Undangan sudah disebar, gaun pengantin sudah terpajang dalam kamar, persiapan hampir rampung. Tapi, pernikahan yang sudah didepan mata, lenyap seketika.
Sebuah fitnah, yang membuat hidup Maya jatuh, kedalam jurang yang dalam. Anak dalam kandungan tidak diakui dan dia campakkan begitu saja. Bahkan, kursi pengantin yang menjadi miliknya, diganti oleh orang lain.
Bagaimana, Maya menjalani hidup? Apalagi, hadirnya malaikat kecil.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Egha sari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25. Khaira dan Khaysan.
Pagi yang sepi dan masih gelap. Pria yang mungkin sangat kelelahan, tertidur dengan posisi duduk. Kepalanya jatuh bersandar diatas bed, dengan tangan menggenggam Maya.
Dia seperti seorang suami, yang begitu mencemaskan keadaan sang istri. Padahal, mereka tidak memiliki ikatan apa-apa, selain teman dan hubungan kemanusiaan.
Maya yang sudah lama terbangun, enggan untuk bergerak. Rasa tidak tega, bercampur rasa bersalah, yang mendiami hatinya selama ini. Utang budi yang terlalu banyak, membuatnya tidak enak hati. Apalagi, ia sama sekali tidak tahu cara membalasnya.
Suara gedebuk dan beradu argumen, terdengar depan pintu. Seperti sedang berebut masuk ruangan lebih dulu.
"Selamat pagi," Sapa Sherly dengan volume memenuhi ruangan. Seketika, ia menurunkan volume suaranya, ketika Maya menempelkan telunjuknya di bibir.
"Selamat pagi," sapa Fira, dengan setengah berbisik.
Mereka meletakkan kotak makanan yang dibungkus. Lalu, saling menyikut, ada pemandangan indah didepan sana. Ansel masih tertidur dengan posisi tidak nyaman.
"Fira, juga bilang apa, Ma. Kakak pasti menyukai Maya," bisik Fira yang hanya terdengar oleh mereka berdua.
"Iya, Mama tahu."
Keduanya berpindah posisi, dengan mendekati box bayi.
"Selamat pagi, sayang-sayangku."
Saphira dan Sherly tampak mengelus-elus pipi Khaira dan Khaysan.
"Ma, mirip siapa?" bisik Fira.
"Belum tahu. Mereka baru lahir, mungkin nanti setahun baru tampak wajah siapa."
"Kok, lama?"
"Mama, mana tahu."
Sherly, mengambil kotak makan, meninggalkan box bayi. Karena dua cucunya, masih tidur.
"Sarapan dulu, May. Mama bawa sop ayam dan capcay. Kamu harus banyak makan, biar asi mu lancar." Sherly memberikan kotak makan dan meletakkan segelas susu, diatas nakas.
"Terima kasih, Ma."
"Aduh, anak ini. Kenapa tidur disini?" Sherly mengelus rambut putranya.
"Dia lelah, Ma."
"Ya, sudah. Biarkan saja. Jika butuh sesuatu, panggil Mama."
Tepat pukul sembilan pagi, dokter datang untuk memeriksa kondisi Maya, sekaligus mengganti perban. Ansel sendiri sudah pindah disofa, karena dibangunkan sang ibu. Tapi, pria itu kembali tidur.
"Ada keluhan?" tanya dokter Marsya.
"Hanya nyeri, dokter."
"Oke, lukanya masih basah. Ibu jangan banyak bergerak dulu. Obatnya juga harus rutin."
"Terima kasih, dokter."
"Sama-sama, Bu. Besok, ibu boleh pulang. Nanti rawat jalan untuk ganti perban. Atau dokter Ansel bisa mengganti perban ibu di rumah."
"Terima kasih, dokter." Maya menjawab seadanya, malas meladeni. Entah mengapa, nada bicara dokter Marsya, seolah sedang menyindir.
Setelah, dokter pergi. Para perawat datang mengambil bayi Maya, untuk dimandikan. Tentu saja, Sherly dan Fira, tidak membiarkan dua kesayangan mereka dibawa pergi orang asing. Mereka mengikuti perawat, untuk menjaga dua bayi Maya.
Karena seorang diri, Maya bangkit menuju kamar mandi. Satu tangan mendorong tiang infus, tangan satunya memegang perutnya.
"Mau kemana?" Suara serak, khas bangun tidur.
"Kamar mandi."
Ansel sudah bangkit. Meski, nyawanya belum terkumpul, ia langsung mengangkat tubuh Maya.
"Aku bisa sendiri."
Ansel tidak menjawab. Ia membuka pintu kamar mandi dan mendudukkan Maya diatas closet.
"Panggil, jika sudah selesai."
Keluar, dengan membiarkan pintu setengah terbuka. Lalu, berdiri membelakangi.
"Sudah."
Ansel kembali masuk, mengangkat tubuh Maya menuju bed.
"El, sebaiknya kamu pulang istirahat. Ibu dan Fira, sudah datang menemaniku."
"Sebentar lagi, May. Aku masih mengantuk." Kembali terbaring diatas sofa, lalu memejamkan mata.
Khaira dan Khaysan sudah mandi dan menggunakan pakaian. Aroma khas bayi, membuat ibu dan anak itu, tidak mau melepaskan pelukan. Mereka meminta, akan membawa dua bayi itu sendiri.
"Jeng Sherly?"
Sherly dan Fira, tersentak. Namun, berusaha bersikap normal.
