Pada mulanya, sebuah payung kecil yang melindunginya dari tetesan hujan, kini berubah menjadi sebuah sangkar. Kapankah ia akan terlepas dari itu semua?
Credits:
Cover from Naver
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AYZY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
How the Past Grows Him (b)
"Hah, kau bahkan tidak bisa mendapatkan nilai sempurna dalam pelajaran matematika. Mau jadi apa kau? Lihatlah Nathan, dia selalu mendapatkan nilai sempurna di setiap mata pelajaran. Kami juga sudah memanggilkan guru privat untukmu, tapi nilai macam apa ini?"
Edward meremas kertas hasil ujian milik Andrew yang mendapatkan nilai merah, lalu melemparnya tepat di wajah kecilnya. Andrew menundukkan kepala, rasanya memang tidak begitu sakit, namun entah mengapa itu sangat menyakiti hatinya.
"Sayang, sabarlah sedikit ... dia masih kecil. Sedangkan Nathan sudah besar, jadi mereka berbeda."
"Jangan membelanya, Leyla! Bahkan saat Nathan seumuran dengannya, dia tidak pernah mengecewakanku. Itu semua karena kau terlalu memanjakannya," Edward memijat pelipisnya.
Leyla tidak berani berkata lagi.
"Andrew, selama liburan semester ini kau tidak boleh keluar dari kamar. Itu adalah hukuman untukmu. Selama itu, kau harus merenungkan semua kesalahanmu. Mengerti?"
Andrew mengepalkan tangannya. Bahkan, saat ia mendapatkan nilai merah dulu ibunya tidak pernah memarahinya.
"Sayang, mengapa kau begitu tega?"
"Aku hanya ingin dia mengerti."
Secara tak sadar, bola matanya berair, sekuat tenaga ia menahan air matanya agar tidak menetes, karena ia tahu pria itu membenci melihatnya menangis seperti anak perempuan.
"Sampai di sini saja. Ayah tidak ingin melihatmu saat makan malam nanti," Edward bangkit dari kursi kerjanya begitu saja, berjalan melewati anak kecil itu tanpa menolehkan kepalanya sedikitpun.
"Maafkan aku, A-ayah!"
Edward menutup pintunya dengan keras saat Andrew berusaha untuk mengejarnya.
Di sisi lain, Leyla berlari untuk memeluk Andrew. "Sudahlah, jangan menangis. Nanti ibu akan mencoba berbicara pada Ayah."
"Benarkah?"
"Tentu saja."
Leyla tersenyum lebar.
~*~
Hari ketiga menerima hukuman.
Andrew sedang berkutat dengan buku pelajarannya di meja belajar, karena ia tidak ingin gagal di ujian berikutnya. Perkataan ayahnya kemarin bukanlah ancaman, namun kenyataan. Sepanjang hari ini ia sama sekali tidak diperbolehkan untuk keluar kamar. Jadi, ia hanya bisa melihat segala aktifitas dari balik jendela. Pada pagi hari, seperti biasa ia melihat pekerja di taman sedang menyirami bunga. Pada siang hari, sesekali ia akan melihat Nathan bermain dengan anjing peliharaannya seorang diri.
Omong-omong tentang Nathan, kakaknya itu sudah berada di tahun terakhirnya di sekolah dasar. Edward dan Leyla sangat menyayanginya. Melihat mereka hidup harmonis seperti itu, Andrew jadi merindukan ibunya yang tinggal jauh darinya saat ini. Meskipun tempat tinggalnya dulu sangat kumuh, ia baru menyadari bahwa ia lebih nyaman tinggal di sana.
Tok tok tok. Pintu terbuka setelahnya.
"Andrew ..."
"I-ibu ..."
Andrew masih belum terbiasa memanggilnya dengan sebutan ibu. Hal tersebut berlaku juga untuk Edward, meksipun ia sudah menghabiskan waktu tiga bulan tinggal di rumah ini.
Leyla tersenyum. Itu adalah sebuah senyuman yang palsu. Namun, Andrew yang masih belia tidak pernah menyadarinya.
"M-mengapa i-ibu datang kemari?"
Leyla mengeluarkan sebuah stik video game dari balik tubuhnya. "Lihatlah, apa yang ibu bawakan untukmu."
Andrew menatap stik itu dengan ragu. "Untuk apa ibu membawanya?"
"Ssst! Ini rahasia," lirihnya.
"Tapi Ayah melarangku untuk bermain."
"Bukankah kau sangat menginginkannya? Kau hanya perlu memainkannya sesekali untuk menghilangkan rasa bosan!"
"Tapi jika ketahuan, ayah akan sangat marah—"
"Itu tidak akan terjadi!" Leyla langsung menyelanya, "Ibu akan mengawasinya. Tenang saja, ayahmu tidak akan datang untuk mengawasi sepanjang waktu."
"M-maaf ibu aku tidak menginginkannya. Lagipula aku tidak akan bisa belajar jika bermain video game."
Leyla menipiskan bibirnya, tatapan matanya berubah dingin. "Maksudmu kau menyalahkan ibu karena tidak bisa belajar dengan baik?"
Tiba-tiba Andrew merasakan perasaan yang sama saat pertama kali ia bermain video game saat mendekati waktu ujian. Leyla yang memberikannya saat itu. Namun, ayahnya tidak mengetahuinya sampai pembantu rumah tangga membuang semua mainannya atas permintaan Edward.
"Ibu sudah susah payah mendapatkannya, kau bahkan tidak mau menerimanya?"
Meskipun demikian, Leyla adalah satu-satunya orang di rumah ini yang benar-benar peduli padanya. Saat itu, Andrew takut wanita itu menjadi membenci dirinya. Oleh karena itu, ia menerimanya.
CHAPTER END
tapi sukaaa.. gimana dong..
boleh banyak2 dong up nya..
/Kiss//Kiss/
saran aja nih.. kalau buat cerita misteri, updatenya sehari 3 x.. supaya pembacanya ga kentang.. /Chuckle//Kiss/