Menikahi laki laki kaya raya, ceo dan sangat tampan berkharisma bukanlah impian Retana Utami, seorang dokter internship.
Davendra Arkatama anma laki laki itu. Dia merasa dikhianati setelah melihat perempuan yang dua minggu dia nikahi, tidur dengan laki laki lain.
Lima tahun kemudian mereka bertemu. Davendra yang sudah punya calon pendampung tidak tau kalo ada anak diantara mereka
semoga suka ya....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahma AR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kecewa
Retania menatap sedih pada surat yang ada di tangannya.
Semuanya sudah berakhir. Cita citanya untuk membahagiakan kakaknya, hilang sudah.
Rumah tangganya, sikap.manis Davendra, senuanya sudah ngga ada lagi. Semuanya lenyap seolah ditelan ke dalam perut bumi. Dan hanya meninggalkan noda untuk dirinya.
Sekarang dia sudah menjadi janda yang hanya seminggu dinikahi. Walaupun sempat mencecap sedikit kebahagiaan.
Tapi sekarang hanya luka yang dia dapatkan. Sangat menganga dan basah.
"Dokter, tenanglah. Mungkin tuan muda sekarang sedang interospeksi diri. Kata katanya tadi pasti karena dia sangat emosi," bujuk suster Tiwi.
Ya, siapa yang ngga emosi. Dia pun bakal emosi dan akan melemparkan banyak barang ke arah Davendra jika melihatnya begitu, batin Retania menyahut.
Tapi Retania tetap ngga bisa mentolerir sikap egois laki laki itu.
Dia yang sudah jelas jelas berselingkuh dan bentar lagi akan punya anak, tapi kenapa harus semarah ini melihatnya tidur dengan laki laki lain!
Bukankah itu karmanya!
Benci. Itulah yang dirasakan Retania sekarang terhadap kemunafikan Davendra.
Oke, kita cerai. Kita ngga akan pernah rujuk lagi walau pun baru satu kali kalimat cerai itu dilontarkan, tekat Retania dalam hati.
Dia akan memulai lagi hidupnya. Jauh dari laki laki yang sempat membuatnya yakin tentang cinta beda status sosial tidak ada.
Retania mengusap.butiran air matanya yang mengalir pelan di pipinya.
Suster Tiwi sekarang merangkulnya, sama seperti Elza tadi. Berusaha menguatkan hati Retania.
"Sayangnya dokter Astuty sedang pergi. Kalo beliau ada di sini, pasti dia akan membantumu, dokter."
Retania hanya mengangguk
Ya, dokter Astuty sangat baik. Tapi dia pun ngga ingin memberikan beban dan tanggung jawab ini padanya.
Dokter Astuty sudah terlalu baik padanya.
"Suster Tiwi, aku mau beberes."
"Nanti aja. Kita tunggu dokter Elza. Dia bawa hasil lab yang bisa membuktikan kalo dokter Reta dan dokter Lingga ngga bersalah."
Tapi Retania sudah ngga bisa seoptimis itu. Mereka hanyalah remahan rengginang, yang sekali diinjak akan hancur ngga berbentuk.
"Ngga apa suster, sekarang aja saya beberes."
Suster Tiwi ngga bisa menahan lagi. Dia pun mengangguk pada dua orang temannnya.
"Mereka yang akan membereskannya, dokter. Anda istirahat saja."
Retania ngga ada alasan lagi untul.membantah. Lagi pula kepalanya masih terasa pusing
Saat ini yang dia inginkan hanya menelpon kakaknya. Tapi dia takut suaranya akan berubah jadi tangisan hingga kakak laki lakinya akan merasa khawatir dengan keadaannya saat ini.
"Dokter Elza, dokter Ardi," sapa kedua suster yang sedang membereskan barang barang milik dokter Retania.
Retania dan suster Tiwi sama menoleh.
Retania sudah paham melihat kelelahan dan kekuyuan wajah kedua temannya.
"Kalian ngapain?" tanya dokter Elza deg degan ketika melihat kedua suster itu mengemas barang barang milik Retania.
'Aku harus pergi." Retania yang menjawab.
"Kamu juga dapat surat?" ceplos dokter Ardi iba.
Retania menganggukkan kepalanya.
"Dokter Lingga juga dapat?" tebak Retania.
Saat melihat dokter Ardi menganggukkan kepalanya, Retania merasa ini semua ngga adil. Untuknya terlebih lagi untuk dokter Lingga.
Kenapa rekannnya harus dilibatkan dalam hal memalukan ini.
Mereka dikeluarkan pun mungkin dengan alasan yang sama. Karena memiliki etika yang tidak bermoral.
Rumah sakit mana lagi yang akan menerima mereka yang sudah dijudge begitu buruk.
Air mata Retania kembali mengalir. Perlahan membasahi pipinya.
