Danisha Putri atau yang akrab di sapa Anis, tidak menyangka niatnya ingin menolong persalinan seorang wanita yang menderita keracunan kehamilan justru berujung menjadi sasaran balas dendam dari seorang pria yang merupakan suami dari wanita tersebut, di kala mengetahui istrinya meregang nyawa beberapa saat setelah mendapat tindakan operasi Caesar, yang di kerjakan Anis.
Tidak memiliki bukti yang cukup untuk membawa kasus yang menimpa mendiang istrinya ke jalur hukum, Arsenio Wiratama memilih jalannya sendiri untuk membalas dendam akan kematian istrinya terhadap Anis. menikahi gadis berprofesi sebagai dokter SP. OG tersebut adalah jalan yang diambil Arsenio untuk melampiaskan dendamnya. menurutnya, jika hukum negara tak Mampu menjerat Anis, maka dengan membuat kehidupan Anis layaknya di neraka adalah tujuan utama Arsenio menikahi Anis.
Mampukah Anis menjalani kehidupan rumah tangga bersama dengan Arsenio, yang notabenenya sangat membenci dirinya???.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon selvi serman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Harga diri.
"Ini sesuatu yang anda minta tadi, tuan." Jasen menyerahkan sebuah paper bag mini pada Ansenio. Setelahnya pandangan Jasen beralih pada Anis.
"Silahkan masuk, Nona !!!." ucap Jasen ketika menyaksikan Anis masih diam terpaku.
Anis mulai mengayunkan langkahnya memasuki kamar hotel.
Tanpa di sadari Anis kini Jasen telah melangkah ke luar dari kamar hotel.
Ceklek.
Mendengar suara pintu kamar hotel yang baru saja di tutup membuat Anis menoleh ke sumber suara untuk sejenak.
Kini tatapan Anis kembali pada Ansenio yang berdiri di depannya. Sesekali pria tampak memijat kepalanya yang terasa pusing.
"Kenapa anda meminta saya datang ke sini, tuan Ansenio???." tanya Anis. Ia masih berusaha terlihat tenang di depan Ansenio, padahal kenyataannya ketakutan sudah merajai hati Anis saat ini.
Bukannya menjawab, Ansenio justru membuka paper bag mini pemberian Jasen dan mengeluarkan isinya lalu melemparkannya ke arah Anis.
Anis membungkuk untuk mengambil barang tersebut. Sebagai seorang dokter spesialis kandungan tentunya Anis sangat mengenal benda tersebut.
"Pil kontrasepsi??." lirih Anis, sebelum kemudian kembali menatap Ansenio.
"Untuk apa anda memberikan pil kontrasepsi padaku, tuan??." Anis sadar jika pertanyaan itu mungkin terdengar bodoh, namun ia tetap melontarkannya itu pada Ansenio.
"Minumlah !!! Dan saya rasa kau cukup paham akan kegunaannya, Saya tidak ingin sampai anak saya lahir dari r*him wanita sepertimu." kata Ansenio.
Hati Anis seperti di tusuk sembilu mendengar ucapan Ansenio yang terdengar begitu menyayat hati.
Anis masih diam terpaku, seakan tubuhnya membeku. Sementara Ansenio yang hampir gila menahan gej*lak di dalam dirinya kini melangkah mendekati Anis.
Sudut bibirnya terukir seringai.
"Sepertinya kau sudah mulai tak sayang lagi dengan keluargamu." kata kata Ansenio yang terdengar seperti sebuah ancaman seakan kembali menyadarkan Anis dari lamunannya.
"Baiklah, saya akan meminumnya." dengan langkah lemahnya, Anis berjalan menuju nakas untuk mengambil sebotol air mineral untuk meminum pil kontrasepsi di genggamannya.
"Lepaskan semua pakaian yang melekat pada tub*hmu !!!." perintah Ansenio terdengar seperti hinaan bagi Anis.
Melihat Anis masih diam saja belum melakukan pergerakan apapun membuat Ansenio yang sudah tak sanggup lagi menahan g*irah di dalam dirinya memutuskan untuk menghubungi Jasen. Ia mengeluarkan ponselnya dari saku celananya kemudian mulai menghubungi Jasen.
"Ratakan rumah orang tua_." melalui sambungan telepon Ansenio memerintahkan Jasen untuk melakukan sesuatu, namun belum Ansenio menuntaskan kalimatnya Anis lebih dulu menyela.
"Jangan lakukan itu !!! Baik, Saya akan melakukan apa yang anda perintahkan, tuan." sela Anis dengan cepat.
Ansenio tersenyum menyeringai mendengarnya, sebelum kemudian memutuskan sambungan teleponnya, tanpa peduli di seberang sana Jasen dibuat bingung olehnya.
Dengan berat hati Anis mulai menanggalkan satu persatu pakaian yang kini melekat pada tub*hnya. Anis merasa Ansenio telah menginjak-nginjak harga dirinya hingga tak ada lagi yang tersisa.
