Sakit hati sang kekasih terlibat Cinlok (Cinta Lokasi) hingga berakhir di atas ranjang bersama lawan mainnya, Ameera bertekad menuntut balas dengan cara yang tak biasa.
Tidak mau kalah saing lantaran selingkuhan kekasihnya masih muda, Ameera mencari pria yang jauh lebih muda dan bersedia dibayar untuk menjadi kekasihnya, Cakra Darmawangsa.
Cakra yang memang sedang butuh uang dan terjebak dalam kerasnya kehidupan ibu kota tanpa pikir panjang menerima tawaran Ameera. Sama sekali dia tidak menduga jika kontrak yang dia tanda tangani adalah awal dari segala masalah dalam hidup yang sesungguhnya.
*****
"Satu juta seminggu, layanan sleep call plus panggilan sayang tambah 500 ribu ... gimana?" Cakra Darmawangsa
"Satu Milyar, jadilah kekasihku dalam waktu tiga bulan." - Ameera Hatma
(Follow ig : desh_puspita)
------
Plagiat dan pencotek jauh-jauh!! Ingat Azab, terutama konten penulis gamau mikir dan kreator YouTube yang gamodal (Maling naskah, dikasih suara dll)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 04 - First Date?
"Hati-hati, Sayang, kabarin kalau sudah sampai."
Sederhana, tapi begitu membekas dalam benak Ameera. Selama proses syuting berjalan, dia senyam-senyum tanpa alasan yang jelas. Tidak hanya itu, Ameera bahkan harus dibantu dengan obat tetes mata agar adegan menangisnya bisa terlihat sempurna.
Perubahan itu jelas saja menjadi tanya banyak orang. Bagaimana tidak? Ameera yang biasanya professional, kini harus menghabiskan banyak waktu hanya untuk satu adegan.
Beberapa orang di antara mereka mulai berasumsi, entah karena tidak terbiasa mendapat peran istri pertama yang tertindas, atau memang dia sudah malas menjadi lawan main Anita dan Julio dalam serial Misteri Susuk Marwa tersebut.
Sudah jelas yang kena getahnya adalah Jihan, tidak terkecuali Ricko. Memang bukan Ameera yang ditegur, tapi Ricko sakit kepala mendengar ocehan Pak Rizal, sang sutradara. Sungguh Ricko kesal sekali, lebih kesal lagi Ameera terlihat santai saja seakan tidak ada masalah.
"Ameera sehat?" tanya Ricko membuka pembicaraan.
"Sehat dong! Kenapa, Kak?"
Ricko menghela napas kasar, kemarin dunia seakan runtuh, wajahnya kusut bak korban pencurian. Kini, Ameera terlihat berbinar dan ceria seperti biasa. Memang benar, salah-satu hal yang percuma di dunia ini adalah mengkhawatirkan kesedihan Ameera.
Putri Mikhail Abercio yang satu ini memang berbeda. Mungkin terbiasa menikmati hidup sendiri sejak lama, maka dari itu ketika hubungannya kandas, Ameera menemukan cara cepat untuk menghapus lukanya.
"Tanya saja, sepertinya kepalaku yang sakit, Ra," jawab Ricko hidup segan mati tak mau, agaknya hari ini adalah hari dimana dia malas sekali menjadi sopir sekaligus bodyguard Ameera.
"Sakit? Oh aku punya obat, bentar."
Bukan hanya tidak professional, tapi hari ini otak Ameera agaknya kurang berfungsi. Ricko hanya bercanda, tapi dia dengan sigap merogoh tasnya. Hingga, beberapa saat dia menyerahkan obat yang membuat Ricko semakin sakit kepala.
"Kenapa? Oh mau air? Jihan tolong air_"
"Ameera, apa matamu tidak bisa baca?"
"Kenapa memangnya? Belum expired kok, tuh masih lama malah," ungkapnya merasa paling benar, sungguh Ricko menyerah untuk kali ini.
"Sejak kapan aku mengalami nyeri haid, Ameera! Simpan sana!!"
Yang putus cinta Ameera, tapi yang sakit kepala justru dua orang di sisinya. Jika saja bukan karena gaji dan permintaan kedua kakaknya, mungkin Ricko dan Jihan sudah menyerah dan memilih kembali ke profesi pertama.
"Kalau gitu ke rumah sakit saja ya? Tapi sebelum itu antar aku ke bengkel Cakra."
"No, aku tidak mau diamuk Sean, jangan cari kesempatan."
Sejak di lokasi syuting Ameera sudah sibuk sendiri. Rencana makan malam bersama produser yang bekerja sama dalam project baru mereka membuat Ameera ketar-ketir dan mempersiapkan banyak hal agar Cakra menjadi pusat perhatian nanti malam.
Sudah pasti tujuannya tidak mau kalah saing seperti yang sempat Ameera katakan pada mereka sebelum menemui Cakra kemarin. Awalnya dia ingin pergi sendiri, tapi tidak akan Ricko izinkan, tidak mengapa jika turut jadi sopir Cakra siang ini.
"Fine!! Tapi tolong jaga mulutmu, jangan menghinanya lagi," tegas Ameera seraya menghela napas pelan.