Kalo hanya dia sendiri yang mendapatkan pernyataan ngga adil itu, dia sudah pasrah. Tapi ini teman kerjanya yang ngga tau apa apa. Yang harusnya ngga dilibatkan karena keegoisan seseorang yang merasa sangat berkuasa.
"Hasil labnya mana dokter?" tanya suster Tiwi mengalihkan pembicaraan. Berharap ada hal baik yang bisa membantu kedua dokter magang ini.
Elza dan Ardi saling tatap.
"Dibawa dokter Zulfa kata orang lab. Dia belum ke sini?" Walau sudah menduganya, Elza tetap saja bertanya.
Suster Tiwi menggeleng. Hancur sudah harapannya untuk menolong dokter Retania.
Sunyi.
"Dokter Zulfa tidak ada di mana mana," ucap Elza lagi dengan nada frustasi.
"Bahkan aku sudah mencarinya kemana mana. Dia seperti sudah di telan bumi."
"Aku butuh haisl cek lab itu. Bukan buatku, tapi buat membersihkan nama dokter Lingga."
"Namamu juga perlu dibersihkan, Reta," sela dokter Elza cepat.
Retania hanya tersenyum pahit.
"Tolong, ambil darahku lagi." Retania mengulurkan tangannya.
"Kamu belum makan," cegah suster Tiwi.
"Lebih baik begitu, kan." Retania tersenyum samar.
"Kita lakukan di luar rumah sakit ini buat ngecek hasilnya. Aku punya kenalan yang bekerja di lab yang ngga cukup jauh dari sini," sahut dokter Ardi menanggapi.
"Aku masih punya beberapa alat untuk sample pengambilan darah. Untung aku ngga hanya ngambil satu tadi," tukas Elza mengomel sambil berjalan ke laci mejanya.
"Ardi, ambil ini. Ambil darah dokter Lingga sekarang. Barang barangnya akan aku bereskan," perintah Elza sambil mengulurkan alat yang dia cari di lacinya.
Syukurlah, batinnya saat melihat ada beberapa alat yang tersimpan di sana.
"Oke." Tanpa membuang waktu, dokter Ardi pun setengah berlari menuju kamar dokter Lingga dirawat.
"Tolong simpan baik baik sample darah ini," ucap Retania sambil melihat darahnya yang sedang disedot oleh alat yang sedang digunakan dokter Elza.
"Tentu." Pasti akan dia amankan stok berharga ini.
*
*
*
"Dia sudah pergi?"
"Sudah nyonya."
"Syukurlah." Senyum lebar terkembamg di bibirnya. Hari ini dia sangat bahagia sampai terlupa kalo papa mertuanya sedang di rawat di Singapura
"Nyonya, bagaimana dengan ancaman gadis itu?" tanya asistennya khawatir.
Nyonya Ivy tergelak.
"Aku sudah suruh pengawal untuk memberinya pelajaran."
"Nyonya, bagaimana kalo gadis itu benar? Dia sedag mengandung cucu anda," ucap asistennya mengingatkan.
"Aku tidak butuh cucu dari wanita yang ngga jelas." Suara nyonya Ivy sangat dingin.
Dia hanya mau punya cucu dari calon mantu kesayangannya, Anya, yang sebentar lagi akan dinikahi dengan putranya.
Asistennya terdiam. Menurutnya seorang bayi yang hadir ngga bisa menentukan siapa orang tuanya. Apalagi neneknya.
Tapi mana berani asisten itu mengungkapkan pendapatnya. Dia ngga mau hidup sengsara.
"Lagi pula kalo dia memang kekasih Davendra, mengapa putraku malah menikahi dokter magang itu."
Iya, juga, sih, batin asistennya menjawab.
"Pasti dia perempuan yang ngga benar. Pantas saja dia ditinggalkan," kecamnya lagi
Masuk akal juga, sih. Mungkin tuan Davendra sadar kalo perempuan itu bukan perempuan baik baik, karena itu ditinggalkan, batin asistennya lagi.
Tapi hatinya tetap terganggu dengan pernyataan hamil gadis itu.
Walaupun kini dia punya praduga lain, bisa saja bayi dalam rahim wanita itu anak selingkuhannya.
Enak banget minta pertanggungjawaban dari tuan Davendra, decihnya dalam hati.
Dasar tidak tau malu, umpatnya lagi.
Om Ocong vs Mbak Kunti ngasih iklan
mana Devan blom minta maaf dg benar sekarang dtng lagi ulat bulu...
padahal Lingga dan keluarga menerima Reta
Reta dan Alma hrs hati2 mama Deva itu jahat
Om Ocong Vs Mbak Kunti ngasih iklan
dasar nenek lampir /Angry//Angry//Angry/
Om Ocong Vs Mbak Kunti ngasih iklan