Anaya tak pernah menyangka hidupnya sebagai seorang gadis yatim bisa berubah drastis dalam satu malam. Tanpa pilihan, ia harus menikah dengan pria yang bahkan tak pernah terlintas di pikirannya.
Akmal, CEO muda yang tampan dan bergelimang harta, harus menelan pahitnya pengkhianatan saat calon istrinya membatalkan pernikahan mereka secara sepihak.
Takdir mempertemukan keduanya dalam ikatan yang awalnya hampa, hingga perlahan benih cinta mulai tumbuh. Namun, ketika kebahagiaan baru saja menyapa, bayang-bayang masa lalu datang mengancam, membawa badai yang bisa meruntuhkan rumah tangga mereka.
Mampukah Anaya mempertahankan cintanya? Ataukah masa lalu akan menghancurkan segalanya?
Baca kisahnya hanya di "Mendadak Jadi Istri Miliarder"
Yuk ikuti kisah mereka...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moms TZ, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
32
°
°
°
"Jika kamu tidak ingin posisi kita terancam, maka kamu harus bisa bertindak cepat dan menyingkirkan wanita udik itu!" titah Nyonya Kikan.
"Dulu mama bisa mengelabuhi papamu, maka kamu pun harus bisa dan kalau perlu kamu harus menguasai hartanya."
Khanza menatap Nyonya Kikan dengan mata berembun. Dia tidak percaya dan bahkan tidak mengerti dengan pemikiran mamanya. Dari kecil dia didoktrin untuk selalu mendekati Akmal dengan merebut perhatiannya, ternyata ini tujuannya.
"Kalau Khanza tidak mau, apa yang akan Mama lakukan padaku?" tanya Khanza dengan suara tercekat.
"Dasar anak tidak berguna, tidak tahu diuntung! Mama menyesal telah melahirkan anak sepertimu yang tidak bisa dibanggakan!" geram Nyonya Kikan lalu menghampiri Khanza dan menarik rambutnya hingga membuat wajah Khanza mendongak ke atas dan menahan kesakitan.
"Cukup... Kikan! Perbuatanmu sungguh tidak manusiawi!" Tuan Dodi datang dan langsung menghempaskan tangan istrinya.
"Aku tidak menyangka jika selama ini memelihara ular di rumahku. Aku diam bukan berarti tidak tahu apa-apa, bahkan aku tahu jika kalian saat itu bersekongkol untuk menjebakku," ucap Tuan Dodi membuat Nyonya Kikan tersentak kaget.
"Tapi karena aku merasa kasihan dengan bayimu yang tidak berdosa, maka aku tetap menikahimu dan mempertahankanmu di rumah ini. Tapi kamu terlalu serakah, itulah sebabnya kenapa sampai sekarang aku tidak menikahimu secara resmi." Tuan Dodi mendekati Khanza dan mengelus kepalanya.
"Dan dia tetap anakku, karena aku telah mengadopsinya. Tapi aku salah, karena menyerahkan pengasuhannya padamu yang justru membuatnya terperosok. Aku pikir kamu tulus menyayangi anakmu sendiri, tapi ternyata malah sebaiknya. Kamu ingin menjadikan dia sebagai alat untuk meraih ambisimu." Tuan Dodi menatap Nyonya Kikan dengan penuh rasa penyesalan dan kekecewaan.
"Maafkan papa, Khanza," katanya dengan suara yang bergetar. "Papa salah telah menyerahkan pengasuhanmu kepada mamamu. Papa pikir dia akan menyayangimu dengan tulus, tapi ternyata dia hanya ingin menggunakanmu untuk mencapai ambisinya sendiri."
Nyonya Kikan diam dan tidak mampu berbicara. Wajahnya pucat, dan matanya terlihat kosong. Dia tampaknya tertekan oleh situasi yang ada, dan tidak tahu bagaimana harus bereaksi. Suasana di ruangan itu terasa sangat tegang, dipenuhi dengan perasaan penyesalan, kekecewaan, dan ketidakpastian.
Tuan Dodi melanjutkan, "Papa tidak tahu apa yang terjadi di balik semua ini, tapi papa tahu bahwa kamu tidak bahagia. Papa melihatnya di matamu, Khanza. Papa melihat kekecewaan dan kesedihan yang tidak bisa kamu sembunyikan."
Nyonya Kikan masih diam, tapi matanya mulai berair. Dia tidak bisa menyangkal kata-kata Tuan Dodi, karena dia tahu bahwa dia telah salah dalam mengasuh Khanza.
Khanza sendiri terlihat bingung, tidak tahu harus bereaksi bagaimana. Dia tidak tahu apa yang terjadi pada kedua orangtuanya, tapi dia tahu bahwa ada sesuatu yang tidak beres.
Tuan Dodi mengambil napas dalam-dalam sebelum melanjutkan ucapannya, "Papa minta maaf, Khanza. Karena papa belum bisa menjadi orang orangtua yang baik untukmu. Papa tidak bisa melindungimu dari semua ini. Papa harusnya lebih memperhatikanmu, dan lebih memahami apa yang kamu butuhkan."
