Netha Putri, wanita karir yang terbangun dalam tubuh seorang istri komandan militer, Anetha Veronica, mendapati hidupnya berantakan: dua anak kembar yang tak terurus, rumah berantakan, dan suami bernama Sean Jack Harison yang ingin menceraikannya.
Pernikahan yang dimulai tanpa cinta—karena malam yang tak terduga—kini berada di ujung tanduk. Netha tak tahu cara merawat anak-anak itu. Awalnya tak peduli, ia hanya ingin bertanggung jawab hingga perceraian terjadi.
Sean, pria dingin dan tegas, tetap menjaga jarak, namun perubahan sikap Netha perlahan menarik perhatiannya. Tanpa disadari, Sean mulai cemburu dan protektif, meski tak menunjukkan perasaannya.
Sementara Netha bersikap cuek dan menganggap Sean hanya sebagai tamu. Namun, kebersamaan yang tak direncanakan ini perlahan membentuk ikatan baru, membawa mereka ke arah hubungan yang tak pernah mereka bayangkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lily Dekranasda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Suasana Hangat
Setelah pulang dari olahraga pagi dan makan bubur di taman, Netha, El, dan Al masuk ke dalam rumah mereka. Seperti biasa, langkah pertama setelah sampai adalah membersihkan diri.
“El, Al, langsung mandi, ya. Jangan lupa sikat gigi juga!” seru Netha sambil melepas sepatu olahraganya.
“Iya, tahu, tahu,” balas Al sambil menggerutu, tapi ia tetap menuju kamar mandi.
El hanya mengangguk sambil mengikuti Al, kemudian melirik kakaknya sambil berkata, “Kamu nggak bosan, Al, selalu protes tapi tetap nurut?”
“Biar ada drama dikit, El,” jawab Al sambil menyeringai.
Netha menggelengkan kepala sambil tersenyum kecil. Ia kemudian menuju kamarnya untuk berganti pakaian setelah mandi. Ketika ia selesai, El dan Al sudah lebih dulu menunggu di ruang tamu.
“Sudah segar?” tanya Netha sambil memandangi mereka yang duduk santai di sofa.
“Segar dong! Kamu aja yang kelihatan belum siap kerja,” balas Al dengan nada menggoda.
Netha menghela napas sambil menepuk pundak Al. “Ayo, kita mulai bersih-bersih rumah. Kalau nggak, bunga-bunga kita bisa layu, tahu!”
Ketiganya mulai beraktivitas. Mereka bertiga telah terbiasa menjalani rutinitas ini selama sebulan terakhir. Selama itu pula, rumah yang awalnya hanya terlihat biasa saja kini telah berubah menjadi lebih asri dan nyaman.
Di halaman depan, pot-pot warna-warni berjajar rapi. Setiap pot berisi bunga-bunga yang sedang mekar, dari mawar, melati, hingga anggrek. Warna-warna cerah ini membuat suasana rumah terasa lebih hidup. Pohon tabebuya di depan rumah sedang berbunga, menyebarkan kelopak-kelopak kuning yang jatuh menghiasi tanah seperti karpet alami.
“Lihat deh, bunga-bunga kita makin cantik,” ujar Netha sambil menyiram tanaman.
Al menatap pohon tabebuya yang berbunga lebat. “Pohon ini keren banget. Jadi kayak di film-film.”
“Kamu harus bantu siram terus, biar tetap kayak gini,” tambah El sambil mengangkat selang air untuk menyiram bunga-bunga di sudut halaman.
Di depan rumah, terdapat bangku goyang yang menjadi tempat favorit mereka bertiga. Kadang sore hari, mereka duduk di sana sambil menikmati angin sepoi-sepoi dan melihat anak-anak tetangga bermain.
Bagian dalam rumah pun tak kalah indah. Selama sebulan lebih, mereka bertiga mendekorasi ulang setiap sudutnya. Kamar El dan Al kini memiliki tema masing-masing. Dinding kamar Al dihiasi gambar-gambar pesawat tempur, lengkap dengan rak gantung berisi buku-buku favoritnya. Sementara kamar El lebih sederhana, dengan gambar pemandangan gunung dan rak buku yang berisi koleksi ensiklopedia.
“Kamar kalian ini jadi kelihatan seperti kamar anak-anak pintar,” komentar Netha suatu hari saat masuk ke kamar mereka.
“Karena kita memang pintar,” jawab Al tanpa ragu, membuat El memutar matanya sambil menahan tawa.
“Pintar ngomong maksudnya,” celetuk El akhirnya, membuat mereka semua tertawa.
Setelah membersihkan halaman, mereka beranjak ke dalam rumah untuk mengepel lantai dan merapikan barang-barang. Netha menyuruh El dan Al untuk membersihkan kamar mereka masing-masing, sementara ia fokus di dapur.
“Aku sudah bilang jangan buang kertas sembarangan, El,” protes Al dari dalam kamar mereka.
“Siapa yang buang? Itu kertasmu sendiri,” balas El.
“Sudah, jangan berantem. Kalau nggak, aku yang beresin kamar kalian, tapi kalian nggak dapat camilan nanti,” seru Netha dari dapur.
“Kita nggak berantem, kok!” jawab Al cepat-cepat sambil kembali merapikan rak bukunya.
Setelah hampir satu jam, rumah kembali rapi dan bersih. Bau bunga segar dari halaman bercampur dengan aroma kayu pel lantai membuat suasana rumah semakin nyaman.
“Kerja bagus, semuanya,” puji Netha sambil menyeka keringat di dahinya.
“Yah, cuma bagian biasa aja,” jawab Al, lalu menambahkan, “Tapi aku lapar lagi.”