Dia tidak ingin mulut Ricko asal bicara seperti kemarin. Cukup telinganya yang mendengar Ricko menganggap remeh Cakra hanya karena profesi dan usianya. "Bukan menghina, Ra, tapi maksudku kenapa harus dia? Yakin Julio merasa tersaingi? Diketawain iya!"
"Lihat saja nanti."
.
.
Tak berselang lama, mobil yang Ameera tumpangi tiba di bengkel Cakra. Berbeda dengan kemarin, hari ini dia turun tanpa menunggu perintah, bahkan Ricko sampai memejamkan mata lantaran cara Ameera menutup pintu sekeras-kerasnya.
"Masih sibuk ya?"
"Hm? Sebenarnya iya, tapi barusan sudah izin sama bos."
Cakra menundukkan pandangan, dia mengatupkan bibir seraya meremmas jemarinya. Kemarin Cakra biasa saja, tapi kali ini dia merasa begitu kecil di hadapan Ameera.
Terlebih lagi dia tidak lagi menggunakan pakaian kerja, melainkan jeans hitam dan kaos oblong berwarna putih yang sudah mulai menguning, bisa dibilang sudah seharusnya dibuang.
Tidak hanya itu yang membuat Cakra malu, tapi sepatu juga demikian. Sebenarnya Cakra agak tidak siap kala mendapat pesan Ameera tentang tugas pertamanya, menemani makan malam bersama orang-orang penting dan dia memiliki ketakutan akan membuat Ameera malu setelahnya.
"Baguslah, ayo pergi ... waktu kita tidak banyak."
Entah kemana Ameera membawanya, Cakra hanya ikut saja. Sempat gugup kala memasuki mobil mewah itu, terlebih lagi wajah sopirnya seperti tak suka membuat Cakra hanya diam sepanjang perjalanan.
"Kamu kenapa nunduk begitu? Santai, anggap saja first date," ucap Ameera memecah keheningan yang membuat Ricko mual seketika.
"Tidak apa-apa, Kak."
Cakra tidak bisa melatih kemampuan jika bukan sedang berduaan. Hingga, kecanggungan itu berakhir setelah mereka memasuki salah-satu pusat perbelanjaan di ibu kota. Mata Cakra dibuat membola kala menyaksikan cara Ameera memilih perlengkapan pribadi demi menunjang penampilannya.
"Tunggu, apa tidak ada acara lihat harga dulu? Diskon atau apa begitu?" Cakra tidak bisa berkata-kata. Jika dia hitung-hitung, gajinya satu bulan tidak akan mampu membayar kemeja yang Ameera pilih.
"Ukuran sepatumu berapa?"
"43," jawab Cakra cepat, jujur saja dia agak malu, tapi kembali lagi Cakra ingat semua yang Ameera lakukan juga demi kepentingannya.
Cakra pikir agendanya selesai di sana, nyatanya masih banyak. Belum apa-apa, Cakra sudah dimanjakan Ameera, potong rambut bahkan kuku Cakra turut dirawat hingga pria itu merasakan apa yang dahulu hanya dia dengar dari teman-temannya.
Dari kejauhan Cakra menatap Ameera yang begitu sabar menunggunya. Entah bagaimana dia menyimpulkan hal ini, hendak dianggap sugar mommy, tapi wajahnya masih seimut itu. Jika bukan melihat surat perjanjian itu, Cakra pasti percaya andai Ameera mengaku 18 tahun.
.
.
Tidak sia-sia usaha Ameera, setelah menghabiskan beberapa jam tadi siang, Ameera dibuat terpana tepat malam harinya. Melebihi ekspetasi, penampilan Cakra sempat membuatnya terpaku, dengan pakaian yang melekat di tubuhnya malam ini, Cakra terlihat bak putra konglomerat yang sama sekali tidak pernah merasakan penderitaan.
Bukan hanya Ameera, tapi beberapa orang yang ada di ruangan tersebut menatap Cakra dengan tatapan tak biasa, termasuklah Julio. Terlebih lagi, mereka datang terlambat dan jelas saja menjadi pusat perhatian. Tentu saja kesempatan itu Ameera gunakan sebaik-baiknya, tanpa basa-basi dia mengenalkan Cakra sebagai kekasihnya.
"Hah? Cepat sekali, bukannya kemarin ... Julio? Wah aku ketinggalan berita ternyata." Kama, sang produser yang dimaksud tampak terkejut melihat aktris kebanggaannya menggandeng kekasih baru.
"Tidak perlu lama-lama, Pak, kebetulan memang banyak yang antri," jawab Ameera seketika membuat beberapa orang di sana tergelak, sementara Cakra hanya tersenyum tipis mendengar pengakuan Ameera.
"Aku kalah cepat ternyata, tapi sekali lagi selamat. Titip Ameera, dia aset kami yang paling berharga, Cakra."
Sambutan hangat Kama pada Cakra membuat sepasang mata yang sejak tadi memandang ke arahnya mulai merah padam demi memendam kekesalan. "Berani sekali kau memeluknya, kau bisa tersenyum malam ini, tapi tidak besok pagi."
.
.
- To Be Continued -