Dante Witama sang mafia kelas kakap, pria cuek dan berdarah dingin ini. Tidak akan pernah segan-segan, untuk menghakimi seseorang yang telah berbuat salah kepadanya. Beliau akan menghormati orang yang medikasikan, untuk bekerja sama dengan cara baik dengannya.
Putri seseorang rekan kerjanya Andika, harus siap menelan pil pahit dalam hidupnya. Karena kedua Orang tuanya, telah dibunuh oleh Dante Witama. Karena telah menggelapkan uang perusahaan senilai 30 triliun, untuk dipakai bersenang-senang.
Pada akhirnya putri Andika, bernama Jeslin, harus siap menjadi istri dari mafia kejam itu, sebagai balasan perbuatan ayahnya, telah menggelapkan uang perusahaan. Jeslin berada dalam jeruji penderitaan, tidak pernah merasakan bahagia, semenjak menikah dengan Dante. Karena Dante menjadikan dirinya layaknya budak.
Apakah suatu hari ini Jeslin, akan mampu meluluhkan hati mafia kelas kakap yang dingin dan kejam ini? Yuk ikuti kisah keduanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Imut Manis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Draft
Setelah tiga bulan sering merasakan mual dan capek. Setiap hari Jeslin bolak-balik masuk ke kamar mandi. Demi mengeluarkan semua muntah. Pagi itu wanita itu merasakan mual yang berlebihan. Sehingga membuat kepalanya semakin sakit saat itu. Dante melihat kejadian itu, disaat istrinya sedang panik saat itu.
"Kepala aku sangat sakit ...," gumam Jeslin didalam hati, sambil terus memegang bagian kepalanya yang sakit.
Dante menghampiri wanita itu yang ada di kamar mandi. Lalu mengambil minyak telon untuk mengobati wanita itu. Dante mengolesi minyak telon ke leher dan punggung wanita itu. Sehingga membuat Jeslin memuntahkan semua ke toilet.
"Gimana kamu sayang? Sudah sembuh, kah, kamu?" tanya Dante, melirik kearah wanita itu saat itu.
Jeslin memegang pinggang Dante, untuk menopang badannya supaya tidak sakit lagi. Jeslin tak kuat berdiri disaat itu, karena serangan pusingnya hampir membuatnya hilang kesadaran pada saat itu. Sehingga Dante langsung membawanya ke rumah sakit.
"Ayo kita ke rumah sakit. Kalau nunggu pusingnya sembuh, tanpa pengobatan sama saja bohong," ujar Dante dengan tatapan serius. Takut terjadi sesuatu pada Jeslin, menghindari wanita itu sampai jatuh pingsan.
"Ti-Tidak. Aku bosan berurusan sama rumah sakit terus. Aku pengen aku sembuh secepatnya," jawab wanita itu, malas dibawa ke rumah sakit.
Dante tertawa sendiri menyindir wanita itu. Bagaimana mau sembuh, jika ke rumah sakit saja tidak mau. Jeslin tetap kekeh pada pendiriannya saat ini, ingin diobati di rumah saja. Dia malas menaiki mobil, meminta Dante untuk memanggil dokter.
"Gimana mau sembuh! Kalau tidak mau berobat. Pokoknya, kamu harus berobat sekarang!" seru pria itu memaksa Jeslin untuk berobat.
"Ga-Gak usah bawa saya berobat. Saya mudah mabuk kendaraan, Dante. Tolong, panggil saja dokter kesini," sahut wanita itu meminta dipanggil dokter.
"Yakin? Gak mau langsung ke rumah sakit kita, Jes?" tanya Dante balik.
"Tidak. Saya disini saja menunggu dokter. Aku mudah mabuk Dante. Tubuhku semenjak hamil, sulit naik mobil sekarang ini pengen muntah terus," jawab Jeslin, mengolesi minyak kayu telon ke kaki.
"Baiklah. Sebentar biar aku panggilkan dokter," jawab Dante.
"Iya."
Dante keluar dari kamar lalu mencoba menghubungi dokter. Pria itu menghubungi dokter Dika. Sang Dokter yang telah menangani Jeslin selama masa kehamilan. Jeslin cocok berobat kepada Dokter Dika. Setiap kali Dokter Dika menangani wanita itu, pasti langsung membuat pusing Jeslin sembuh.
"Halo, Pak."
"Halo dokter Dika ...," sapa balik Dante dengan mode serius.
"Iya, Pak. Ada yang bisa saya bantu saat ini?" tanya Dokter Dika.
"Begini Dokter istri saya lagi mual dan muntah-muntah. Mau bilang kepada dokter bisakah datang mengobati istri saya di rumah? Istri saya lagi malas ke rumah sakit, maklum lagi mengandung, mabuk naik mobil dirinya?" tanya Dante kepada Dokter Dika.
