“Gun ... namamu memang berarti senjata, tapi kau adalah seni.”
Jonas Lee, anggota pasukan khusus di negara J. Dia adalah prajurit emas yang memiliki segudang prestasi dan apresiasi di kesatuan---dulunya.
Kariernya hancur setelah dijebak dan dituduh membunuh rekan satu profesi.
Melarikan diri ke negara K dan memulai kehidupan baru sebagai Lee Gun. Dia menjadi seorang pelukis karena bakat alami yang dimiliki, namun sisi lainnya, dia juga seorang kurir malam yang menerima pekerjaan gelap.
Dia memiliki kekasih, Hyena. Namun wanita itu terbunuh saat bekerja sebagai wartawan berita. Perjalanan balas dendam Lee Gun untuk kematian Hyena mempertemukannya dengan Kim Suzi, putri penguasa negara sekaligus pendiri Phantom Security.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eka Magisna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Fragmen 25
"APA?!"
Archie dan Ryuji memekik bersamaan.
"Ja-jadi ... kau dan gadis cantik itu ... sudah menikah?!"
Ryuji terbata, tak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar dari mulut Gun.
Gun mengangguk tanpa beban. "Ya, begitulah." Sebutir biskuit diambil dari piring lalu dikunyahnya. "Tapi aku dan dia memutuskan untuk tak mempermasalahkan. Kami akan bersikap seperti tak ada yang terjadi."
"Kenapa begitu?" Ryuji menelisik, mengerut kening makin tak paham.
"Ya karena kami tak terbawa saja. Orang-orang di desa itu aneh. Mana ada pernikahan dijadikan hukuman.” Gun menggeleng tak habis pikir. "Bukankah itu terlalu manis?" Lalu tersenyum menggoda kejombloan teman-temannya.
"Aku tak tergoda," seloroh Archie.
“Gun!" Lalu memanggil temannya itu.
"Hmm," sahut pemilik nama, masih sibuk dengan biskuit yang kini sisa setengah wadah.
"Apa nama desa itu tadi?"
"Gaepyoung," jawab Art langsung, tak bertanya lagi alasan Archie menanyakan itu. "Yuisan Gaepyoung," Dia bahkan memberitahu nama lengkapnya, nama lengkap Gaepyoung yang dia tahu ketika upacara pernikahannya dengan Suzi. Tetua Munjong menyebutnya berulang kali.
Jemari Archie langsung bekerja cepat di keyboard-nya di depan layar yang sudah terang, sesaat setelah nama desa itu disebutkan Gun.
Ryuji berpindah ke sisi Archie untuk melihat apa yang akan dilakukan lelaki itu dengan Yuisan Gaepyoung. Sesaat kemudian dia dan Archie saling beradu pandang dengan mata sama-sama lebar, lalu menoleh Gun ke belakang bersamaan dengan gerak perlahan.
"Gun ... aku rasa idemu tentang tak menganggap pernikahan itu adalah salah besar," kata Archie mengambang.
"Apa?" tanya Gun, merasa pendengarannya kurang jelas menangkap itu. “Kau bilang apa?!”
"Kau dan Nona Suzi, adalah pasangan suami istri yang sah. Negara bahkan mengakui adat aneh desa itu sebagai warisan suci budaya negara," Ryuji menyambung lebih jelas.
Gun mengangkat punggung dari sandaran sofa, wajahnya mengerut lekat. "Maksudnya?"
Dia bahkan tak pernah mendengar itu.
"Iya kau dan Nona Suzi--"
"Minggir kau!" Gun menarik Ryuji dari sisi Archie, mengambil alih posisi itu. Tak sabar, dia memilih melihat sendiri apa yang Archie temukan tentang adat pernikahan Yuisan Gaepyoung dari internet.
Semakin jauh membaca, semakin ekspresinya berubah kelam. "Akan diteruskan ke pencatatan sipil negara," gumamnya, menyuarakan apa yang dia baca dengan mata nyalak juga hati berdebar. "Kami bahkan tidak memberikan berkas-berkas syarat seperti kartu pengenal dan lain-lain, hanya ...." Tepat di sana Gun melebarkan mata, mengingat hal kecil yang rupanya jadi boomerang.
Archie penasaran, "Hanya?"
Gun menatap pria itu lalu melengkapi penjelasannya dengan suara gamang, "Asistennya menanyai beberapa poin tentang riwayat hidup kami."
Archie mengembuskan napasnya secara kasar seraya membenturkan pungung ke sandaran kursi. "Itu cukup. Pernikahan kalian akan segera sampai ke telinga presiden."
"Tapi--"
PRANGG!!
Menginterupsi kalimat Gun, suara gelas pecah di belakang mereka lumayan membuat serangan jantung. Ketiganya serempak menoleh ke titik itu.
"Suzi."
*****
"Apa yang harus kita lakukan?" Keresahan Suzi, Gun juga merasakannya.
Saat ini dia dan gadis itu berada di rooftop. Duduk berdampingan untuk membicarakan nasib yang mengejutkan di bawah keredap kilat.
"Tenanglah. Pasti akan ada jalan keluar." Tergerak hati Gun dengan spontan untuk memberi pelukan pada wanita yang kini telah sah jadi istrinya.
Andai nama besar Suzi bukan Kim milik keluarga presiden ... Pangaribuan, Siregar, atau Nurhayati misalnya, semua mungkin tak akan serumit ini. Dia dan wanita itu akan meneruskan pernikahan tanpa beban nama besar dan perbedaan.
