[Update tiap hari, jangan lupa subscribe ya~]
[Author sangat menerima kritik dan saran dari pembaca]
Sepasang saudara kembar, Zeeya dan Reega. Mereka berdua memiliki kehidupan layaknya anak SMA biasanya. Zeeya memenangkan kompetisi matematika tingkat asia di Jepang. Dia menerima hadiah dari papanya berupa sebuah buku harian. Dia menuliskan kisah hidupnya di buku harian itu.
Suatu hari, Zeeya mengalami patah hati sebab pacarnya menghilang entah kemana. Zeeya berusaha mencari semampu dirinya, tapi ditengah hatinya yang terpuruk, dia malah dituduh sebagai seorang pembunuh.
Zeeya menyelidiki tentang masa lalunya. Benarkah dia merupakan seorang pembunuh?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Adzalziaah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23 | Pak Gerald
“Apa semua ini?” aku melihatnya dengan terkejut.
Kertas-kertas berserakan di dalam laci, tampak seperti halaman-halaman buku yang dirobek dengan paksa. Beberapa di antaranya terlipat rapi, sementara yang lain, tampak seperti kertas dokumen yang sudah usang. Aku berniat untuk membawanya ke kamarku dan membaca semua isi kertas yang kutemukan di laci itu.
Dor!!!
Pyang ...
Suara tembakan menggema di seluruh mansion. Diikuti suara kaca yang pecah. Aku tidak menyangka suara tembakan itu terdengar jelas di telingaku.
“Awas, Non!” Nova, pengawal pribadiku memelukku erat.
Tubuhnya yang kekar melindungiku dari segala bahaya yang mengancam. “Nova ... apa yang terjadi?” tanyaku panik.
“Lantai 212B, 'kode merah' ...” suaranya lantang berbicara di walkie-talkie, dia tidak menghiraukan pertanyaanku.
Seketika, para pengawal dan ajudan sigap memasuki perpustakaan. Mereka membentuk formasi di sekelilingku dengan senjata terangkat siap sebagai benteng pertahanan untuk diriku. Aku hanya bisa berdiri terdiam, tidak menyangka akan ada situasi seperti sekarang. Selama ini, aku merasa hidup dengan tenang. Tapi benar yang dikatakan papa, ada orang yang sedang mengancam nyawaku.
“Cepat!” Nova memerintah para pengawal lain, “lindungi Nona dan bukakan jalan menuju bungker!”
“No-nova ...” dia menarik tanganku dan menyembunyikan tubuhku di belakangnya sambil berjalan cepat keluar perpustakaan.
Punggungnya yang lebar melindungiku dari mara bahaya di depan. Aku jadi harus menunduk ketakutan, berlari menyusul langkah lebarnya.
Bungker terletak di bawah aula utama, tersembunyi dengan cermat pada lantai bawah tanah. Ruangan itu adalah tempat persembunyian rahasia di mansion ini. Dari perpustakaan kita harus menuruni tangga untuk menuju ke aula utama.
.........
“Di mana anak itu?!” Suara menggelegar dari depan pintu mansion, saat aku dan Nova berada di ujung anak tangga terakhir.
Aku menghentikan langkah kakiku, jantungku berdebar. “Siapa di luar?” tanyaku, rasa ingin tahu membuat rasa takutku sedikit menghilang.
Dari balik pintu besar yang terbuka lebar, sosok pria berdiri berusaha masuk ke dalam mansion. Amarah menyelimuti wajahnya yang memerah.
“Zeeya, anak yang telah melukai putraku! Bawa dia ke sini!!!” Dia berteriak kepada para pengawal yang menghalanginya masuk.
Namaku disebut dan itu membuatku ingin menemuinya, meskipun rasa takut menyelimutiku. Aku mengintip dari balik punggung Nova. Kaca jendela di sebelah pintu utama pecah berserakan di lantai.
Aku sepertinya mengenal sosok pria itu. Aku berjalan dengan ragu, mendekati pria yang memanggil namaku itu. Rasa penasaranku kian membendung. Kenapa dia tau kalau aku sudah pindah ke mari?
Namun, langkahku terhenti ketika Nova menarik lenganku. “Tunggu, Non ...”
“Nova! Aku ingin tahu siapa di luar!” ucapku memaksakan kehendak.
“Nona, sadar lah ...” Nova tetap menghalangiku di ujung tangga, “... dia bersenjata api! Orang itu yang menembakkan peluru ke jendela ...” katanya sambil berusaha menghentikanku.
“Aku tahu siapa orang itu,” aku menjelaskan padanya, “Dia ayahnya Hansel, temanku!”
Aku melepaskan tangan Nova yang menarik lenganku. Tidak peduli apa katanya, aku menemui orang di depan pintu dengan memberanikan diri.
“Tetap saja berbahaya, Nona!” Nova mengibaskan rambutnya kesal denganku, “huh ... entah bagaimana dia bisa menembus pertahanan mansion ini.”
Nova mengejarku di belakang. Aku menemui orang yang menyebut namaku berkali-kali. Semua sumpah serapah keluar dari lubang mulutnya. Tapi aku berusaha untuk tetap tenang. Meski kakiku amat bergetar.
“Tuan Gerald, ada apa Anda ke mari pagi-pagi sekali?” sapaku padanya, berusaha menjaga nada suaraku tetap tenang seolah tidak mendengar teriakannya tadi.
Dalam hati, aku masih ketakutan setengah mati. Matanya yang tajam menatapku, seolah dia ingin sekali bertemu denganku. Aku membalas tatapannya dengan senyuman manis, berpura-pura tidak tau bahwa dia sudah menembakkan senjata api pada tempat tinggalku yang baru.