"Oh, jeng Resti. Kebetulan sekali, kita bertemu disini." Sherly memeluk erat Khaira. Apalagi, sepasang suami istri dibelakang Resti, seolah tertarik pada bayi dalam gendongannya.
"Aku ingin memeriksa kesehatan Zamar dan istrinya. Ngomong-ngomong, itu bayi siapa?"
"Ini cucuku. Mereka kembar."
"Kembar?" Sandra dan Resti maju selangkah untuk melihat lebih jelas wajah sang bayi.
"Oh, lucunya," puji Resti dan Sandra, saat melihat Khaira dan Khaysan.
"Aku ingat putramu belum menikah."
Deg. Sherly dan Fira, masih bersikap tenang.
"Putraku sebenarnya sudah menikah. Hanya saja, acara resepsinya belum diadakan. Soalnya, istrinya keburu hamil. Hahaha... "
"Hah, aku juga ingin cucu seperti mereka.'
Jangan mimpi! Mereka cucuku!
"Boleh saya memeluknya Tante?" pinta Sandra.
"Boleh. Siapa tahu, kamu juga cepat hamil."
Sebenarnya, Sherly merasa enggan. Namun, ia tidak ingin dicurigai, jika ia menolak. Fira juga memberikan Khaysan pada Zamar, karena pria itu juga tertarik pada bayi dalam pelukan Saphira.
"Siapa namanya?" tanya Zamar dengan mata yang fokus menatap sang bayi. Ada gejolak aneh, dalam benaknya.
"Yang laki-laki, namanya Khaysan dan yang perempuan namanya, Khayra."
"Nama yang indah." Zamar mengembalikan bayi itu pada Fira. Namun, baru saja berpindah tangan, Khaysan menagis.
"Kenapa, sayang?" Fira menggoyangkan pelukannya.
Kau bertemu ayahmu dan ingin dipeluk lagi. Oh, ayolah. Dia membuangmu.
Jika saja, bayi itu sudah mengerti perkataan Fira. Ia akan langsung mengatakan apa yang ada dalam hatinya.
Tanpa diminta, Zamar kembali menggendong si bayi, hingga terdiam.
"Tampaknya, dia menyukaimu," ujar Sherly, yang sebenarnya sudah gregetan ingin merebut cucunya.
"Halo, Khay." Bayi itu tersenyum, seolah membalas ucapan Zamar.
"Cucumu menyukai putraku. Apa mungkin ini pertanda baik? Aku tidak sabar, ingin menggendong cucu sepertimu."
Ya, sebaiknya kalian cepat pergi dan kembalikan cucuku!
"Maaf, kami harus kembali. Menantuku nanti khawatir." Tanpa permisi, Sherly merebut cucunya dan meminta Sandra memberikan cucu satunya pada Fira.
"Baiklah. Kami juga harus menemui dokter."
Sherly dan Fira, berjalan dengan langkah kaki lebar. Tanpa, menoleh kebelakang. Sementara, Zamar masih mematung menatap mereka.
Khayra, Khaysan.
Maya, bagaimana kabarmu? Apa kau melahirkan bayimu dengan selamat?
Didepan pintu ruangan Maya. Sherly dan Fira, menarik napas, sekedar menormalkan detak jantung mereka. Mereka juga saling memperbaiki riasan.
"Ingat, biasa saja, Fir."
"Oke, Ma."
Sherly membuka pintu, dan tatapan Maya langsung menyambut mereka.
"Lihat, mereka sudah mandi." Sherly dan Fira memperlihatkan dua bayi, kepada Maya.
"Anak-anakku, sudah wangi."
"Iya, dong, Ma. Waktunya minum susu."
Bayi pertama yang menyusui adalah Khaysan, sebab sang bayi tampak tidak nyaman. Sementara, Khaira masih dalam pelukan Fira, yang mengajaknya mengobrol.
"Semua sehat-sehat saja, Nona." Dokter Marsya memberikan hasil pemeriksaan pada Sandra.
"Lalu, kenapa menantuku belum hamil, dokter?"
"Mungkin, Tuhan belum memberikannya. Kalian harus berusaha lagi dan menjaga kesehatan."
"Hah. Si Sherly saja, langsung diberi dua cucu."
"Maksud Anda, Nyonya Sherly?"
"Iya, benar, dokter. Menantunya melahirkan bayi kembar. Aku juga ingin sepertinya."
"Bisa, jika keluarga Anda memiliki keturunan."
"Kami punya, dokter. Almarhum suamiku, memiliki saudara kembar diluar negeri."
"Baguslah, Nyonya. Anda punya peluang besar memiliki kesempatan itu."
Akal sehat dan rasa egois, sedang berperang dalam pikiran Marsya. Mengatakan tentang Maya atau tidak ikut campur. Namun, bukankah kebenaran harusnya diketahui? Namun, teka teki pernikahan Zamar bersama Sandra masih misteri.
Ingin berkata jujur, namun takut salah langkah. Ia bisa menimbulkan masalah, karena ikut campur. Saat, dia bukan siapa-siapa. Hanya karena, merasa cemburu karena perhatian Ansel sudah melebihi batas wajar dari seorang teman.
🍋 Bersambung
Penggambaran suasana slain tokoh2nya detil & aku suka bahasanya.
Tapi sayang kayaknya kurang promo deh dr NT.
Tetaplah semangat berkarya thor, yakinlah rezeki ga kemana..
Tengkyu n lap yu thor...
biar jd penyesalan