Sequel Belenggu Cinta Pria Bayaran.
Dikhianati sang kekasih dan melihat dengan mata kepalanya sendiri wanita yang dia cintai tengah bercinta dengan pria yang tak lain sahabatnya sendiri membuat Mikhail Abercio merasa gagal menjadi laki-laki. Sakit, dendam dan kekacauan dalam batinnya membuat pribadi Mikhail Abercio berubah 180 derajat bahkan sang Mama sudah angkat tangan.
Hingga, semua berubah ketika takdir mempertemukannya dengan gadis belia yang merupakan mahasiswi magang di kantornya. Valenzia Arthaneda, gadis cantik yang baru merasakan sakitnya menjadi dewasa tak punya pilihan lain ketika Mikhail menuntutnya ganti rugi hanya karena hal sepele.
"1 Miliar atau tidur denganku? Kau punya waktu dua hari untuk berpikir." -Mikhail Abercio
----
Plagiat dan pencotek jauh-jauh!! Ingat Azab, terutama konten penulis gamau mikir dan kreator YouTube yang gamodal (Maling naskah, dikasih suara lalu up seolah ini karyanya)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 06 - Hampir Saja
“Saya nggak main-main ya, Pak … sekarang juga saya telpon Om saya nih,” ancam Zia menepis jemari Mikhail yang begitu lancang menyentuh bibirnya, Zidan saja tidak berani berulah dan sembarangan padanya. Jelas saja Valenzia naik darah kala dihadapkan dengan pria gila macam Mikhail.
Bukannya panik, Mikhail hanya menarik sudut bibir kala mata tajam Valenzia tertuju padanya. Jika ditanya bagaimana perasaannya, jelas saja saat ini Valenzia merasa takut bahkan kakinya terasa lemas.
Jaraknya begitu dekat bahkan deru napas Mikhail terasa hangat menyapa keningnya. Tubuh Mikhail yang tinggi membuat lehernya sedikit sakit karena kini Valenzia mendongak demi bisa melayangkan tatapan super tajam pada pria itu.
“Jangan tatap aku sedalam itu, nanti jatuh cinta,” ungkapnya dengan senyum nakal dan kedipan maut yang membuat Valenzia bergidik seketika.
“Menurut Anda dari mata sebelah mana saya bisa cinta?”
Valenzia berusaha menghempas genggaman tangan Mikhail, sayangnya pria itu sudah menduga dan memahami gerak-gerik Valenzia hingga dia hanya terkekeh kala yang Valenzia dapati hanya kekecewaan. Dan lebih menyebalkannya lagi, Mikhail mengangkat tangannya di atas kepala dengan pikiran sudah menjalar kemana-mana.
“Anda mau apa lagi?” tanya Valenzia tak terima, wibawa Presdir MN Group semakin hilang di matanya, dan kini dengan santainya Mikhail melingkarkan tangan kirinya di pinggang Valenzia.
“Heeih!! Apa-apaan sih, Pak!!”
Sebagai seorang wanita baik-baik yang tidak pernah melakukan hal semacam itu, Valenzia jelas saja marah dan refleks menendang bagian vital Mikhail hingga pria itu meringis dan melepaskan tangannya.
BRUGH
“Aaarrrggghhh!! Kamu gila?!!” sentaknya dengan suara berat menahan sakit kemudian menggigit bibir bawahnya, adik kecilnya menderita akibat tangannya banyak ulah.
Mikhail menekan bagian intinya, sementara Valenzia mundur beberapa langkah dan melihat bagaimana pria itu susah payah meringkuk menahan sakit. Wajahnya yang putih itu berubah merah, dia mengerang kesakitan dan kali ini bukan kepalsuan.
“Ya Tuhan, Mama,” lirih Mikhail memejamkan matanya, dia tidak mengira jika Valenzia akan memiliki inisiatif menyerangnya dengan cara ini.
Melihat Mikhail tampak lemas tak berdaya Valenzia merasa bersalah, sempat berpikir Mikhail tengah bersandiwara. Namun, sepertinya bukan. Wanita itu menghampirinya dengan langkah pelan, takut jika nanti Mikhail justru berbuat macam-macam.
“Anda baik-baik saja, Pak?”