Dalam benakku, aku sudah menduga bahwa pria di depanku ini adalah ayahnya Hansel, teman baikku yang kini terbaring tak berdaya di rumah sakit.
“Tidak baik menembakkan senjata api pada tempat tinggal seorang anak di bawah umur. Itu sangat mengganggu kenyamanan kami,” lanjutku dengan ramah, menyambut tamu yang datang.
Wajah Pak Gerald semakin memerah, dan aku bisa merasakan kemarahannya. Di sekeliling kami, pengawal mansion masih menatap dengan cemas, siap untuk bereaksi jika dia menembakkan senjata yang dibawanya padaku.
“Jadi kau! Putri keluarga Vierhalt, Adila Zeeya Vierhalt?!” teriaknya padaku, “anakku hampir terbunuh karenamu!”
Senyumku menghilang seketika. “Saya mengerti, Tuan,” kataku, mencoba membuatnya tenang, “saya sangat menyesal atas apa yang terjadi pada Hansel ...”
Belum juga aku membuka mulutku untuk menjelaskan kejadian waktu itu, pak Gerald menodong senjata api padaku. Seketika aku mengangkat kedua tanganku, merasa takut sekaligus terkejut. Nova dengan sigap, mengambil senjata api di tangannya lalu dengan cekatan memelintir lengan pak Gerald.
“Akh ... apa yang kau lakukan?!” Matanya membesar, wajahnya semakin memerah, “kurang ajar!!! Kau membelanya setelah dia hampir membunuh putraku!” pak Gerald berhasil melepaskan lengannya yang dipelintir Nova.
“Seharusnya kami yang bertanya begitu! Kenapa Anda bisa masuk ke dalam pertahanan mansion ini?!” suara Nova seolah membuat semua pengawal di depan pintu mundur, takut akan suaranya karena mereka semua gagal menghentikan aksi satu orang bersenjata.
“Nova!!!” aku menyentaknya dengan tegas, kemudian kembali tersenyum ramah kepada pak Gerald, “maaf ya, Tuan. Bodyguard saya memang agak keterlaluan. Mari kita bicarakan di dalam.” Aku mempersilakan pak Gerald masuk.
Lalu mencubit lengan Nova dengan geram agar dia tetap menjaga sopan santunnya kepada tamu. Aku berjalan masuk kembali ke dalam mansion dan pak Gerald menuruti perkataanku, meskipun wajahnya masih menunjukkan kemarahan yang mendalam.
...
Kami berdua kini berada di ruang tamu yang luas, dikelilingi oleh para pengawal yang berdiri tegap. Mereka siap untuk bertindak jika situasi kami berdua kembali memanas. Suasana di dalam ruangan terasa sangat tegang. Aku mencoba mengambil nafas dalam-dalam untuk menenangkan diri.
“Tuan Gerald pasti ingin tau apa yang sebenarnya terjadi pada Hansel, kan? Biarkan saya ceritakan ...” kataku, sambil menyeruput teh yang disajikan oleh pelayan.
Pak Gerald tidak menjawabnya. Meski di ruang tamu ini banyak orang, tapi keheningan bagai menyelimuti satu ruangan. Pak Gerald hanya terdiam duduk tanpa suara.
“... waktu itu, saya menerima surat ancaman di sekolah. Hansel sangat ingin melindungi saya dan memutuskan untuk menyelidiki masalah ini. Dia menunggu di sekolah untuk menangkap pelaku yang mengirim surat tersebut. Saya ingin menemaninya, tetapi dia bersikeras agar saya pulang ...”
Sambil mengingat kejadian itu, aku menunduk, hatiku terasa berat untuk mengingatnya kembali. “... dia akhirnya ditemani oleh Hana, teman kami. Ketika orang yang mengirim surat itu muncul, dia ... dia yang menikam Hansel!”
Aku berakting, meneteskan air mata. “Orang itu bernama Sarah. Dia juga mengancam akan membunuh keluar ...”
“Ha! Kau kira aku akan percaya pada kata-kata seorang pembunuh sepertimu?” ucapan pak Gerald memotong penjelasanku.
“Maksud ... Tuan ...?” aku kembali menatapnya, ucapan pak Gerald terasa menusuk jantungku. “Anak bernama Sarah itu benar-benar akan mengincar nyawa keluargaku!”
Aku ingin agar pak Gerald membantuku menemukan keberadaan Sarah. Sepertinya itu rencana yang tidak begitu buruk. Tampaknya, usahaku untuk meminta bantuan pada pak Gerald gagal total.
Pak Gerald tersenyum meledekku. “Seseorang datang padaku di rumah sakit, tempat putraku dirawat. Dia mengatakan kalau putri keluarga Vierhalt yang telah menikamnya ...”
“Kau kira, aku akan percaya pada kebohonganmu itu? Like father like daughter, bapak dan anak sama saja ...”
Dia lalu bangkit dari duduknya. “... putraku, dia telah mengetahui semua rahasia tentangmu yang kusembunyikan selama bertahun-tahun. Aku rela berkhianat pada negara demi menutupi kebusukan keluargamu.”
.........
- Hansel itu cowok apa cewek sih?😁
- Perkembangan ceritanya bakal rumit saat Zee satu tim dengan cowok idaman Nisa
- Tuduhan macam apa yang ada disurat itu?
- kenapa Ree dan Zee tidak pulang bersama?
Ceritanya bagus suka❤