Bukan Hanya Cinta
Dua minggu sebelum pernikahan.
"Kamu tidak menginap?"
"Nanti saja, Ma. Aku ada tugas kuliah, yang harus dikerja."
"Ya, sudah. Nanti supir yang mengantarmu. Mungkin, tiga hari lagi, anak bandel itu pulang."
"Iya, Ma. Aku pamit dulu."
Resti mengantar calon menantunya, sampai halaman.
Sore tadi, Maya mampir ke rumah Zamar, tunangannya. Ia diminta untuk melihat gaun pengantin dan pernak-perniknya. Dua minggu lagi, acara pernikahan mereka diadakan. Tapi, Zamar meminta izin, untuk menyelesaikan pekerjaannya, diluar negeri.
Supir yang mengantar Maya, sudah parkir di halaman gedung apartemen.
"Disini saja, Non?"
"Iya, Pak. Terima kasih, ya."
Maya sudah berjalan masuk kedalam, sembari menerima telepon dari seseorang.
Didalam apartemen, ia dikejutkan dengan botol-botol minuman alkohol, diatas meja. Pandangannya bergeser, pada wanita yang tersenyum dengan mengangkat gelasnya.
"Surprise."
"Kau mabuk lagi?" Maya ikut bergabung duduk diatas sofa.
"Ini acara, melepas status lajang. Ayo, bersulang!" Sandra memberikan segelas minuman alkohol, padanya.
"Aku tidak minum. Aku perlu jaga kesehatan!" ketus Maya, yang hendak beranjak, tapi Sandra meraih lengannya.
"May, segelas saja. Zamar tidak akan membunuhmu, jika kau minum segelas."
Maya kembali duduk. Sebenarnya, ada nyawa lain dalam perutnya, yang perlu ia jaga. Tapi, hal ini, menjadi rahasia. Ia mau kejutan ini, sebaiknya Zamar yang lebih dulu mengetahuinya, sebelum orang lain.
"San. Kau tahu, kan, toleransiku terhadap alkohol? Jangankan segelas, setetes saja, aku sudah pusing dan mual. Minuman itu, tidak cocok untukku."
"Ayolah, please! Satu teguk saja, setelah itu, kau boleh pergi."
Maya menghela napas. Sandra adalah sahabat, yang sudah seperti saudara baginya. Meski, keduanya berbeda status sosial. Sandra terlahir dari keluarga terhormat dan kaya raya. Tidak sepertinya, yang seorang yatim piatu. Namun, hal itu bukan menjadi penghalang keduanya, untuk menjalin hubungan persahabatan.
"Oke, satu teguk." Maya menyambar gelas itu, lalu bersulang.
Uhuk, uhuk. Tenggorokan Maya, terasa terbakar. Ia menyambar gelas lain, yang berisi air putih.
"Baru seteguk, kau sudah batuk."
"Tidak enak. Tenggorokanku aneh."
"Itulah sensasinya." Sandra, menghabiskan satu gelas alkohol dalam satu kali tegukan.
Maya bersandar, dengan kepala yang mulai pusing dan mual. Ia melirik, satu botol minuman alkohol, sudah dihabiskan Sandra. Masih ada beberapa botol lagi, diatas meja.
"Kau mau lagi?" tanya Sandra yang kembali memberikan segelas.
"Tidak. aku sudah merasakan pusing dan mual." Maya memejamkan mata. "Kau berencana mabuk?"
"Benar. Sepertinya, aku tidak bisa menghadiri pernikahanmu."
"Kenapa?" Maya membuka mata, lalu menoleh. "Kau ada masalah?"
"Orang tuaku, mengatur pernikahan, tanpa sepengetahuanku. Katanya, anak rekan bisnis mereka. Kau tahu, kan. Mereka tidak menerima penolakan."
"Lalu, apa rencanamu?"
"Aku akan keluar negeri, minggu depan dan menetap disana. Tapi, jangan khawatir, aku akan sering menghubungimu." Sandra kembali meneguk segelas penuh, minuman alkohol.
"Sudah, berhenti. Kau sudah mabuk!" Maya merampas botol minuman. Tapi, kalah tenaga dengan Sandra.
"Mabuk, adalah obat terbaikku melupakannya."
Glek, glek, glek.
Tiba-tiba, kepala Maya semakin pusing. Pandangannya berputar dan mata terasa berat. Ia. menggeleng beberapa kali, tapi tetap sama.
"Aku ke kamar dulu. Aku mau tidur."
"Hmm. Aku akan menyusul." Sandra masih sibuk dengan minumannya. Ia tidak akan bangkit, sebelum menghabiskannya.
Maya sendiri, sudah ambruk diatas kasur. Kepalanya berdentam dan dia tidak kuat menahannya.
🍋🍋🍋
Pagi menjelang.
Cahaya matahari, sudah masuk melalui ventilasi. Maya merasa silau, saat setitik cahaya menerpa kedua maniknya, yang masih terpejam.
Maya mengerjap, sembari meluruskan sendi-sendinya. Tapi, sebuah tangan kekar memeluk pinggangnya dengan erat. Dan dia baru, sadar, jika tidak menggunakan pakaian.