Pertanyaan konyol yang seharusnya dia sudah paham jawabannya, Valenzia kian mendekat dan duduk di sisi Mikhail yang masih bertahan dengan posisi meringkuknya. Keringatnya bercucuran bahkan sudut matanya berair kini.
“Kamu benar-benar cari mati, Zia!!” ucap Mikhail tanpa basa basi menarik pergelangan tangan Valenzia.
“Aaaaa!! Dasar psikopat … lepasin nggak? Saya patahin sekalian mau?!!”
Terlambat, Valenzia terkecoh dalam penderitaan yang dialami Mikhail. Tentang rasa sakitnya memang Mikhail tidak berbohong, namun bukan berarti dia tidak bisa melakukan apa-apa.
“Oh iya? Apa bisa?” tanya Mikhail menyeringai dan kini dia menang selangkah karena berhasil meringkus Valenzia dalam kunkungannya.
Sudah terlanjur basah, dan salah sendiri kenapa Valenzia memulai cara brutal melawannya. Mikhail paham situasi kali ini, dia benar-benar mengunci tubuh Zia hingga tak bisa bergerak sedikitpun.
Kancing kemeja Zia terbuka dan memperlihatkan dada mulusnya, mata Mikhail tak pernah salah dalam menemukan sasaran. Sementara Zia yang berada di bawahnya sadar betul bagian mana yang Mikhail tatap.
BUGH
“Me-sum!!” sentak Valenzia seraya memukul dada Mikhail sekuat tenaga, hanya saja tubuhnya mendadak lemas lantaran mendadak kaku seketika.
“Hahaha … sebenarnya, aku lebih dari itu, Zia.” Tanpa dia tutup-tutupi, Mikhail memang bukan pria baik-baik dan tidak pernah menggunakan tipu daya untuk mendapatkan wanita. Memilih terang-terangan karena baginya cara itu lebih menantang.
BRAK
Baru saja hendak menurunkan wajahnya pintu tiba-tiba terbuka dan Mikhail belum sempat beranjak dari tubuh Valenzia.
“Adduh!! Pak Ibra … Mikhail tidak ada di ruang_annya.” Bryan tampaknya berusaha menghalau namun kekuasaan yang memaksa masuk lebih besar hingga kalimat itu belum usai dan Ibra sudah berada di ruangan putranya.
“Papa?”
Masih dengan posisi yang sama, mata Ibra membeliak melihat putranya. Niat hati ingin memastikan putranya baik-baik saja, yang ia dapati justru hal yang begini. Cepat-cepat Mikhail bangun dan menarik Valenzia juga, menyembunyikan wanita itu di balik punggungnya sementara tatapan Ibra seakan hendak mengulitinya.
“Begini rapat yang kau bicarakan?” tanya Ibra dengan suara dinginnya, marah bukanlah kebiasaannya. Akan tetapi melihat apa yang tadi Mikhail lakukan, entah kenapa dia murka.
“Papa … kenapa tidak mengabari aku kalau dat....”
“Diam!! Papa tidak memintamu bicara,” bentak Ibra berhasil membuat Mikhail tertunduk, mau bagaimanapun sikapnya terhadap orang lain tetap saja Mikhail tunduk pada orang tuanya.
“Wanita itu? Siapa dia? Kamu berani membawa kekasihmu ke kantor? Ajaran siapa kamu begitu?” Pertanyaan beruntun dia terima dari sang papa, Mikhail menggaruk kepalanya yang tidak gatal itu sementara Valenzia bergetar meski Mikhail sudah memberikan punggungnya sebagai tempat berlindung.
“Sekretarisku, Pa.”
“Benar begitu, Bryan?” tanya Ibra memastikan, tatapan elang itu tertuju pada Bryan.
“Bukan, Pak … dia hanya mahasiswi magang,” jawab Bryan sejujur itu dan mata Mikhail membulat sempurna, sungguh tidak bisa diandalkan.
“Bryan bohong, Pa.” Mikhail mengepalkan tangannya, benar-benar musuh dalam selimut.
“Mahasiswi? Jangan merusak anak gadis orang, Mikhail … masa depannya masih panjang, kamu pikir Papa tidak mengerti isi kepalamu?” Mikhail berdehem singkat dan berpura-pura tak mengerti maksud dan tujuan pembicaraan sang papa padanya.
TBC