"Tapi aku takut. Takut Ayah akan tahu lalu menghukumku," ujar Suzi. "Juga dirimu," sambungnya. Dia mencemaskan Gun. Pria itu hanya pengawal, hukumannya mungkin akan lebih buruk dari yang nanti dia terima.
Suho pasti menggunakan Phantom untuk menelisik hingga ke desa itu, dan penjelasan mereka--orang-orang Gaepyoung, akan semakin membuat rumit.
Tak bisa memungkir, itu juga yang Gun takutkan---maksudnya Suzi, bukan dirinya. Gadis itu bahkan takut dengan suara petir, bagaimana dia bisa menghadapi ayahnya nanti dan rakyat Negara K yang notabene akan mencerca lebih ganas dari beruang.
Mulanya Gun tak ingi peduli, tapi sekian waktu kebersamaan dengan Kim Suzi, sedikit banyak membuat pandangannya pada gadis itu mulai berubah.
"Tak perlu setakut itu ... ada aku." Untuk saat ini begitu saja dulu. Sementara sampai Suzi bisa menenangkan diri, walau dia tak bisa pastikan sampai dimana kesanggupannya.
Langit luas yang tanpa bintang ditatap Gun, dalam keadaan dua tangan mendekap Suzi yang pasrah menenggelamkan kebingungannya di atas dada yang dia relakan.
"Kalau begini sekalian buat anak saja."
**
Keesokan harinya.
Kim Suho telah menarik anak buahnya dari pencarian. Tidak ada sesi tanya jawab dengan kepolisian, Suho tak ingin berita hilang putrinya tersebar lebih luas lagi dan menjadi gosip murahan. Karena saat ini Suzi sudah pulang lengkap dengan pengawalnya dalam keadaan sehat.
Tak henti dipeluk kecup putri satu-satunya itu.
"Terima kasih, Tuhan, Engkau telah mengembalikan putriku." Berulang syukur diucap di bibir juga hatinya.
Hwayoung juga ada di ruangan itu. Setelah beberapa saat memanfaatkan kesempatan memeluk anak tirinya, memperlihatkan perhatian, dia terus saja mencuri tatap pada sosok Gun yang saat ini berdiri di belakang Suzi.
“Berapa nyawa cadangan yang dia miliki?" gumamnya dalam hati. Masih saja dia merasa terancam dengan keberadaan lelaki muda itu. Padahal dua hari lalu dia bersyukur hebat karena Gun sempat dinyatakan tewas oleh sebagian Phantom. "Sial!"
Lee Gun menolehnya sekilas lalu menyeringai tipis. "Aku tak akan mati semudah itu, Nyonya." Jelas dia bisa membaca karena Hwayoung memperlihatkan dengan sangat jelas dari matanya.
"Gun, aku ingin bicara banyak denganmu," kata Kim Suho di sela itu, Gun menyatakan kesiapannya dengan segera. Suho meneruskan titahnya pada Suzi seraya membelai rambut panjang putrinya yang tergerai dengan kelembutan. "Istirahatlah, Sayang. Ayah akan menyuruh pelayan masak yang enak untukmu hari ini."
Suzi mengangguk dengan senyuman. "Baik, Ayah."
Ya, keputusan akhirnya adalah pulang dan menemui Suho. Urusan pernikahan, Gun dan Suzi sepakat akan memikirkannya nanti.
Puas bercerita banyak tentang apa yang terjadi selama mereka dinyatakan hilang--dengan sebagian berisi kalimat karangan pada presiden dan Jae Won, berakhir dengan pujian setinggi gunung. Gun diperbolehkan libur dan menghabiskan waktu istirahatnya di rumah---rumah Hyena atau rumah mana pun yang dia ingin.
Kesempatan itu diambil Gun untuk meneruskan misi terdahulunya yang tertunda karena urusan Suzi.
Menemui Menteri Tenaga Kerja--Ming Deok-su, otak pembunuhan mendiang Park Hyena.
Dari informasi yang dikirim Archie, pria menteri itu sudah kembali ke kediamannya sejak kemarin.
"Tunggu siksaan berikutnya dariku, Ming Deok-su."
Saat ini berada di atas atap sebuah gedung, Gun sudah merubah diri menjadi Goblin. Sepatu dan pakaian senada hitam, lengkap dengan hoodie dan kacamata hitam serta masker yang masih terlipat di bawah dagu.
Setidaknya semua urusan harus diselesaikan secara berurutan sesuai mana yang lebih dulu.
Gun berpikir tak tenang saat memikirkan tentang mendiang kekasihnya, Hyena. Dendam kematiannya belum tuntas. Ditambah, yang dia dengar dari Archie, orang-orang Ming Deok-su yang berada dalam penjara tewas keracunan makanan yang dikirim dari luar lapas.
Itu jelas perbuatan sang menteri untuk mematikan saksi dan mencegah mereka buka mulut lebih jauh tentang keterlibatannya melenyapkan seorang gadis wartawan.
Setelah menaikkan masker ke wajah, Gun berlari ringan di atas atap gedung ke atap lainnya, menuju kediaman target yang berada di bagian ujung dekat menara.
“Aku datang ... Ming Deok-su bajingan!”
😄😄😄😄😄
lanjut thooorrr/Good//Good/