“Al, kamu itu kayak mesin makan. Baru juga makan bubur,” komentar El sambil memutar matanya.
“Namanya juga masa pertumbuhan,” jawab Al santai.
Netha tertawa kecil mendengar percakapan mereka. “Oke, kita akan makan lagi, tapi nanti sore. Sekarang, ayo bersiap-siap. Kita pergi ke mall.”
Setelah selesai membersihkan rumah, Netha mengajak mereka ke Mall.
“Mau beli apa di mall?” tanya Al penasaran.
Netha, yang sedang memeriksa tasnya, dengan santai menjawab, “Mau cari papa baru buat kalian.”
Al yang polos langsung bereaksi. “Papa baru? Kan kita sudah punya papa!”
El menoleh cepat ke arah Netha, mencoba memastikan apakah itu hanya gurauan. “Kamu serius?” tanyanya, nada suaranya sedikit kaget.
Netha hanya mengangkat bahu dengan santai. “Yah, siapa tahu papa baru bisa lebih perhatian sama kalian.”
“Papa kita sudah cukup perhatian!” tegas Al sambil cemberut.
“Tenang, itu cuma bercanda, kok,” ujar Netha sambil menahan tawa kecil.
Namun dalam hati, El merasa sedikit resah. Ia tahu bahwa sebentar lagi Sean akan kembali, dan keputusan untuk bercerai akan diambil. Meski ia tak pernah mengatakannya, ia merasa khawatir jika nanti harus berpisah dengan Netha.
“Al, kamu yakin mau ikut papa?” tanya El pelan, mencoba mengalihkan pembicaraan.
Al menggeleng “Tidak, aku ingin ikut dia. Nanti aku akan meminta papa untuk ikut dia,”
El hanya mengangguk sambil menyembunyikan kekhawatirannya. Dalam hatinya, ia berharap Netha tidak benar-benar pergi setelah Sean kembali. Meski ia dan Al belum berani memanggil Netha dengan sebutan “Mama,” ia tahu bahwa Netha sudah menjadi bagian penting dalam hidup mereka.
Netha melihat ekspresi mereka berdua dan tersenyum kecil. Anak-anak ini pasti bingung dengan keadaan ini. Aku juga bingung sendiri harus bagaimana. Tapi keputusan cerai itu sudah bulat, pikirnya sambil menghela napas.
Netha kembali mengarahkan perhatian pada si kembar. Ia melirik El dan Al yang mulai terlihat sedikit lusuh setelah aktivitas bersih-bersih tadi.
“Sekarang, kalian mandi lagi. Gunakan pakaian yang bagus, ya. Kita mau ke mall, nggak boleh terlihat seperti habis bersih-bersih rumah,” ujarnya dengan nada bercanda, namun tegas.
“Astaga, mandi lagi?” protes Al sambil meringis.
El, yang lebih tenang, menatap Netha sambil berkata, “Kamu mau kita pakai pakaian apa?”
“Pilih yang paling rapi dan nyaman. Jangan sampai kamu pakai baju tidur, Al,” goda Netha sambil melirik Al.
Al mendesah berat, lalu menggerutu sambil berjalan menuju kamar mandi. “Baiklah, tapi nggak usah lama-lama ya di mall nanti!”
“El, bantuin Al pilih bajunya, ya. Aku tahu dia suka pilih yang aneh-aneh,” tambah Netha sambil tersenyum.
El mengangguk, lalu mengikuti Al ke kamar mandi.
Setelah memastikan si kembar sudah masuk kamar mandi, Netha beranjak ke kamarnya sendiri. Ia mengunci pintu, lalu menuju kamar mandi. Air hangat mengalir, menyentuh kulitnya yang kini jauh lebih kencang dan cerah setelah sebulan lebih ia merawat tubuhnya.
“Setidaknya tubuh ini sekarang lebih nyaman,” gumam Netha sambil melihat dirinya di cermin kamar mandi. Rambutnya yang panjang dan berkilau tergerai dengan indah, kontras dengan kulit wajahnya yang mulus tanpa makeup.
Setelah selesai mandi, Netha memilih pakaian yang cocok untuk acara santai. Gaya ini membuat tubuhnya terlihat lebih proporsional dan elegan tanpa terkesan berlebihan.
“Hmm, cukup bagus,” katanya sambil memutar sedikit di depan cermin. Lalu memoleskan sedikit makeup natural dan menambahkan sedikit lipbalm dan lipstik natural untuk bibirnya, kemudian menyemprotkan parfum favoritnya.
...Penampilan Netha...
...Penampilan El...
...Penampilan Al...
Ketika Netha keluar dari kamarnya, ia mendapati El dan Al sudah menunggu di ruang tamu.
“Lihat, aku lebih cepat siap daripada kamu,” ujar Al sambil menyeringai.
“Kali ini kamu menang,” balas Netha dengan tawa kecil. “Kalian berdua ganteng banget. Kita pasti jadi pusat perhatian di mall nanti.”
Al membusungkan dada. “Ya iyalah. Kita memang ganteng alami.”
El hanya tersenyum kecil sambil menggelengkan kepala. “Ayo pergi sebelum Al makin besar kepala.”
“Betul,” sahut Netha sambil memeriksa tasnya untuk memastikan semua barang penting sudah dibawa. “Yuk, kita berangkat!”
Ketiganya berjalan ke mobil, siap untuk petualangan mereka ke mall. Di perjalanan, Netha tidak bisa menahan senyumnya saat melihat El dan Al yang tampak semakin percaya diri. Ia tahu, meski hubungannya dengan mereka baru terjalin selama sebulan lebih, rasa sayang itu sudah tumbuh dengan kuat.