi dan aku anak tunggal. Mama ingin melihatku menikah, Jane.”Reyvan mulai serius dan aku terdiam tidak tahu harus berkata apa.
“Jane, maukah kamu menikah denganku? Jika kamu tidak berniat menjadi istriku, anggaplah ini dulu untuk menyelamatkan mamaku, Jane. Mungkin dengan setelah menikah cintamu bisa tumbuh untukku.”
“Rey, kamu tahu persis bagaimana aku,”
“Tapi jika kamu mau membantuku memenuhi permintaan mamaku, aku akan sangat berterimakasih, Jane. Aku mohon. Lagipula apa sih kekuranganku yang membuat kamu tidak bisa membuka hatimu padaku. Kita akrab, kita punya persamaan dalam banyak hal. Mengapa kamu tidak bisa menerimaku?”
“Apa karena lelaki itu?”tanya Reyvan dengan wajah memelas.
“Rey, tidak ada yang kurang darimu, bahkan kamu sangat sempurna bagiku. Hanya saja ada banyak hal yang membuatku tidak percaya diri untuk menjadi pasanganmu,”
“Alasannya apa, Jane? Lelaki itukah? Kamu masih mencintainya?”
“Antonio sudah pasti adalah penyebab utamanya. Aku trauma ditinggalkan oleh pria yang sangat kucintai. Aku takut mengalaminya lagi. Kemudian, aku juga lebih tua darimu, bagaimana mungkin mama dan keluargamu menerimaku, yang sudah tidak satu suku dan perawan tua pula. Setelah itu, orangtuaku juga belum tentu menyetujuimu. Kamu tahu persis bagaimana orangtuaku.”
“Jane, jangan samakan aku dengn lelaki itu. Aku nggak akan pernah meninggalkanmu. Aku akan selalu setia padamu. Kedua, mama dan keluargaku adalah orang-orang yang berpikiran modern dan penuh toleransi. Keluargaku tidak pernah membeda-bedakan orang karena suku, agama atau ras. Karena keluarga kami juga terdiri dari banyak suku. Kami bahkan tidak mempermasalahkan adat apa yang akan kami pakai,”
“Mengenai orangtuamu, kita belum mencoba, Jane. Ayo, kita datang ke Manado, pertemukan aku dengan orangtuamu dan aku akan bicara langsung pada mereka untuk meminta restu menikahimu.”
Aku hanya diam, hatiku berteriak bahwa Reyvan pun meninggalkanku di Surabaya dan telah membuka hatinya pada Rachel. Yah, walaupun itu sebenarnya hak Reyvan. Aku tidak pantas menuntutnya untuk sama denganku, yang hanya setia pada satu orang. Toh aku juga tidak pernah memberi kesempatan bagi Reyvan untuk menjadi kekasihku.
“Jane, tolong pikirkan malam ini. Besok aku ingin kamu ikut aku menemui mamaku. Tolong bantu aku, Jane. Jika kelak mamaku sembuh dan kamu memang tidak sanggup hidup bersamaku, kamu boleh menceraikan aku, Jane”
“Jangan sembarangan mempermainkan pernikahan, Rey”sahutku.
“Setidaknya setelah kamu menikah dan cerai denganku, statusmu sama dengan lelaki itu.”
Aku terbelalak dengan ucapan Reyvan.