Mantan Prajurit
“Aku tidak membunuhnya!” Jonas Lee menyangkal tuduhan. Cepat menarik bangkit tubuh, menjauh dari seonggok raga tanpa nyawa di atas tanah sangat dekat dari hadapan.
Dua orang berseragam army baru saja datang seketika diserang keterkejutan yang maha dahsyat, gegas keduanya merendahkan tubuh, memeriksa mayat. “Dia mati.”
Dengan sorot tajam rahang mengetat, satu di antaranya mendongak wajah pada Jonas, memberi tatapan kelam.
“Pisau itu ada di tanganmu!” geramnya.
Jonas mengangkat naik tangan kanannya.
Benda itu tergenggam dengan lumuran darah yang masih basah, sontak mematahkan sangkalannya secara bukti. Jelas mereka akan memberi pandangan skeptis.
Jonas menjatuhkan pisau itu dengan cepat lalu menggeleng. “Tidak! Aku hanya mencabutnya dari perut Rowan.” Jasad itu dilihatnya sembari menelan ludah. “Aku menemukannya sudah dalam keadaan seperti ini.”
“Dan kami menemukanmu sebagai orang terakhir!” hardik yang lain dari dua pria itu seraya bangkit berdiri, sorot matanya diselimut amarah yang sudah pecah di ubun-ubun. “Rowan bahkan masih hidup sepuluh menit lalu! Aku bersamanya menemani Maria di tenda dapur dan kami masih tertawa-tawa!”
“Benar! Dia pergi hanya untuk buang air kecil!” Temannya menguatkan fakta tanpa ikut berdiri. “Dan sekarang kami menemukannya dalam keadaan mati ... bersamamu!”
“Bukankah tidak masuk akal jika orang lain yang melakukannya di waktu sesingkat itu?!”
“Kau orang yang kami dapati di akhir hidupnya dengan pisau sialan yang penuh darah!”
Jonas Lee bergeming, dua orang itu terus mencecarnya tanpa memberikan kesempatan untuk menjelaskan. Demi tak mempertahankan apa yang diyakini, dia tetap menyangkal, “Tidak! Sungguh bukan aku!”
Pria yang berdiri memelototi dengan raut kelam. “Jika benar-benar bukan kau ... buktikan sebisamu! Selamatkan dirimu dari jeratan hukum!”
Pasang mata Jonas Lee melebar sempurna.
Jeratan hukum, itu artinya?
Beberapa waktu kemudian ....
“Kau kami tangkap! Jelaskan apa pun yang kau tahu di ruang interogasi kepolisian!”
Tidak melawan atau berkata lagi, Jonas merelakan dirinya digelandang aparat menuju sebuah mobil dengan bunyi sirine nyaring. Kedua tangannya terborgol di depan, ekspresinya sedatar lantai.
Semua orang menatapnya dengan ekspresi berlainan.
Ada yang marah dan memaki. Mereka adalah yang sangat menyayangkan kenapa prajurit emas itu harus membunuh.
Ada yang menatap sinis. Mereka dari kubu yang membenci karena beberapa keunggulan yang mereka tak punya namun dipunyai Jonas.
Ada pula yang menatap sedih. Mereka adalah para prajurit terdekat Jonas yang terbentuk dalam sebuah konsep sederhana; 'pertemanan'.
Jonas Lee menyapukan tatapan pada mereka tanpa makna, kemudian menemukan seraut wajah dengan seringai jahat. “Aston!” pekiknya dalam hati, matanya melebar menatap pria dengan nama yang baru saja dia sebutkan. Namun kemudian pria itu mundur menjauh lalu menghilang ditelan gelap. “Dia?”
“Masuk!”
Seruan polisi menyentak imajinya dengan sembarang. Tubuhnya didorong kasar masuk ke dalam mobil lalu terbenam di sana tanpa berontak.
“JOOOOO!” Teriakan teman-temannya di luar seperti melodi yang menghancurkan. Mereka terlihat berlari mendekat lalu frustrasi karena mobil mulai melaju meninggalkan camp prajurit khusus yang sudah mereka tinggali tiga bulan belakangan ini.
“Kita kehilangan Jonas.”
“Aku yakin bukan dia pelakunya!”
“Tentu saja! Prajurit sehebat dia mana mungkin harus membunuh!”
“Semoga dia bisa kembali dan terlepas dari hukuman.”
....
Dalam duduk diamnya di dalam mobil, Jonas merunduk menatap borgol besi yang mengikat dua pergelangan tangannya.
“Benarkah aku akan berakhir seperti ini saja?” Suara hatinya mencuat ke kepala lalu memikirkannya mendalam. “Aku tidak membunuh Rowan.”
Tapi siapa yang akan percaya dengan bukti sekongkret itu.
Jonas mengingat bagian dimana dirinya menemukan Rowan yang sekarat dengan tancapan pisau tepat di perut, di belakang tenda darurat yang sangat sepi.