Kini hanya tinggal pakaian d*lam saja yang melekat pada tub*h putih nan m*lus milik Anis.
"Tanggalkan semuanya sampai tak ada yang tersisa!!." perintah Ansenio kembali mengkoyakan harga diri Anis. Kini Anis merasa dirinya tak ubahnya seorang j*lang di hadapan pria itu.
Glek.
Dengan susah payah Ansenio menelan salivanya ketika menyaksikan pemandangan yang begitu menggiurkan tersaji di depan mata.
Ansenio yang merasa g*irah hampir meledakan kepalanya akibat reaksi obat per*ngsang di tubuhnya, lantas menarik tub*h polos Anis lalu meraup bibir Anis dan mel*matnya dengan rakusnya.
Dengan mata terpejam serta air mata yang berderai membasahi sudut matanya, Anis hanya pasrah. Malam ini kamar hotel menjadi saksi bisu, di mana seorang Ansenio merenggut kesuciannya. Hancur, sudah pasti Anis merasa hatinya begitu hancur, wanita mana yang tidak akan merasa hancur ketika sesuatu yang paling berharga dalam hidupnya direnggut oleh pria yang begitu membenci dirinya.
***
Keesokan harinya, Ansenio yang terjaga lebih dulu lantas beranjak dari tempat tidur. Alangkah terkejutnya ia ketika melihat bercak darah yang mengotori seprei putih, ketika ia menyibak selimut dari tubuhnya.
Tatapan Ansenio langsung tertuju pada wajah Anis, yang tampak begitu teduh ketika sedang terlelap seperti saat ini.
"She's still a v*rgin..." lirihnya.
*
Pukul sembilan pagi Anis baru terjaga dari tidurnya dan kini ia hanya seorang diri di kamar hotel.
Anis menyapu pandangan ke seluruh ruangan kamar hotel, ruangan yang menjadi saksi bisu di mana Ansenio merenggut kesuciannya.
"Dia pergi begitu saja." lirih Anis dengan mata yang telah di genangi air mata. kini harga dirinya sudah hancur lebur lagi dihadapan Ansenio, sesuatu yang paling berharga dalam hidupnya bahkan telah direnggut oleh pria itu dan ia justru pergi begitu saja. Setidaknya itu yang kini ada dibenak Anis, ketika tak Melihat keberadaan Ansenio.
Anis merasakan sakit pada sekujur t*buhnya terutama pada bagian int* tub*h nya. Dengan sekuat tenaga Anis berusaha bangkit dari tempat tidur menuju kamar mandi untuk membersihkan t*buhnya. meski harus beberapa kali tubuh lemahnya terjatuh akibat rasa sakit pada bagian s*nsitifnya, namun pada akhirnya Anis berhasil berjalan menuju kamar mandi hotel.
Di bawah kucuran air yang mengalir dari shower, Anis menjatuhkan air matanya. tidak ada lagi harapan untuk ia bisa kembali bersama dengan pujaan hatinya karena kini kesuciannya sudah direnggut oleh seorang pria bernama Ansenio Wiratama, seorang pria yang terang-terangan mengakui kebenciannya terhadap dirinya.
Bukannya lemah, Anis menangis demi mengurangi rasa nyeri di hatinya akibat diperlakukan layaknya seorang wanita j*lang oleh Ansenio. di tiduri lalu di tinggal begitu saja, lalu apa namanya jika bukan wanita ******.
Cukup lama Anis berada di kamar mandi sampai dengan beberapa saat kemudian ia pun beranjak dari kamar mandi. Namun baru saja membuka pintu kamar mandi, pandangannya sudah disajikan dengan seorang pria yang kini hanya mengenakan celana panjang jeans serta bert*lanjang dada, duduk di sofa kamar hotel.
Siapa lagi pria itu kalau bukan Ansenio Wiratama. Ternyata tadi Ansenio tengah berada di balkon kamar hotel menikmati sebatang r*kok, satu kebiasaan buruknya yang kembali dilakukan setelah kematian sang istri.
"Saya pikir tadi kamu tidur di kamar mandi." sindir Ansenio, karena Anis cukup lama di kamar mandi.
Anis hanya diam saja, tidak berniat merespon ucapan Ansenio. Ia memungut satu persatu pakaiannya teronggok di lantai akibat perbuatan Ansenio semalam.
"Tidak perlu memakainya lagi, Jasen sedang dalam perjalanan menuju ke sini untuk mengantarkan baju ganti untukmu." kata Ansenio seraya memasang kaosnya.
"Baik, Tuan." hanya itu yang terlontar dari bibir Anis, sebelum kemudian ia beranjak menuju nakas untuk mengambil pil kontrasepsi yang semalam di berikan Ansenio padanya lalu memasukkannya ke dalam tas selempang miliknya, dan tentu saja pergerakan Anis itu tak luput dari perhatian Ansenio.
terus semangat berkarya thor...