Nyonya Kikan akhirnya berbicara, suaranya terdengar lembut tapi penuh dengan emosi. "Papa, semua ini mama lakukan, semata-mata karena ingin yang terbaik untuk Khanza. Apa itu salah?"
Khanza terlihat semakin bingung, tidak tahu harus memihak siapa. Dia melihat papanya yang terlihat sedih dan menyesal, tapi dia juga melihat mamanya yang emosional dan terlihat tertekan.
°
Keesokan harinya, Akmal dan Anaya berangkat kerja bersama. Sepanjang perjalanan diwarnai obrolan ringan dan hangat dengan senyum yang merekah di wajah mereka. Suasana hati yang berbunga, seperti bunga bermekaran setelah hujan. Mereka berdua terlihat sangat bahagia, seakan tidak ada beban.
Akmal menggenggam tangan Anaya dengan lembut, membuatnya merasa aman dan nyaman.
"Apa yang kamu rasakan saat ini, heum?" tanya Akmal dengan tersenyum.
Anaya tersenyum balik, "Aku... aku bahagia, Mas. Terimakasih," jawabnya malu-malu.
Akmal menatap Anaya dengan tatapan yang hangat, membuatnya merasa seperti berada di awan. "Aku juga bahagia, Nay," katanya dengan suara yang lembut. "Aku senang bisa membuatmu bahagia."
Anaya merasa wajahnya memanas, tapi dia tidak bisa menahan senyumnya. Dia merasa seperti telah menemukan sesuatu yang sangat berharga, sesuatu yang membuatnya merasa hidupnya lebih berwarna.
Anaya meraih tangan Akmal dan menciumnya dengan takzim, sebagai tanda cinta dan hormatnya yang tulus pada suami. Akmal pun membalasnya dengan kecupan di kening sang istri yang sangat lembut dan penuh perasaan.
"Aku turun ya, Mas Akmal hati-hati di jalan. "Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam." Akmal menjawab dengan mata yang terus memandang sang istri hingga menghilang di balik pintu lobi kantor, ZE.A Beauty.
Dengan senyum yang masih terukir di bibirnya, Akmal mengendarai mobilnya dengan perasaan yang lega dan hati yang bahagia menuju kantornya. Dia merasa seperti telah menemukan keseimbangan dalam hidupnya, dan dia tidak sabar untuk menghadapi hari yang baru dengan penuh semangat dan harapan.
Saat tiba di kantor, Akmal langsung menuju ruang kerjanya dengan langkah yang ringan. Alfa menyambutnya dengan senyuman yang hangat dan bertanya, "Hallo, Bos! Anda terlihat sangat bahagia hari ini. Apa ada sesuatu yang terjadi?"
Akmal tidak bisa menahan senyumnya dan menjawab, "Aku memang merasa sangat bahagia, Fa. Semua terasa berjalan dengan baik dan sempurna."
Alfa penasaran dan bertanya lebih lanjut, "Apakah itu ada hubungannya dengan si gadis manis itu?"
Akmal tersenyum dan mengangguk tanpa menjawab, membuat Alfa semakin penasaran. "Apa itu, Bos?"
"Rahasia...!" Akmal tertawa lebar, sementara Alfa merasa kesal karena telah dikelabui bosnya.
°
Selesai makan siang, Anaya dan Ersa memanfaatkan sisa waktu istirahat mereka dengan duduk bersantai di kantin kantor. Melihat ada yang berbeda dengan sahabatnya, Ersa berniat menggodanya. "Nay, hari ini kamu terlihat bahagia. Apakah...." Ersa menaikturunkan alisnya.
Anaya langsung memerah wajahnya dan mencoba untuk tidak menunjukkan reaksinya yang berlebihan. "Apa maksudmu, Sa?" Anaya bertanya dengan sedikit berhati-hati.
Ersa tersenyum lebar dan berkata, "Apakah telah terjadi sesuatu yang spesial? Atau... sesuatu yang berhubungan dengan Kak Akmal, mungkin?" Ersa menatap Anaya dengan mata yang penasaran.
Anaya melipat bibirnya sebelum akhirnya berbisik, "Mas Akmal sudah menyatakan perasaannya padaku."
"Benarkah?" tanya Ersa antusias.
Anaya mengangguk dan tersenyum lebar dengan mata berbinar
Ersa langsung bersorak pelan dan berdiri dari tempat duduknya lalu memeluk Anaya. "Aku sangat bahagia untukmu, Nay! Kalian berdua memang sangat cocok!" Ia merasa sangat lega karena sahabatnya menemukan kebahagiannya.
"Aku dan Adzana sudah menemukan kebahagiaan kami, lalu kamu kapan, Sa?" tanya Anaya terlihat khawatir.
Ersa menunduk dan memandang lantai, senyumnya yang ceria tiba-tiba langsung menghilang. "Aku... aku belum tahu, Nay," jawabnya pelan. "Aku tidak tahu sampai kapan aku harus menunggunya."
°
°
°
°
°
nanti jadi bumerang.
jawaban yg tepat