Saat di penghujung napas, Rowan dengan kesulitan ingin mengatakan sesuatu, namun malaikat maut menariknya lebih cepat sebelum kata terlontar dari mulut lelaki yang terkenal dengan kejahilannya di camp tersebut.
Saat yang sama, bayangan wajah Aston dengan seringai mengerikan tadi ikut berbaur dalam pikiran. Kening Jonas Lee mengerut tebal, memikirkan lagi.
“Mungkinkah dia pembunuhnya?”
Jonas mulai merangkai perangai pria itu di kepalanya.
Sejauh ini Aston memang selalu menunjukkan ketidaksukaannya.
Semua berawal dari Pulau Own. Posisi pasukan khusus di pantai timur pulau itu saat pembebasan budak oleh sekelompok bajak laut, dimandatkan kepemimpinannya pada Jonas Lee oleh kepala pasukan mereka sebagai penyerang garis depan. Aston tak suka itu. Dia merasa dipergunakan hanya sebagai cadangan dengan berposisi di garis ketiga dari belakang.
Dan keberhasilan Jonas yang tanpa cela dari misi itu, semakin membuat Aston meradang kebencian hingga tidak terukur sebesar apa.
Sesingkat itu yang Jonas tahu tentang pria yang sama sekali tak pernah dianggapnya musuh.
Untuk saat ini tidak ada jalan memastikan. Hanya dinilai dari seringai yang seolah memperolok, Jonas tak bisa mengasumsikan secara yakin jika pria itu adalah pembunuh Rowan yang sebenarnya.
Bisa saja Aston hanyalah ber-euforia karena dirinya lenyap dari kesatuan, sementara pembunuh sebenarnya masih berkeliaran tanpa diketahui.
Tak terasa mobil melaju semakin jauh meninggalkan camp yang berada di tepi gurun pasir selatan tempat para para prajurit tinggal dan Rowan mati terbunuh.
Kegelapan menyelimuti area yang dilintas. Pepohonan berjejer tinggi sepanjang jalan yang kadang membuat laju mobil tidak seimbang karena serat jalanan yang bergelombang.
Cahaya yang dihasilkan hanya dari sorotan mata lampu bagian depan mobil.
Dari pikiran yang mulai kusut, tatapan Jonas Lee jatuh pada sosok aparat di sampingnya. Nampak tenang dengan pandangan ke depan, sementara pistol masih di tangan.
Curian pandang berikutnya jatuh ke muka, ada pengemudi yang juga berseragam aparat dan satu rekan di kursi sampingnya. Sementara jauh di depan, mobil yang membawa jenazah Rowan percaya diri jadi pemimpin.
“Aku tidak bersalah! Aku tidak ingin menjadi pesakitan dengan mengorbankan diriku sendiri menggantikan pembunuh yang sebenarnya. Jangan harap!”
Mata Jonas melirik tajam kiri dan depan, mengamati situasi untuk memulai sebuah tindakan.
“Baiklah!”
GREPP!
Dua kaki prajurit ini menendang kepala petugas di sampingnya dan dengan cepat merebut pistol dari tangannya.
Suasana di dalam mobil mendadak gaduh.
Sampi selang beberapa waktu kemudian .....
Desing peluru tak terhitung jumlah membelah udara menjadi gelombang kejut di keheningan hutan Algasa, menembus kecepatan suara.
“CEPAT TANGKAP DIA!”
“LARINYA KE ARAH SANA!”
Teriakan petugas sahut bersahutan menantang langit.
Jonas Lee, dia berhasil kabur.
Saat ini sepasang tungkai kakinya berlari cepat menembus gelap yang dikuasai pepohonan tinggi di dalam hutan.
Tidak ada acara menoleh ke belakang. Terus lari, jangan berhenti sampai mereka tak sanggup mengejar lagi.
Terkabul di menit kelima puluh.
Dia menghentikan larinya. Dengan napas memburu menoleh ke belakang dalam kewaspadaan tinggi.
Sepi!
Tidak ada derap lari kencang banyak kaki seperti tadi, tidak ada desing peluru peringatan yang menjengkelkan. Hanya ada suara burung malam yang memberi kesan sumbang dan sedikit horor.
“Mereka menyerah begitu saja?” Jonas tersenyum kecut. “Pengecut!”
Setelah mencela, langkah kembali diayunnya. Sedikit terseok karena deraan lelah yang menguras banyak tenaga.
“Sial! Alih-alih naik pangkat, aku malah terdampar dan jadi buronan hukum.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 136 Episodes
Comments
Gendo Anarki.
Bagus sekali cerita awal nya . pasti selanjutnya bagus.
2024-10-29
1
Delita bae
salam hangat , salam sehat , salam kenal jika.berkenan mampir juga👋👍💪🙏
2024-11-14
0
MasWan
menarik
2024-11-07
0