Dokter Dika sulit untuk menjawabnya. Nanti sekitar satu jam lagi, wanita itu akan menemui salah satu pasiennya di rumah. Dokter Dika sulit untuk menolak karena takut dengan mafia kelas kakap itu. Akhirnya dari pada masalah semakin panjang, Dokter Dika nurut dan mengiyakan akan datang ke rumah Dante.
"Baik. Saya akan datang ke rumah, Pak. Sekitar satu jam saya akan sampai disana. Karena perjalanan juga sangat macet, jadi estimasi tunggunya satu jam," jawab Dokter Dika dengan serius.
"Oke, Dokter. Saya akan tunggu di rumah."
"Baik, Pak. Terima kasih."
Setelah menghubungi Dokter Dika. Dante masuk kedalam kamar. Saat itu pria itu memakai jas hitam mengkilat, dilapisi dengan kemeja biru didalamnya. Mengurungkan niatnya untuk pergi ke kantor. Dante akan mengurus istrinya sendirian. Karena anak yang ada didalam rahim wanita itu, sangat diharapkan oleh Dante lahir berapa bulan lagi.
Dante tidak mempunyai perasaan terdalam kepada wanita itu. Hanya saja ingin mengambil anaknya suatu saat nanti, menjadi penerus perusahaan Dante. Pria itu sudah malas menikah. Dilakukan olehnya saat ini hanya menjalankan pernikahan kontrak selama lima tahun saja. Pernikahan yang memakai tempo waktu. Jika nanti telah berada diangka lima tahun, keduanya akan siap bercerai.
"Sudah saya panggil Dokter Dika. Jadi Dokter Dika akan segera kesini. Kurang lebih estimasi menunggunya selama satu jam." Dante masuk kedalam memberitahu Jeslin saat itu.
"Oke. Akan saya tunggu," jawab Jeslin.
Jeslin menahan mengerang sakit saat itu. Wanita itu menahan rasa sakit yang ada di kepala. Pusingnya sangat berlebihan sehingga membuatnya ingin pingsan. Untung saja dirinya kuat, Jeslin yang sudah keringat dingin berusaha menahan rasa sakitnya.
"Hmm semoga saja aku bisa menahan rasa sakitnya," gumam wanita itu didalam hati.
"Gimana kamu masih kuat atau tidak? Menunggu sampai satu jam kedatangan Dokter Dika?" tanya Dante saat itu.
"I-Iya. Aku kuat kok menahan semua."
Jeslin melihat kearah Dante, pria itu tidak berangkat bekerja. Sehingga Jeslin merasa heran. Mengapa pria itu belum juga berangkat pada saat itu. Jeslin tidak mau merepotkan orang lain. Jeslin berusaha untuk memberikan pertolongan kepada dirinya sendiri.
"Kamu gak berangkat bekerja, Dan? Sudah jam berapa ini? Sudah mau jam sembilan pagi loh. Nanti kamu terlambat lagi pergi ke kantor," ucap Jeslin.
"Gak. Aku hendak menjaga kamu disini. Jadi saya tidak masuk kantor dulu selama 2 hari. Hari ini dan besok aku tidak pergi ke kantor. Mau menemani kamu yang sakit," jawab Dante penuh kehangatan saat itu.
"Jangan temani saya karena saya bisa sendirian. Nanti, kalau kamu ngambil libur mulu. Gimana mau handle anak buah kamu disana. Perusahaan itu tanpa ada bos disana. Belum tentu berjalan sempurna disana," ucap Jeslin bersikap lebih dewasa, mengerti dengan jadwal suaminya yang sangat padat.
Sepadatnya jadwal Dante di kantor. Dia adalah pemilik perusahaan. Bisa saja dirinya menyuruh orang kepercayaan dirinya, untuk menghandle perusahaan. Sehingga tidak perlu membuat Dante ambil pusing. Setiap dia tidak masuk kantor, ada seseorang yang disuruh oleh Dante untuk menghandle perusahaan.
"Aku tahu itu Jeslin. Tidak lama-lama kok saya meninggalkan perusahaan. Palingan liburnya paling lama satu minggu. Tidak libur sampai satu tahun," celetuk Dante saat itu.
"Hmm kamu susah sangat dibilangi Dante. Mana tahu kita ada yang berbuat jahat disana," ucap Jeslin sulit percaya kepada orang lain.
"Hahaha jangan jauh-jauh Jeslin. Buktinya Orang tua kamu juga berbuat seperti itu kepadaku." Dante memberikan contoh tidak jauh-jauh dari sekitarnya.
Jeslin semakin tersinggung tidak seharusnya Dante membahas penggelapan dana yang dilakukan oleh Orang tuanya. Jeslin mengerutkan kening saat itu. Dirinya merasa sangat sakit hati dengan perkataan Dante saat itu.
"Kamu menyinggung aku?" tanya Jeslin saat itu.