Maya tersenyum simpul, dia bisa menebak, siapa pria yang sedang memeluknya. Dia mendiamkan tangan itu, menunggu, sampai si pemilik terbangun.
Waktu berlalu, pria dibelakangnya mulai bergerak. Bahkan, mendaratkan kecupan di bahunya.
"Selamat pagi."
Deg.
Suara pria asing, membuat jantung Maya, terpacu. Dengan cepat, ia menoleh. Detik itu, jantung Maya, seakan jatuh diatas tanah. Matanya membulat sempurna. Ia segera bangkit, menjauhi pria asing tanpa busana, diatas kasurnya.
"Ka-kau siapa?" Suara Maya bergetar, dengan memegang erat selimutnya.
"Sayang. Jangan begitu, baru semalam kita menikmatinya. Dan kau sudah lupa." Pria itu menyeringai dan turun dari tempat tidur.
"Jangan mendekat!" Maya bergerak mundur. "Aku tidak mengenalmu. Apa yang sudah kau lakukan?"
"Sayangku. Karena, kau tidak ingat, maka aku akan membantumu mengingat kembali, bagaimana semalam kau berteriak."
Maya berlari, menuju pintu. Dengan tangan yang gemetar, ia berusaha meraih handle. Tapi, pria itu, lebih dulu menangkapnya.
"Lepaskan, lepaskan!" Maya meronta-ronta, dengan memukul pria itu, yang sepertinya tidak berdampak apa-apa.
Ia terhempas diatas kasur, dengan selimut yang hampir terbuka.
"Tolong, lepaskan aku. Aku akan memberikan apapun yang kau minta. Kau butuh uang? Aku akan berikan." Maya mencoba mengiba, dengan lelehan air mata.
"Aku hanya ingin mendengar suara desahanmu semalam." Dengan kasar, pria itu membuka selimut Maya.
"Lepaskan, lepaskan!" teriak Maya, sambil meronta. Ia akhirnya teringat, akan Sandra. "Sandra, San, Sandra," panggil Maya, tapi tidak mendapat sahutan.
Maya masih mencoba melawan, dengan memukul dada pria itu, yang perlahan menindihnya. Ia juga menendang, tapi akhirnya kalah tenaga. Ia hanya bisa mengiba dan berteriak meminta pertolongan.
"Aku mohon, tolong jangan lakukan ini," isak Maya yang mulai kelelahan.
Brak.
Maya menoleh.
"APA YANG KALIAN LAKUKAN?" teriak Zamar, dengan tatapan nyalang.
Tanpa menunggu, Zamar sudah mendekat dan menendang pria itu, hingga jatuh. Maya segera bangkit, meraih selimut untuk menutupi tubuhnya.
"Oh, bukankah ini, Tuan muda Zamar, yang sudah membiayai kekasihku?" Pria itu tersenyum, sembari perlahan bangkit.
"Za, tolong jangan dengarkan dia! Aku tidak mengenalnya dan dia mencoba memperkosaku," isak Maya.
"Sayang. Aku tahu, dia memberimu kemewahan. Tapi, kau tidak boleh, tidak mengakuiku."
Wajah Zamar memerah dengan napas naik turun. Tangannya sudah terkepal sempurna dan akhirnya mendarat.
"Kekasihmu?" Bugh bugh. Satu tendangan cukup kuat, membuat pria itu tersungkur, tidak sadarkan diri.
Maya menutup wajahnya, dengan kedua mata yang sudah basah. Ia bingung harus berbuat apa sekarang. Kemarahan Zamar, membuatnya takut sekaligus tenang, karena datang diwaktu yang tepat.
"Huan," teriak Zamar.
"Iya, Tuan."
"Bawa dia."
Huan sang sekretaris, mengambil handuk, menutupi tubuh pria itu. Lalu, membawanya keluar dibantu anak buahnya.
Zamar masih berdiri ditempat. Tangannya masih terkepal, dengan sorot mata tajam, menatap sang calon istri.
"Dia siapa?" desis Zamar. Ia sedang menahan amarah, dengan susah payah.
"Za. aku tidak mengenalnya. Aku juga tidak tahu, bagaimana ia bisa masuk." Maya kembali menunduk, dengan suara tangis.
Zamar tidak menjawab. Ia melangkah dan menarik selimut dari tubuh Maya.
"Bajingan!" umpat Zamar, dengan mata memanas. "Katakan, dengan jujur, May!" desis Zamar, dengan nada rendah tapi terdengar sangat menakutkan.
"Aku tidak mengenalnya, Za. Percaya padaku!"
"Dengan semua tanda di tubuhmu, kau masih bilang, tidak mengenalnya?" bentak Zamar, dengan berapi-api.
🍋 Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
Yeni Fitriani
udh ketebak....si sandra pelaku penjebakan.....itulah knp kitajgn pernah 100 persen percaya dgn teman terdekat.
2024-11-30
0
Lisa Icha
apakah ini direncanakan oleh Sandra?Kalau iya berarti dia yg menjebak Maya
2024-11-29
1
itin
biasanya tokoh bernama MAYA tuh karakter sebagai pelakor atau wanita rubah tapi disini tokoh utamanya ya. hehe
2024-11-24
0